“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Jumat, 25 Januari 2019


TANTANGAN DALAM KELOMPOK TUMBUH BERSAMA

Oleh Niken DP Nababan

Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) adalah kelompok kecil, terdiri dari tiga sampai lima orang anggota, yang secara rutin bertemu untuk belajar bersama tentang Firman Tuhan, saling berbagi pengalaman, saling mendukung dalam menjalani kehidupan, dan saling mendoakan. Sejak KTB mulai terbentuk setiap anggotanya akan banyak menghadapi tantangan. Hal itu dimungkinkan terjadi karena anggota KTB terdiri dari berbagai macam karakter, latar belakang pendidikan, keluarga, sosial dan budaya. Selain perbedaan anggota, juga karena adanya pertumbuhan dalam KTB. KTB selalu berjalan dinamis, ada pertumbuhan dan perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan yang terjadi ini akan menjadi tantangan tersendiri yang bahkan kadang-kadang menimbulkan konflik dalam KTB.

KTB memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1.  Penggembalaan

KTB adalah tempat terjadinya penggembalaan. Pemimpin KTB (PKTB) adalah gembala dan Adik KTB (AKTB) adalah yang digembalakan. Meski PKTB berperan sebagai gembala, namun PKTB harus menciptakan suasana saling menggembalakan dalam kelompoknya. PKTB harus mengajar dan melatih AKTB menjadi gembala untuk mempersiapkan AKTB bila kelak menjadi PKTB. Pengajaran dan latihan penggembalaan ini dilakukan saat pertemuan kelompok.

Alkitab memakai contoh domba untuk menjelaskan penggembalaan yang tertulis dalam kitab Yehezkiel 34:2-5. Tantangan bagi anggota KTB adalah membuat penerapan-penerapan praktis seperti yang harus dilakukan seorang gembala.

a.    Tidak menggembalakan dirinya sendiri (ayat 2,3)
Dalam dua ayat ini dituliskan dimana para gembala hanya memikirkan diri sendiri dan hanya mau mengambil keuntungan dari domba-dombanya. Mereka telah mengkhianati tugas yang sesungguhnya. PKTB harus jauh dari sikap seperti itu. Sebagai gembala yang benar PKTB harus tanpa pamrih membimbing, mendampingi, dan mengingatkan AKTB akan kasih Tuhan.

b.    Menguatkan yang lemah (ayat 4)
Seorang PKTB harus menyediakan waktu dan tenaganya untuk menolong AKTB yang sedang dalam kelemahan rohani dan jasmani. PKTB bisa melakukan kunjungan, menelpon, mendoakan, dan menemani AKTB untuk saling menguatkan satu sama lain. Ingat bahwa PKTB harus menciptakan budaya penggembalaan pada semua AKTB.

c.    Mengobati yang sakit dan terluka (ayat 4)
PKTB meski bukan dokter tetap bisa menolong AKTB yang sedang sakit dan mengajak AKTB yang lain untuk ikut merawatnya, misalnya dengan bergantian menemani di Rumah Sakit atau mendampingi saat menjalani pemulihan rawat jalan baik sakit jasmani maupun rohani.

d.    Membawa pulang yang tersesat (ayat 4)
Bila ada anggota yang meninggalkan kelompok, atau bahkan telah menjauh dari imannya kepada Kristus, PKTB wajib mencarinya sebisa mungkin bersama-sama dengan AKTB yang lain. PKTB dapat mengajak AKTB yang lain untuk mendoakannya dan bersama-sama membawanya kembali kepada imannya dan pada kelompoknya kecuali jika ia telah mendapat pembinaan dalam komunitas yang lain.

e.    Tidak menginjak-injak dengan kekerasan dan kekejaman (ayat 4)
PKTB harus mendasarkan semua tugasnya pada kasih karunia Allah dan kebenaranNya. Saat memberikan disiplin rohani harus dilakukan dengan sikap mengoreksi, bukan menghukum atau menghakimi.

2.  Pengajaran

KTB adalah tempat terjadinya pengajaran Firman Tuhan yang mendalam dengan adanya diskusi, tanya jawab, contoh nyata, dan praktek kehidupan. Pengajaran Alkitab dalam KTB membuat anggota-anggotanya bisa benar-benar memahami Firman Tuhan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan pimpinan Roh Kudus. Pola pendalaman Alkitab dalam KTB bukanlah satu orang mengajar dan yang lain hanya mendengarkan secara pasif melainkan Bersama-sama belajar. Memimpin acara pada pertemuan kelompok bukanlah tugas PKTB semata tetapi tugas seluruh anggota secara bergiliran. Dengan demikian seluruh anggota mempunyai kesempatan belajar yang sama dalam menumbuhkan pengertian tentang Alkitab serta mengembangkan talenta dan karunianya masing-masing.

3.  Komitmen

KTB adalah tempat anggota-anggotanya belajar membuat komitmen dan belajar memenuhinya dengan segala konsekuensi yang terjadi. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, komitmen adalah perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu semacam kontrak.

Konsekuensi untuk memenuhi komitmen dalam KTB antara lain:

1.  Mengabaikan keinginan diri sendiri.
2.  Melawan hambatan yang ada seperti malas, cuaca buruk, tugas menumpuk, dan sebagainya.
3.  Merasa sendiri atau berbeda di antara lingkungannya terlebih di antara orang-orang yang tidak seiman.

Seringkali seseorang tidak berani mengambil komitmen karena takut menghadapi konsekuensinya. Padahal keberanian berkomitmen adalah sarana latihan kedewasaan pribadi yang efektif. Komitmen untuk melakukan berbagai hal dalam KTB dapat menyehatkan kehidupan rohani, meningkatkan pertumbuhan karakter, dan melatih pengembangan diri. Jika seseorang mengambil komitmen dalam KTB dan dapat memenuhinya sampai akhir maka dapat dipastikan dia akan memperoleh buah yang luar biasa, yang bukan hanya dapat dinikmatinya sendiri namun juga dapat dinikmati orang lain di sekitarnya.

Lima hal yang dapat membuat seseorang gagal memenuhi komitmen:

1.  Kelemahan rohani:
-       Belum lahir baru
-       Hubungan pribadi dengan Tuhan rendah
-       Kehilangan semangat
2.  Kelemahan pribadi
-       Watak dasar/karakter/temperamen
-       Tidak terlatih disiplin dalam keluarga
-       Memiliki trauma tertentu
3.  Kelemahan fisik
-       Mudah sakit
-       Memiliki penyakit bawaan, akut, atau kronis
4.  Komitmen yang mentah
-       Tidak serius pada waktu membuat komitmen
-       Tidak memahami makna komitmen
-       Ragu akan kemampuan menerima konsekuensi dari komitmen
-       Terpaksa saat membuat komitmen
5.  Lingkungan
-       Tidak didukung keluarga
-       Pergaulan/teman-teman di sekitarnya
-       Tawaran keindahan dunia

4.  Relasi Personal

KTB adalah tempat anggotanya mulai belajar menjalin relasi lebih dalam dengan orang lain. KTB adalah relasi orang-orang terdekat setelah keluarga. Di dalam KTB anggota dapat menceritakan pergumulan terdalam, bahkan yang bersifat rahasia sekalipun. Setiap anggota dapat belajar menumbuhkan rasa empati, mendengarkan, menasihati, mengajar, dan menegur. Di sinilah sesungguhnya dimulainya pemuridan sebagaimana yang dicontohkan Tuhan Yesus bersama tiga orang murid terdekatNya yaitu Petrus, Yakobus, dan Yohanes sebagaimana tertulis dalam Matius 17:1; 26:37; Yohanes 13:23.

Untuk membangun dan menjaga relasi yang baik dalam KTB maka semua anggota harus mengembangkan hal-hal berikut:
1.  Menyatakan kebenaran Firman Tuhan.
2.  Membuang sifat dan sikap buruk yang ada pada dirinya.
3.  Menerima sifat dan sikap orang lain.
4.  Dapat mempercayai dan dipercayai.
5.  Bersedia membagi hidup.
6.  Membangun komunikasi yang baik dengan menjaga lidah.

Tidak ada seorang pun murid Kristus yang dapat hidup sendiri dan menghadapi semua tantangan dalam hidupnya. KTB menjadi tempat yang efektif bagi murid untuk belajar dan bertumbuh imannya. Di dalam KTB murid juga dilatih melewati tantangan sehingga ia menjadi kuat dan mampu menghadapi semua tantangan dalam kehidupannya.



Kamis, 24 Januari 2019


BAHAN PEMAHAMAN ALKITAB
Oleh Niken DP Nababan

“TAKUT AKAN ALLAH”

Nats: Keluaran 1:1-22

Perikop ini terdiri atas tiga bagian:
Ayat 1-7          : Keturunan Yakub dan keadaan keturunannya
Ayat 8-14        : Ketakutan dan tindakan raja Firaun terhadap bangsa Israel
Ayat 15-21      : Tindakan dan perintah Raja Firaun kepada bidan-bidan serta reaksi bidan-bidan terhadap perintah raja.

Nas ini dapat dibagi menjadi dua sub tema, yaitu:
1.      Ketakutan Raja Firaun terhadap bangsa Israel.
2.      Ketakutan bidan-bidan kepada Allah.

Pertanyaan penolong:

1.      Apa yang mendasari ketakutan raja Firaun terhadap bangsa Israel? (lihat ayat 9-10)
2.      Apa saja tindakan raja Firaun untuk mencegah bangsa Israel bertambah banyak? (lihat ayat 11, 13, 14)
3.      Apa akibat dari ketakutan Firaun? (lihat ayat 12)
4.      Coba periksa diri Anda, apakah saat ini Anda sedang atau pernah mengalami ketakutan akan sesuatu hal? Apa penyebab ketakutan itu, dari luar ataukah dari diri Anda sendiri, misalnya berprasangka buruk? Bagaimana Anda mengatasi ketakutan itu?
5.      Bidan-bidan tidak melakukan perintah raja Firaun karena takut akan Allah (ayat 17)
Apa arti “takut akan Allah”? (bandingkan Ulangan 17:19)
6.      Apa yang terjadi pada bidan-bidan itu karena mereka takut akan Allah? (perhatikan ayat 19-21; bandingkan Amsal 9:10)
7.      Bidan-bidan memilih takut akan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak takut pada Firaun dan berani menerima resiko melawan raja. Kira-kira apa resiko yang diterima bidan-bidan seandainya raja marah? Pernahkan Anda diperhadapkan pada pilihan sulit yang dapat menggoyahkan iman Anda kepada Allah? Ceritakan kesaksian hidup Anda mengenai hal ini.
8.      Periksa kembali diri Anda sejauh mana Anda takut akan Allah? Renungkan sejenak dan doakan dalam kelompok Anda.















“Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.”

(Mazmur 116:15)

Oleh Niken DP Nababan


Ayat dari Mazmur ini membuat kita berpikir tentang cara pandang Tuhan terhadap kematian seseorang. Sesuatu yang “berharga” pastilah bernilai tinggi. Ada makna yang besar dalam ayat ini. Ada sesuatu dalam kematian orang yang dikasihi Tuhan yang melampaui rasa dukacita kita atas kepergiannya.

Satu terjemahan Alkitab memberi penjelasan, “berharga” adalah hal yang penting dan bukan hal sepele. Versi lain mengatakan, “Orang-orang yang dikasihi Tuhan begitu berharga bagi-Nya dan Dia tidak membiarkan mereka mati begitu saja.” Artinya adalah Allah tidak menganggap enteng kematian seseorang. Yang ajaib dari anugerah dan kuasa-Nya bagi kita sebagai orang percaya adalah: hilangnya nyawa di bumi juga akan membawa keuntungan besar. Filipi 1:21 “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Inilah hal yang diimani Paulus dan yang menjadi iman kita semua.

Bagaimana kita memahami bahwa kematian adalah hal yang menguntungkan, supaya kita dapat memahami bahwa Allah memandang sebuah kematian itu berharga? Secara manusiawi kita yang ditinggalkan mengalami dukacita. Namun bagi yang meninggalkan adalah sukacita, dan kita pun seharusnya ikut bersukacita. Mengapa?
1.      Karena dengan kematian maka dosa dan penderitaannya selama di dunia sudah ditinggalkan semua.
2.      Karena dengan kematian maka kini dia sudah bersama Bapa di surga.

Hal yang luar biasa adalah sukacita ini sudah ditunjukkan dalam tradisi budaya Batak. Terlebih orangtua kita saurmatua yang pada saat pemberangkatan tidak ada lagi tangisan dukacita melainkan pesta sukacita.

Maka  kita hendaknya mengucap syukur atas anugerah Tuhan yang ajaib itu, yang memberi kekuatan bagi kita untuk dapat memegang teguh iman kita, bahwa sungguh berharga kematian semua orang yang dikasihi-Nya.
Saat ini kita hanya mengetahui gambarannya. Suatu hari nanti, bila saatnya tiba kita akan memahami semuanya dalam terang-Nya yang sempurna.




SIKAP IMAN KRISTEN TERHADAP PLURALISME AGAMA

Oleh Niken DP Nababan

Pluralisme agama muncul sebagai reaksi terhadap eksklusivisme dan fundamentalisme agama. Pada awalnya merupakan suatu keterbukaan terhadap pluralitas (kemajemukan) namun kemudian berkembang menjadi inklusivisme yang ingin menggabungkan semua agama menjadi satu agama universalis. Pluralisme kelihatan seakan-akan merupakan jalan kompromi yang terbaik untuk menyatukan paham agama-agama yang acapkali menimbulkan pertikaian dan perang, namun pluralisme menjadi kurang menghargai keunikan agama-agama. Salah satu tokoh yang banyak berkontribusi menerbitkan hipotesis pluralisme adalah John Hick, seorang teolog Inggris dan filsuf analitik. Menurut John Hick semua agama adalah merupakan respon terhadap suatu keberadaan tertinggi yang bersifat transenden yang disebut The Real. Karena The Real melampaui semua kategori manusiawi maka semua agama tidak mungkin sempurna atau sepenuhnya benar. Keselamatan manusia digambarkan sebagai proses perubahan dari berpusat pada diri sendiri (self-centered) menjadi berpusat pada Realitas tertinggi (Real-centered). Kriteria untuk mengetahui apakah seseorang sudah diselamatkan atau tidak dilihat pada kehidupan moral dan spiritualnya yang mencerminkan kekudusan. Pluralisme agama terlihat menjadi paham yang simpatik karena ingin membangun teologi yang terdengar amat toleran, yaitu ”semua agama benar” dan “semua agama menyelamatkan”, namun pada dasarnya bila dipandang dari iman Kristen pluralisme telah menyangkali Alkitab.
   
     Umat Kristen adalah gereja Tuhan yang harus berpikir terbuka dan menerima kenyataan bahwa ia hidup di bumi tidak sendirian tetapi berada di antara agama-agama lain. Sebagai umat Kristen kita harus bersikap inklusif terhadap masyarakat majemuk, tetapi di sisi lain harus bersikap eksklusif dalam pengakuan iman percaya kepada Allah Tritunggal. Sejarah agama Kristen yang dikandung dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru cukup meyakinkan umat Kristen untuk menerima keunikan Kristus. Kita dapat menerima kehadiran agama-agama lain dengan sikap terbuka bahwa semua penganut agama itu adalah umat manusia yang dikasihi Tuhan, namun penerimaan ini tidak harus diikuti dengan sikap yang menganggap bahwa semua jalan menuju surga itu sama.

        Ketika Rasul Paulus berbicara di Athena dalam Kisah 17:16-34 ia menunjukkan sikap yang inklusif namun beriman eksklusif. Ia menunjukkan sikap inklusif dengan bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan para filsuf Epikuri dan Stoa. Ia mempelajari kitab suci dan tulisan para pujangga mereka. Ia tidak menolak kerinduan orang-orang dalam menyembah Allah Yang Tidak Dikenal tetapi Paulus sedih hatinya melihat banyaknya berhala dan kuil-kuil di kota itu. Karena itulah iman eksklusifnya menghasilkan suatu kesaksian bahwa Yang Tidak Dikenal itu diperjelasnya dengan memperkenalkan keunikan Allah yang menjadikan langit dan bumi, Tuhan atas langit dan bumi yang memberikan hidup dan nafas kepada semua orang, dan Injil tentang Yesus yang telah bangkit. Ia tidak memaksa orang lain mengikut Kristus (proselitisme) melainkan ia menceritakan imannya dan biarlah orang lain yang menentukan iman mereka sendiri. Hasilnya ada yang percaya dengan kesungguhan hati tanpa dipaksa atau terpaksa dan ada juga yang tidak percaya.

        Kita dapat belajar dari sikap Paulus untuk memberitakan Injil di muka bumi dengan cara yang penuh damai. Sikap eksklusivisme merupakan sikap agama-agama yang menutup diri dan mengklaim agama yang dianutnya adalah paling benar seraya mengkafirkan atau menistakan agama lain. Apabila gereja memiliki sikap ini, kita perlu ingat akan perkataan Tuhan Yesus: “Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! Harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Matius 5:22). Berita Injil tidak dapat disampaikan dengan cara memaksa apalagi menistakan sesama yang tidak seiman. Berita Injil juga tidak dapat disampaikan dengan bentuk spiritualitas yang merasa diri superior dan memandang inferior terhadap orang lain yang tidak seiman. Tuhan Yesus tidak pernah mendekati orang-orang yang tidak sepaham dengan pola pendekatan “superior-inferior”, bahkan kepada para musuh yang jelas-jelas membenciNya. Justru sebaliknya prinsip yang paling mendasar dari seluruh hidup dan pelayanan Tuhan Yesus adalah sikap “pengosongan diri” dan bersedia “mengambil rupa seorang hamba” dengan “merendahkan diriNya dan taat sampai mati” (Filipi 2:6-8).

        Di Indonesia kerap terjadi konflik antar suku, adat dan agama. Untuk menciptakan kerukunan umat beragama, pemerintah berupaya mencari jalan dalam bentuk dialog antar pimpinan dan umat beragama. Dialog dan diskusi agama biasanya dilakukan di antara para ahli agama untuk saling tukar-menukar informasi tentang kepercayaan dan amalan agama masing-masing, sehingga satu sama lain dapat tumbuh pengertian tentang persamaan dan perbedaan ajaran agama satu dengan lainnya. Diharapkan dengan pengertian ini akan terjadi saling menghargai dan menghormati.

         Kita perlu memperluas wawasan untuk mengetahui pemahaman agama lain. Dialog keagamaan pun harus dapat kita terima dengan sikap tebuka. Kita dapat menggunakan dialog ini sebagai salah satu kesempatan untuk memberitakan Injil. Dengan keterbukaan kita terhadap setiap orang dan semua agama, akan menjadi peluang yang baik bagi kita untuk menjadi saksi Kristus melalui perkataan dan perbuatan kita yang sesuai dengan keteladanan Kristus. Maka kita perlu terus-menerus membekali diri dan meneguhkan iman kita.

         Bagi umat Kristen setidaknya ada tiga hal yang sungguh-sungguh harus kita imani, yaitu:

1.    Percaya Allah Tritunggal (Allah Bapa, Anak, Roh Kudus).
Alkitab memang tidak memuat kata Tritunggal, namun ajaran mengenai Allah Tritunggal tersirat sebagai sebuah kebenaran Alkitabiah yang tampak mulai dari kitab Kejadian hingga Wahyu. Realita ini dapat dibuktikan dengan cara melalui pernyataan-pernyataan dan kiasan-kiasan umum dan dengan menunjukkan adanya tiga pribadi keAllahan yang diakui sebagai Allah yang Esa.

2.    Percaya Yesus Kristus satu-satunya Juruselamat.
Pernyataan Allah dalam Yohanes 3:16 merupakan suatu anugerah bagi orang percaya: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Hal ini pun sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, Yesaya 43:11, “Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku.”

3.    Percaya Alkitab adalah Firman Allah.
Alkitab adalah Firman Allah, ditulis oleh para penulis yang diilhami oleh Roh Kudus. Alkitab mewujudkan tujuh keajaiban, yaitu:

-          Keajaiban formasinya.
Alkitab berkembang dari lima kitab pertama yang ditulis oleh Musa sampai menjadi 39 kitab Perjanjian Lama (PL) dan 27 kitab Perjanjian Baru (PB), merupakan sejarah perjalanan penuh misteri Allah yang tidak terjadi pada kitab yang lain.

-          Keajaiban kesatuannya.
Alkitab terdiri dari 66 kitab dan surat, ditulis oleh 44 penulis yang berbeda dalam kurun waktu 16 abad. Penulis-penulisnya berasal dari latar belakang yang berbeda-beda dan tidak saling mengenal, di antaranya beberapa raja Israel, pejuang, gembala, penyair, tabib, dan nelayan. Meski demikian alkitab adalah buku yang paling menyatu di dunia, berisi suatu pewahyuan yang secara progresif menyampaikan pesan-pesan dari Allah tanpa sedikit pun saling berlawanan satu sama lain.

-          Keajaiban usianya.
Alkitab dapat dipastikan merupakan kitab yang paling tua di dunia, diawali dengan kelima kitab pertama yang ditulis oleh Musa sekitar 35 abad yang lalu.

-          Keajaiban penjualannya.
Alkitab buku yang paling laris di antara buku lainnya. Beberapa ratus juta terjual setiap tahun di seluruh dunia.

-          Keajaiban popularitasnya.
Setiap tahun Alkitab dibaca oleh lebih dari 1 miliar orang dewasa dan anak-anak dari segala bangsa dan klasifikasi manusia di planet bumi ini.

-          Keajaiban bahasanya.
Alkitab ditulis dalam tiga Bahasa: Ibrani, Aram, dan Yunani. Kebanyakan dari penulis Alkitab tidak pernah mengecap pendidikan tinggi secara formal namun Alkitab telah diakui sebagai hasil karya literatur yang terbesar di dunia.

-          Keajaiban pemeliharaannya.
Sepanjang sejarah peradaban manusia tidak ada buku lain yang demikian ditentang, dibenci, dianiaya, dan juga dibakar. Namun Alkitab selalu berhasil mempertahankan eksistensinya dimana Alkitab berkemenangan atas semua orang yang berusaha membungkam berita keselamatan melalui darah Yesus Kristus.

         Gereja tidak perlu cemas untuk bersikap inklusif terhadap realita dan tantangan pluralisme agama. Dengan sikap inklusif tersebut kita dapat membuka dialog dengan agama lain secara damai. Bahkan kini dialog menjadi kondisi yang tidak terelakkan di era komunikasi digital yang telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari semua orang dari berbagai tingkat usia, pendidikan, ekonomi, dan sosial. Kita harus berani selangkah lebih maju untuk “membandingkan” setiap ajaran iman dari tiap-tiap agama dengan rasa hormat yang tinggi, namun kita tidak boleh “mempertandingkan” agama-agama selayaknya atlit dalam arena pertandingan.
            
        Dengan mengetahui perbandingan ajaran-ajaran agama secara obyektif dan jernih, kita dapat memahami ajaran agama lain sehingga kita dapat bersikap bijaksana kepada penganutnya. Jikalau kita memiliki iman yang eksklusif yaitu percaya bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan, maka kita harus membuktikan secara faktual dalam kehidupan nyata, bukan memperdebatkannya. Tuhan Yesus berkata dalam Matius 12:33, “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” Jika gereja merupakan pohon yang baik maka harus terbukti dengan tindakan yang baik dan berkenan kepada Allah.
            
        Dalam Yohanes 15:2 Tuhan Yesus berkata, “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah”. Dari buahnya yang nyata kita dapat mengoreksi diri kita, di samping kita juga dapat melihat bagaimana buah dari agama-agama yang ada. Karena itu kita harus terus-menerus meneguhkan iman kita agar dapat bersikap benar dalam menghadapi tantangan pluralisme dan memohon kekuatan dari Tuhan agar kita dimampukan menjadi saksi Kristus di tengah-tengah kemajemukan bangsa ini.

Referensi:

Alkitab
Abel, Harnold, Pemahaman Tentang Allah dan Keselamatan, Sebuah Studi Perbandingan Pokok Ajaran Iman Kristen dan Agama Lain, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jakarta, 1997.
Aritonang, Jan S., Pdt., Dr., Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, Cet. 1, 1995.
Bedjo, SE., M.Div., Pluralisme Agama dalam Perspektif Kristen, Makalah Seminar bagi Guru-guru Pendidikan Agama Kristen, Surabaya, 24 Februari 2007.
Linneman, Eta, Prof., Dr., Theologi Kontemporer, Ilmu atau Praduga?, Persekutuan Pelayanan Injil Indonesia (PPII), Batu, Jawa Timur, 2006.
Lumintang, Stevri L., Pdt., Dr., Theologi Abu-abu, Pluralisme Agama, Gandum Mas, Bandung, Cet. 1, 2004.
Newbigin, Lesslie, Injil dalam Masyarakat Majemuk, BPK Gunung Mulia, Jakarta, Cet. 5, 2006.
Octavianus, P., Dr., Identitas Kebudayaan Asia dalam Terang Firman Allah, Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Malang, Cet. 1, 1985.
Smith, Huston, Agama-agama Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Ed. 5, 1999.
Song, Choan Seng, Allah yang Turut Menderita, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.

Wijaya, Dede, Pesona Alkitab, PBMR ANDI, Yogyakarta, 2007.





Selasa, 22 Januari 2019


BAHAN PEMAHAMAN ALKITAB
NATS: EFESUS 2:1-10
(Niken DP Nababan)

Ketika seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, berarti ia tunduk dan berbakti kepada Yesus sebagai Tuhan dan Allahnya. Seringkali orang Kristen tidak menyadari hal tersebut. Pada PA ini kita akan belajar tentang hidup baru dan bagaimana seharusnya kita bersikap setelah menerima hidup yang baru di dalam Kristus.

PERTANYAAN:

1.    Rasul Paulus menggambarkan perbedaan “hidup lama” (ayat 1-3) dan “hidup baru” (ayat 4-7). Temukan apa saja perbedaan tersebut!
2.    Apa alasan Allah memberikan hidup baru kepada manusia? Bagaimana Dia melakukannya? (ayat 4-6)
3.    Dapatkah seseorang memegahkan diri karena telah mengalami hidup baru dan menerima keselamatan? Mengapa? (ayat 8-9)
4.    Hidup baru berarti menyerahkan segala kehidupan kita kepada Allah yang kita kenal di dalam Yesus Kristus. Bandingkan dengan 1 Korintus 10:31 dan 2 Korintus 5:15. Bagaimana dengan kehidupan Anda sekarang; apakah Anda sudah memiliki hidup baru dalam Kristus? Ceritakanlah!
5.    Apa ciri-ciri hidup lama/kebiasaan buruk yang masih timbul dalam diri Anda? Ceritakanlah!
6.    Kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik … (ayat 10). Sebagai ucapan syukur akan anugrah Allah tersebut, apa yang dapat Anda lakukan untuk menggantikan hidup lama/kebiasaan buruk yang telah Anda ceritakan pada poin 5 di atas?
7.    Ambillah komitmen dan doakan dalam kelompok!