“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Minggu, 27 November 2011

KEKELUARGAAN DALAM KTB


Kekeluargaan dalam KTB
(Oleh: Niken Nababan, disampaikan pada Pertemuan PKTB PMKT – 19 Nopember 2011)

KTB adalah pelayanan pemuridan yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri. KTB merupakan metode yang paling efektif dan masih relevan sampai saat ini dalam dunia pelayanan mahasiswa, untuk membentuk dan menghasilkan alumni yang takut akan Tuhan dan menjadi berkat bagi keluarga, gereja, masyarakat dan negara. KTB tidak hanya efektif bagi pembinaan mahasiswa, tetapi juga efektif untuk bagi pelayanan alumni. Semuanya berawal dari pertobatan individu, lalu berproses menjadikan Kristus sebagai pusat hidup, dan kesediaan menjalani hidup yang diperbarui. Diperlukan perjuangan dan ketekunan dari setiap anggota KTB untuk bertumbuh dengan baik, karena KTB bukanlah sekedar sarana beraktivitas ataupun bersosialisasi.

Setiap murid Kristus mengalami fase pertumbuhan sebagaimana yang digambarkan Petrus dalam 1 Petrus 2:1-17. Petrus memakai lima metafora untuk menggambarkan fase pertumbuhan seorang murid.
1.      Sebagai bayi yang baru lahir kita diberi tanggung jawab pribadi untuk bertumbuh secara individual dan datang mempersembahkan diri kepada Kristus. (ay. 2, 4, 5)
2.      Sebagai batu hidup kita dipanggil untuk bersekutu dengan saudara seiman dan memiliki tanggung jawab bersama-sama dalam pembangunan rumah Tuhan. (ay. 5)
3.      Sebagai umat Allah kita dipanggil untuk bersaksi memberitakan Injil kepada dunia. (ay. 10)
4.      Sebagai pendatang kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. (ay. 11, 12)
5.      Sebagai hamba Allah kita dipanggil untuk tunduk dan takut kepada Allah. (ay. 15-17)

KTB menjadi sarana pembinaan yang sangat efektif untuk menolong setiap murid Kristus dalam proses melalui fase-fase pertumbuhan tersebut. KTB sendiri merupakan fase kedua dalam pertumbuhan murid. 

KTB sebagai ‘keluarga’
Mengenai “keluarga”, secara Alkitabiah terdapat dua pengertian. Yang pertama adalah keluarga dalam pengertian sekelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan hambanya, sebagaimana yang tertulis dalam kitab Efesus 6:1-9. Yang kedua adalah keluarga Allah, yaitu sekelompok orang percaya yang bersekutu atau hidup bersama yang diikat oleh Roh Kudus.
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Efesus 2:19).
Kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus disebut persekutuan. Kata yang dipakai untuk persekutuan dalam bahasa Yunani adalah Koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti ‘lazim’ atau ‘umum’. Artinya berkaitan dengan kebersamaan.
Kedua pengertian keluarga tersebut memang jelas berbeda dalam hal wujud fisiknya, namun dalam hal perwujudan kasih Kristus, segala sesuatu yang ada di dalamnya memiliki kesamaan prinsip. Keduanya dapat diwujudkan dalam sebuah KTB, menjadi prinsip yang seharusnya dipertahankan untuk menjaga kehidupannya.
Kata lainnya yang seringkali dikaitkan dengan koinonia adalah allelous (berarti satu terhadap yang lain) . Kata ini dipakai dengan pengertian hubungan yang timbal balik. Yesus berkata:
Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu, supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yohanes 13:34-35)
Keluarga Allah, menurut Paulus, adalah persekutuan orang-orang percaya karena mereka dipersatukan oleh Kristus.
(19) Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, (20) yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. (21) Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. (22) Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. (Ef. 2:19-22)
Paulus memberikan gambaran kepada jemaat di Efesus mengenai keluarga Allah sebagai suatu bangunan yang indah dengan Kristus sebagai batu penjuru, yaitu batu yang menjadi fondasi, yang menyangga seluruh beban dalam bangunan. Prinsip ini seharusnya tertanam dalam hati semua anggota KTB di mana setiap orang memiliki iman yang sama sehingga semua mengalami pertumbuhan rohani menurut bagiannya masing-masing.
Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih. (Ef. 4:16)
Seorang pemimpin KTB harus menanamkan dasar ini kepada semua anggotanya. KTB sebagai keluarga Allah adalah satu bangunan yang menjadikan Kristus dasar dari kehidupannya. Setiap anggota merupakan bagian yang berhubungan dan terikat dengan yang lainnya. Jika salah satu hilang atau rusak, dapat menyebabkan runtuhnya bangunan itu. Jika visi Paulus ini terpelihara dalam KTB, maka akan tercipta sebuah KTB yang mencerminkan sebuah keluarga di mana masing-masing anggotanya saling berhubungan, bergantung dan mendukung satu sama lain demi terciptanya pertumbuhan, kedamaian, kesejahteraan, dan suka cita dalam KTB.
Cara membangun kekeluargaan KTB
1.         Membangun kebersamaan kelompok
  • ·      Menekankan bahwa Kristus adalah dasar KTB dan Roh Kudus pengikatnya
  • ·      Melatih berkomunikasi yang baik
  • ·      Memotivasi keterbukaan dalam KTB
  • ·      Mau berkorban membagi hidup (menjadi gembala)
  • ·      Membuat perencanaan program KTB bersama
2.         Mendukung pengembangan potensi diri
  • ·      Mendukung pengembangan diri tiap anggota KTB dengan mengenali karunia dan menggunakannya
  • ·      Menjadi teladan bagi adik-adik KTB
3.         Menciptakan pengalaman-pengalaman bersama
  • ·      Mengerjakan suatu proyek bersama
  • ·      Rekreasi
  • ·      Belajar bersama
Hal-hal yang dapat merusak kelanggengan KTB
1.         Hati yang tidak sungguh-sungguh
Anggota KTB yang hatinya tidak sungguh-sungguh menginginkan ber-KTB akan terlihat dari ada atau tidaknya perubahan/pertumbuhan dalam dirinya. Jika ada anggota yang tidak sungguh-sungguh dan tulus ber-KTB suatu hari akan mundur karena tidak akan tahan berpura-pura terus.
2.         Mengingkari janji
Mengingkari janji terhadap kesepakatan bersama dalam hal waktu (menyangkut masalah memberi prioritas) dan menyimpan rahasia (menyangkut kepercayaan) merupakan perbuatan yang dapat melukai anggota KTB. Jika ada seorang yang selalu datang terlambat atau sering membatalkan waktu pertemuan akan menimbulkan rasa jengkel dan lama-kelamaan akan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan. Hal ini tentu mempengaruhi suasana ber-KTB dan kasih di antara anggota. Terlebih jika ada anggota yang membocorkan rahasia pribadi saudara KTBnya, dapat menimbulkan luka yang teramat dalam.
3.         Melanggar batas etika hubungan keluarga
Betapapun dekatnya hubungan antar anggota KTB, tetap ada batas-batas kesopanan yang harus dijaga. Jika seseorang selalu melanggar batas hak pribadi yang dimiliki saudara KTBnya, tentu akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan lama-kelamaan akan terjadi penolakan dari saudara KTBnya. Suasana ber-KTB akan menjadi rusak dan lambat laun mungkin akan ada yang mundur.
4.         Egois
Setiap anggota KTB dapat memiliki sifat/karakter, prinsip, dan pandangan yang berbeda-beda. Jika masing-masing egois, tidak mau menerima yang lain, maka akan menimbulkan konflik yang mengakibatkan perpecahan KTB.

Kekuatan dari sebuah KTB untuk bertahan hidup
1.      Discipline
Tidak ada pertumbuhan tanpa disiplin. Disiplin adalah kunci kekuatan bagi pribadi, kelompok, maupun bangsa. Ada harga yang harus dibayar untuk menjadi orang yang disiplin. Disiplin yang kuat akan memberikan dampak positif yang luar biasa bagi seseorang, yaitu keseimbangan hidup, mampu mengontrol diri, konsisten, dan ada tujuan yang jelas dalam hidupnya. Untuk menjadi seorang yang disiplin perlu proses berlatih dengan tekun setiap hari tanpa batas waktu.
2.      Priority
Anggota harus mau memberikan prioritas dalam hal waktu dan focus/concern. Jika hanya waktu saja yang diberikan namun tidak focus/concern, maka KTB hanya berjalan seadanya, tanpa kesungguhan, tanpa persiapan, dan tanpa makna. Jika hanya focus saja tapi tidak memberikan waktu, perjalanan KTB juga akan tersendat-sendat, lambat, dan memungkinkan terjadi kekecewaan dan ketidakpercayaan.
3.      Belonging
Harus ada rasa memiliki sehingga merasa rugi jika KTB batal, apalagi sampai mati.
4.      Objectivity
Anggota harus memiliki kasih yang sama, tidak memihak atau lebih mengasihi yang satu dibanding lainnya.
5.      Acceptance
Anggota bisa menerima satu sama lain sebagaimana adanya, termasuk bisa menerima perbedaan suku, pendapat, social ekonomi, dll.
6.      Support
Anggota mau saling mendukung untuk pertumbuhan rohani masing-masing.
7.      Trust
Anggota saling mempercayai dan dapat dipercayai
8.      Reality
Anggota melakukan hal-hal yang real, masuk akal, dan sesuai kebenaran firman Tuhan. Bukan melakukan hal-hal yang tidak dapat dijangkau atau di luar kapasitasnya.
9.      Leaven
"Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." (Matius 13:33).
Selain orang Yahudi, kebanyakan orang tidak mengenal kata leaven (adonan asam), dan karena alasan ini maka diterjemahkan sebagai yeast (ragi),  dari bahasa Yunani zume. Ragi adalah makanan yang bersih, segar, bermanfaat, dan bahkan lezat. Ragi dibuat dari pengolahan larutan mineral gula-garam yang ditambahi zat tepung. Sedangkan adonan asam diproduksi dengan menyimpan sejumlah adonan selama satu minggu dan ditambahkan sari buah untuk mempercepat proses fermentasi.
Yesus menggunakan konsep leaven atau yeast karena kekuatannya yang tersembunyi. Ragi dan adonan asam meresap ke dalam seluruh adonan sehingga menyebabkan adonan mengembang. Sesudah ragi atau adonan asam dicampur dengan tepung, ragi atau adonan asam tersebut tidak dapat diketemukan lagi, tersembunyi dan tidak terlihat. Ragi dan adonan asam tidak terlihat, tetapi pengaruhnya dapat dilihat oleh semuanya.

Penutup
Belajar dari orang lain dapat memperlengkapi dan memotivasi seorang pemimpin dalam mempertahankan KTB yang dipimpinnya. Salah satunya kita dapat belajar dari Billy Graham, pengkhotbah terkenal dan pemimpin handal, yang membentuk sebuah tim dalam membangun pelayanannya. Tim ini dikenal sangat solid dan langgeng. Kelanggengan ini tentu harus melewati medan yang sulit. Namun perlu kita simak kata-katanya berikut ini. “Pelayanan kami mengalir begitu saja, sepertinya bukan kami yang mengatur. Kami hanya bagian dari gerakan Roh Allah yang bekerja dengan luar biasa.” Suatu sikap rendah hati yang luar biasa ditunjukkan dengan pengakuannya terhadap kuasa Tuhan dan penghargaannya kepada anggota-anggotanya.
Dikatakannya juga bahwa hubungan antara orang-orang menjadi semakin kental kalau mereka melewati masa krisis atau menghadapi tantangan besar bersama-sama. Suatu komitmen luar biasapun diucapkan Billy, “Kita akan bersama-sama melayani Tuhan sampai Ia datang lagi atau sampai salah satu di antara kita dipanggil pulang ke surga”.
Satu kunci penting dalam kepemimpinan Billy adalah Billy selalu memimpin dengan kasih dan rendah hati. Kasih Tuhan yang ada pada Billy jelas terlihat, menyinari rekan-rekannya, juga menyinari dunia yang sedang mengamatinya. Demikianlah kesaksian dari banyak orang yang pernah dekat dengan Billy. Mengutip kalimat Mother Teresa, “Bukan berapa banyak yang kita lakukan, tetapi berapa banyak kasih yang kita sertakan dalam perbuatan kita”.
Mengandalkan Roh Kudus menjadi dasar utama dan pertama dari kelanggengan tim pelayanan Billy. Selanjutnya adalah memperlakukan anggota-anggota tim sebagai keluarga dan menumbuhkan nilai-nilai kasih di dalamnya. Tim pelayanan Billy memang bukan KTB, namun prinsip kepemimpinannya dapat menjadi contoh bagi setiap pemimpin KTB untuk menjaga agar KTB mampu bertahan hidup dengan menonjolkan nilai-nilai kasih sebagai sebuah keluarga.

Pertanyaan Diskusi
1.      Pikirkan apa saja yang dapat menghambat jalannya KTB, atau bahkan membuat KTB itu mati.
2.      Apakah membuat prioritas untuk ber-KTB itu perlu? Berikan alasannya.
3.      Kesulitan apa saja yang pernah saudara dihadapi dan bagaimana saudara mengatasinya?


Referensi

Dan William, Membangun dan Memelihara Kelompok Kecil, Literatur Perkantas, Jakarta, 2009.
G. Byron Deshler, The Power of the Personal Group, Tidings, Nashville, Tennessee, 1960.
Harold Myra, The Leadership Secret of Billy Graham (Rahasia Kepemimpinan Billy Graham), Yayasan Baptis Indonesia, Bandung, 2007.
J. Alex Kirk, Komunitas yang Diubahkan: Buku Pegangan Pemimpin Kelompok Kecil, Perkantas – Divisi Literatur, Jakarta, 2010.
John Stott, The Radical Disciples (Murid yang Radikal), Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya, 2011.
Richard Shelley Taylor, The Disciplined Life: Studies in the Fine Art of Christian Disciplelsip, Beacon Hill Press, Kansas City, Missouri, 1962.

Sabtu, 05 November 2011

SPIRITUALITAS DAN KESIBUKAN

SPIRITUALITAS DAN KESIBUKAN
Oleh: Niken Nababan, disampaikan dalam PU Sekolah Vokasi Teknik UGM, 5 Nopember 2011


Pengertian Spiritualitas Kristen

Kata spiritual (Yun. pneumatikos), berarti “bersifat roh” atau “berkenaan dengan roh”. Dalam PB, kata ini banyak ditulis dan memiliki tiga arti yang berbeda. Sebagai contoh, yang tertulis dalam kitab Korintus:
·         1 Kor. 2:15; 3:1 à tentang manusia rohani;
·         1 Kor. 2:13; 9:11 à tentang hal-hal rohani;
·         1 Kor. 10:3-4; 15:44-46 à tentang benda-benda rohani.

Spiritualitas Kristen berhubungan dengan segala sesuatu dalam pengalaman hidup orang yang percaya Kristus.  Intinya adalah suatu kesatuan yang lebih intensif dengan Allah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus. 

Kehidupan spiritualitas orang percaya didasari oleh iman kepada Yesus Kristus. Dengan percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat yang telah menebus dosa-dosa dunia dan yang telah bangkit, maka mereka menerima karunia Roh, yaitu Roh Kudus tinggal di dalam kehidupan mereka. Berdasarkan karunia Roh yang diterima dan tinggal di dalam hidup orang-orang percaya, maka kehidupan mereka yang lamapun diperbarui. Mereka memiliki hidup yang baru, yang berada di dalam kasih Allah.

Sedikitnya ada tiga manifestasi Spiritualitas Kristen di dalam kehidupan orang-orang percaya. Ketiga manifestasi spiritualitas itu adalah:

·         Kehidupan spiritualitas yang merupakan persekutuan yang intim bersama dengan Allah;
·         Kehidupan spiritualitas yang ada di dalam komunitas orang percaya;
·         Kehidupan spiritualitas yang dinyatakan di dalam praktek hidup sehari-hari.

Ketiga manifestasi spiritualitas ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Mereka saling menyatu, memperkaya, dan mengisi satu sama lainnya.  

Sangat sering terjadi pemahaman yang keliru mengenai spiritualitas di dalam kehidupan orang percaya. Di mana hal-hal yang menyangkut kehidupan spiritualitas orang-orang percaya hanya dipahami dalam kategori urusan-urusan batin atau rohani saja dan tidak kait-mengkait dengan soal fisik atau jasmani (tubuh). Akibatnya, penekanan spiritualitas yang demikian hanya fokus kepada aspek pengalaman spiritualitas yang berpusat kepada diri sendiri.

Dalam Roma 12:1, Paulus menasihatkan agar jemaat melakukan ibadah yang sejati, yaitu mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Di sini Paulus mengajarkan bagaimana jemaat harus hidup beriman dalam kehidupan sehari-hari menurut ajaran Kristus. Maksud “mempersembahkan tubuh” adalah penyerahan diri kepada Allah secara rohani/batiniah, bukan penyerahan pada tata cara ibadah. “Persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan” menunjuk kepada segenap akal budi, jiwa, dan raga yang terus-menerus diubahkan (ay. 2), lalu dipersembahkan sepenuhnya kepada Allah dengan pengorbanan diri dan ketaatan melakukan perintah Allah.

Meskipun demikian, bukan berarti ibadah yang kita lakukan secara rutin itu tidak bermakna atau salah. Dalam Ibrani 10:25, dengan tegas Paulus memperingatkan agar jemaat tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Jadi ibadah itu penting tapi harus ada keseimbangan antara menyembah kepada Allah (vertical) dan mempedulikan sesama kita (horizontal). Maka sesungguhnya kita tidak boleh memisahkan antara yang rohani dan yang jasmani.

Pentingnya Menjaga Spiritualitas Kristen

1 Petrus 5:8-11
(8) Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.
(9) Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.
(10) Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.
(11) Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Petrus memberikan petunjuk dengan sangat jelas mengapa kita perlu menjaga spiritualitas. Alasan yang pasti adalah karena Iblis senantiasa menggoda kita untuk memutus hubungan dengan Kristus supaya kita dapat dibinasakannya (ay. 8). Satu-satunya cara untuk melawan Iblis hanya dengan iman yang teguh kepada Allah (ay. 9) karena Allah satu-satunya sumber segala kasih karunia (ay. 10) yang berkuasa terhadap segala sesuatu (ay. 11).

Akibat buruk jika kita tidak menjaga spiritualitas kita mencakup dua hal:

  1. KEJENUHAN ROHANI (Spiritual Burn Out)
  2. KEKERINGAN ROHANI (Spiritual Dehydration)

Kedua hal ini merupakan tanda awal seseorang yang menuju kepada kebinasaan.

Spiritual Burn out

Keadaan 'burn out' bisa diumpamakan sebagai sebuah motor, yang bensinnya habis, bannya kempes, atau businya tidak berfungsi sekalipun sudah dibersihkan. Seorang yang 'burn out' dapat mengalami keadaan yang sangat menekan (stressfull), depresi, dan hidupnya menjadi kacau. Dia dapat kehilangan keseimbangan dan kehilangan kendali ego.

Contoh Kasus Kejenuhan Rohani dalam Alkitab:
a.      Elisa (1 Raja-Raja 19:4) à Elisa merasa putus asa dan bosan hidup karena kehilangan kendali. Kejenuhan ini terjadi ketika Elisa mengandalkan diri sendiri.
b.      Daud (Mazmur 42:2-12; 2 Sam. 11:1-27) à Daud mengalami kejenuhan rohani ketika dia mulai tidak berharap kepada Allah dan bahkan jatuh dalam dosa ketika dia mengerjakan segala sesuatu menurut kehendaknya sendiri.

Jika ada satu bagian dari diri kita mengalami kerusakan atau burn out, harus segera dilakukan pemberesan atau perbaikan atau penyembuhan, agar kerusakan itu tidak merembet ke mana-mana, seperti virus kanker, yang akhirnya membinasakan kita.

Spiritual Dehydration

Seseorang yang mengalami dehydration diartikan sebagai keadaan di mana orang itu kehilangan terlalu banyak cairan dalam tubuhnya sehingga menjadi sangat lemah dan sakit. Pengertian dehydration  dalam konteks rohani adalah keadaan di mana seseorang kehabisan/tidak memiliki kekuatan rohani yang berasal dari Firman Tuhan sehingga keadaan kerohaniannya menjadi lemah dan tidak memiliki kuasa. Keadaan ini sering juga disebut sebagai ‘Kekeringan Rohani’.

Orang Kristen yang mengalami keadaan kekeringan ini seringkali merasakan kehampaan yang membuatnya sulit untuk merasakan sukacita dalam persekutuan dengan Tuhan. Namun demikian gejala-gejala ini kadang sulit dikenali karena mudah disembunyikan, yaitu dengan cara berpura-pura dan menganggap bahwa hal itu akan membaik dengan sendirinya dengan cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani.

Jika seseorang sudah mulai merasa kering rohani, harus segera dilakukan siraman rohani. Seperti tanaman yang layu karena kekurangan air, jika tidak segera disiram air lagi, lama-kelamaan dia akan menjadi kering, lalu mati. Maka terhadap seseorang yang mengalami tanda-tanda kekeringan rohani inipun harus segera dilakukan penyegaran rohani dan pemulihan, agar ia tidak semakin lemah imannya, lalu akhirnya mengalami kebinasaan.
  
Saran-saran Praktis Menjaga Spiritualitas

a.      Ambil waktu istirahat di tengah kesibukan kita sebelum menjadi terlalu lelah. (Perlu manajemen waktu)
b.      Ambil waktu rekreasi/retreat pribadi setelah tugas-tugas panjang untuk menyegarkan kembali hidup kita.
c.       Sadari bahwa kekuatan kita datangnya dari Allah sendiri.
d.      Prioritaskan waktu untuk persekutuan dengan Tuhan  (butuh penyerahan diri dan pengorbanan).
e.      Pujilah Tuhan dan ucaplah syukur senantiasa. (Akan membuat kita untuk selalu ingat Tuhan)
f.        Latihlah pola hidup teratur (makan, olah raga, kegiatan). (Kesehatan tubuh sangat penting!)
g.      Secara berkala lakukan evalusi terhadap tujuan dan prioritas hidup yang Tuhan tentukan bagi kita.
h.      Singkirkan rasa malu dan sombong untuk mengakui keadaan kita di hadapan Tuhan.
i.        Selain Alkitab, baca juga buku-buku rohani/ atau dengarkan lagu rohani. (Dapat menolong kita untuk bangkit dari kelemahan).
j.        Lakukan latihan dengan menolong masalah orang lain. (Saat menolong orang lain, kita dapat menemukan pemecahan masalah kita sendiri).
k.       Berhenti hanya mencari berkat-berkat Tuhan saja tapi carilah sang Pemberi berkat.

Penutup

Sebagai pengikut Kristus kita harus selalu menjaga spiritualitas kita setiap hari. Sesibuk apapun kita, sebanyak apapun kegiatan kita, kita harus menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan dan dengan sesama kita. Segala yang kita punyai dan yang bisa kita capai adalah anugrah Tuhan semata. Tanpa Tuhan kita tidak akan bisa berbuat apa-apa. Karena itu kita harus selalu mengucap syukur, memuji Tuhan dan mendekatkan diri kepada Tuhan agar spiritualitas kita terjaga, sehingga kita dimampukan melawan godaan Iblis yang senantiasa menginginkan kita jatuh ke dalam dosa dan menuju kebinasaan.

Amin.


Referensi

1 Michael Downey, Current Trends Understanding Christian Spirituality: Dress Rehearsal for a Method, dalam http: //www.spiritualitytoday.org/.
2 Mark A. McIntosh, Mystical Theology: the Integrity of Spirituality and Theology (Malden, Massachusetts: Blackwell Publishers, 1998).
3 Jerry White, Kuasa Penyerahan Diri (Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 1999).
4 Our Heritage: Keunikan & Kekayaan Pelayanan Mahasiswa (Jakarta, Perkantas, 2006).
5 Richard Lamb, Menjadi Murid Yesus di Kehidupan Nyata (Jakarta, Perkantas, 2009).

Selasa, 21 Juni 2011

PERCERAIAN: BOLEHKAH? (Exegesa Matius 5:32)

PERCERAIAN: BOLEHKAH?
 (Exegesa Matius 5:32)
Oleh: Niken Nababan


A. PENDAHULUAN

Matius 5:32. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Para penafsir telah memberikan berbagai penafisiran yang berbeda-beda untuk ayat ini. Secara umum paling sedikit penafsiran dapat dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama menganggap kalimat perkecualian ini sebagai tidak sah, karena Markus dan Lukas tidak menulisnya. Baik Markus maupun Lukas menulis bahwa larangan perceraian itu adalah mutlak, tidak ada perkecualian apapun. Tetapi Matius mempunyai satu kalimat perkecualian – perceraian diijinkan dengan alasan perzinahan. Kalimat perkecualian Matius harus dilihat dalam konteks kepada siapa dan dalam kondisi seperti apa saat dia menulis Injil.[1]
Kelompok kedua menafsirkan bahwa pernikahan boleh diceraikan jika salah satu atau keduanya melakukan perzinahan, tetapi mereka tidak boleh menikah lagi dengan orang lain. Jika menikah lagi, berarti mereka berzinah.[2] Sedangkan kelompok ketiga menganggap bahwa pernikahan boleh diceraikan dan pihak yang tidak bersalah boleh menikah lagi dengan orang lain, asalkan alasannya adalah perzinahan yang dilakukan oleh suami dan atau istri.[3] Masih terdapat banyak penafsiran yang berbeda dari para ahli teologi dan gembala Gereja sehingga sering membuat orang bingung bagaimana sebenarnya penafsiran yang benar. Ayat ini juga yang selalu digunakan sebagai alasan orang untuk bercerai dan menikah lagi dengan begitu mudahnya. Maka ayat ini menjadi sangat menarik dan perlu dibahas lebih dalam agar kita dapat mengetahui makna yang sebenarnya.

B. PEMBAHASAN

1.  Penafsiran Matius 5:32
a.       Teks:
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan(*)  istrinya kecuali karena zinah(*), ia menjadikan istrinya berzinah(*); dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan(*), ia berbuat zinah(*).
Egw de legw umin oti pas o apoluwn thn gunaika autou parektos logou porneias poiei authn moiceuqhnai, kai oz ean apolelumenen gamhsh, moicatai.[4]
b.      Kata-kata kunci: “menceraikan”; “kecuali karena zinah”; “menjadikan berzinah”; “diceraikan”; “ia berzinah”.
c.       Bagian yang memiliki masalah:
        Apakah perzinahan dapat menjadi alasan untuk bercerai dengan begitu mudahnya?
        Apakah orang yang bercerai boleh menikah lagi?
d.      Fokus kata yang akan dianalisa adalah kata yang bertanda (*): yang menceraikan, zinah, istrinya berzinah, yang diceraikan, berbuat zinah.

2. Penggalian Arti Teks

  1. Pengamatan secara Literal.
1) Menceraikan = apoluwn, diceraikan = apolelumenen à berasal dari kata dasar luw yang artinya:
- melepaskan, menanggalkan, membebaskan,[5]
2) Zinah dalam kalimat “kecuali karena zinah” = porneia, as, yang artinya:
    • Perzinaan, percabulan, pelacuran, ketuna-susilaan.[6]
    • Fornication, whore dom[7] = perbuatan zinah; bersetubuh di luar nikah.
3) Berzinah = moiceuqhnai, berbuat zinah = moicatai, berasal dari kata dasar moicaw, yang artinya:
·         Berzina, berbuat zina.[8]
·         To commit adultery[9] = berzina, menggendaki.

  1. Pengamatan secara Konteks
1)  apoluw memiliki arti:
-          Membebaskan, mengampuni, mengutus, menyuruh pergi, menceraikan, membubarkan.[10]
Arti yang sesuai dengan konteks kalimat tersebut adalah “menceraikan”.
2)  porneia memiliki arti:
-          Perzinaan
-          Pemurtadan atau penyembahan berhala[11]
Arti yang sesuai dengan konteks kalimat tersebut adalah “perzinaan” atau hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri, atau tidak terikat oleh pernikahan.

  1. Pengamatan secara Gramatikal
1)  ÏŒ apoluwn
-        Parsing: Kata Kerja, Kini, Aktif, Participle, Maskulin, Tunggal, Nominatif.
-        Leksikal: luw = saya sedang melepaskan/membebaskan.
-        Merupakan kata majemuk yang terdiri dari preposisi apo (dari) dan luw. Ada artikel ÏŒ sehingga kata ini menjadi kata petunjuk orang.
-        Teks ini menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung saat itu.
-        Dengan demikian ÏŒ apoluwn berarti orang yang sedang membebaskan dari.
2)  apolelumenen
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Perfek, Pasif, Participle, Feminin, Akusatif.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang telah selesai berlangsung pada masa lampau tetapi dampaknya masih terasa sampai saat ini.
-        Merupakan kata majemuk apo + luw + menen
-        Tidak ada artikel maupun kata penunjuk berarti teks berlaku umum, tidak menunjuk pada orang yang disebut pada kalimat sebelumnya.
-        Dengan demikian apolelumenen berarti dia telah selesai sampai saat ini dibebaskan dari.
3)  porneias
-        Kata Benda, Deklensi 1, Jenis Feminin, Jumlah Tunggal, Kasus Genetif.
-        porneias berarti perzinahan atau percabulan
4)  moiceuqhnai
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Feminin, Aoris, Pasif, Infinitif.
-        Leksikal: moicaw = saya sedang berzinah.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang pernah dan telah selesai dilakukan pada masa lampau.
-        Infinitif Pasif: menunjukkan bahwa teks menerangkan obyek istri.
-        Dengan demikian moiceuqhnai berarti dia pernah dan telah selesai berzinah.

5)  moicatai
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Kini, Pasif, Indikatif.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung saat itu.
-        Dengan demikian moicatai berarti dia sedang berzinah.

Jadi secara keseluruhan arti dari teks ini adalah:
§  Kalimat pertama: Orang yang sedang berlangsung menceraikan/membebaskan istrinya, membuat istrinya telah selesai berzinah, kecuali jika perceraian itu terjadi karena istrinya itu melakukan perzinahan atau percabulan di luar pernikahan.
§  Kalimat kedua: Orang yang menikahi perempuan yang telah sampai saat ini diceraikan suaminya, dia (orang itu) sedang berzinah.

  1. Pengamatan secara Historikal
§  Kalimat “kecuali karena zinah” hanya terdapat dalam Injil Matius. Ayat yang sejajar dengan teks ada di Markus 10:11-12 dan Lukas 16:18, namun keduanya tidak menyebutkan adanya perkecualian.
§  Kata porneia (zinah) mulanya berarti perhubungan seks sebelum kawin (Bhs. Inggris = fornication), tapi kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni segala hubungan seks yang tidak wajar.[12]
§  Matius yang asli orang Yahudi menulis Injil untuk orang Kristen Yahudi yang hidup bersama-sama dengan orang Yahudi yang belum percaya, yang tinggal di suatu tempat dekat Palestina, menjelang akhir abad pertama.[13] Maka situasi penerima Injil ini berbeda dengan Markus yang menulis Injil untuk orang Kristen non Yahudi yang tinggal di Yunani, dan Lukas orang Yunani yang kemungkinan menulis Injil di Roma untuk Akhaya[14] 
§  Perbedaan latar belakang dan tujuan tersebut membuat perbedaan juga dalam isi, makna dan detail masalah. Matius nampaknya memperjelas apa yang tidak ditulis oleh Markus dan Lukas sesuai dengan keadaan jemaat pada saat itu.
§  Jika diteliti pada ayat-ayat sebelumnya (27-31) dan ayat paralel di Matius 19:6-9, tersirat bahwa dalam kehidupan orang Kristen Yahudi pada masa itu banyak terjadi perceraian, perzinahan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Mereka masih mengikuti ketentuan Musa yang mengijinkan perceraian dan mengeluarkan surat cerai. Tetapi Yesus meluruskan bahwa itu terjadi karena ketegaran hati orang Israel, bukan keinginan Musa dan bukan kehendak Allah.   
§  Hukuman Yahudi untuk perzinahan adalah dirajam sampai mati.                   

e.       Pemahaman dengan perbandingan teks lain
1)  Perbandingan pemakaian kata Yunani yang sama di bagian lain.
§  apoluw dipakai sebanyak 66x, antara lain di:
-        Mat. 19:39 à Yesus menyuruh orang banyak itu pulang.
-        Mrk. 10:2 à “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?”
-        Luk. 16:18 à Setiap orang yang menceraikan istrinya,
-        Luk. 23:25 à ia melepaskan orang yang dimasukkan ke dalam penjara
-        Yoh. 18:39 à aku membebaskan seorang bagimu,
§  porneia dipakai sebanyak 25x, antara lain di:
-        Mat. 15:19 à pembunuhan, perzinahan, percabulan
-        Yoh. 8:41 à “Kami tidak dilahirkan dari zinah (dalam arti rohani murtad dari Allah dan bisa juga sindiran perihal kehamilan Maria di luar pernikahan yang sah)
-        Kis. 15:29 à yang mati dicekik dan dari percabulan (dalam pengertian umum mengenai pelanggaran hukum perkawinan Yahudi dalam Im. 18).
-        1 Kor. 6:18 à Jauhkanlah dirimu dari percabulan!
-        Gal. 5:19 à perbuatan daging telah nyata, yaitu percabulan, kecemaran,
§  moicaw dipakai sebanyak 4x dan moiceuw dipakai sebanyak 15x, antara lain di:
-        Mat. 19:9 à kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
-        Mrk. 10:12 à dan kawin dengan laki-laik lain, ia berbuat zinah.”
-        Luk. 16:18 à barang siapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”
-        Rom. 13:19 à jangan berzinah, jangan membunuh,
-        Yak. 2:11 à Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”,
-        Why. 2:22 à mereka yang berbuat zinah dengan dia

C. ANALISA PENAFSIRAN

Dari penggalian yang dilakukan mulai dari pengamatan secara literal, gramatikal, kontekstual, historikal, dan perbandingan dengan teks pada bagian lain, maka penulis membuat penafsiran sebagai berikut:
Allah tidak pernah menghendaki perceraian, bahkan melarangnya. Pada zaman Musa, perceraian diijinkan karena kekerasan hati umat Israel. Orang sangat mudah bercerai dengan berbagai alasan. Kondisi seperti ini juga masih terjadi pada zaman Yesus. Selain banyaknya perceraian, kehidupan moral orang Yahudi juga sangat merosot. Banyak yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah, laki-laki pergi ke tempat pelacuran, sampai pada hubungan yang tidak wajar seperti incest, kejahatan seksual dan sebagainya. Intinya, mereka melakukan percabulan dan hidup dalam perzinahan. Yesus kembali mengingatkan umat pada kehendak Allah yang sesungguhnya, yaitu laki-laki tidak boleh menceraikan istrinya, dengan alasan apapun. Pada masa itu dalam hukum Yahudi, orang yang kedapatan berzinah akan mendapat hukuman “dirajam sampai mati”. Maka frase “kecuali karena zinah” tidak dapat diartikan sebagai alasan seseorang dapat bercerai. Seorang yang berzinah pada masa itu sudah pasti akan dihukum mati, maka Matius membuat perkecualian dalam arti bahwa orang yang dimaksud itu tidak perlu dikenai aturan lagi karena dia sudah terhukum dan mati.
Perzinahan sendiri memiliki arti yang luas. Setidaknya ada tiga arti. Pertama, perzinahan di luar pernikahan. Kedua, perzinahan yang dilakukan setelah menikah. Ketiga, hubungan seksual yang tidak wajar.
Jika kita mengambil arti yang pertama, perzinahan yang dilakukan di luar pernikahan, maka sesungguhnya Yesus melarang manusia menceraikan pernikahan yang sah. Hanya pernikahan yang tidak sah yang boleh diceraikan. Ini sejalan dengan ayat yang tertulis pada Matius 19:6 dan Mrk. 10:9. Makna kata menceraikan pada kalimat pertama, itu menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung pada saat itu. Maka penulis menafsirkan bahwa Yesus mengijinkan perceraian dengan perkecualian hanya berlaku pada masa itu saja, untuk menyelesaikan masalah-masalah perceraian dan perzinahan yang sedang terjadi. Yesus tidak menghendaki hal itu terulang lagi di masa sesudahnya.
Jika kita mengambil arti yang kedua dan ketiga, yaitu perzinahan dalam pernikahan yang sah, maka penafsirannya adalah: Yesus mengijinkan perceraian jika terjadi perzinahan, namun bukan sembarang perzinahan. porneia memiliki arti yang lebih dalam. Perzinahan di sini meliputi percabulan, hubungan yang tidak wajar, kejahatan seksual, dan berbagai macam jenis perzinahan seperti yang ditulis dalam Imamat pasal 18. Maka jika ada istri yang selingkuh dengan laki-laki lain, tidak dapat dengan mudah diceraikan suaminya begitu saja karena bukan tergolong zinah dalam arti porneia.
Kalimat yang kedua (ayat 32b; siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah), dalam bahasa Yunani, kata “perempuan” di sini tidak menunjuk pada perempuan yang ditulis pada kalimat pertama (ayat 32a). Kalimat pertama tidak berhubungan langsung dengan kalimat kedua, jadi perceraian yang dimaksud adalah perceraian dari pernikahan yang sah dan tidak ada perkecualian. Pernyataan ini berlaku universal, maka penulis menafsirkan bahwa Tuhan Yesus melarang pernikahan kedua. Setiap orang yang bercerai dengan suami, dia tidak boleh menikah dengan orang lain. Jika dia menikah lagi, maka dia hidup dalam perzinahan. Penafsiran ini sejalan dengan yang ditulis dalam Markus 10:12 dan Lukas 16:18.



D. KESIMPULAN

Dari penggalian terhadap Matius 5:32 dapat diambil kesimpulan, telah terdapat dua penafsiran. Penafsiran pertama, Tuhan melarang perceraian. Penafsiran kedua, Tuhan mengijinkan perceraian karena sesuatu hal, namun Tuhan melarang pernikahan kedua. Penulis memilih penafsiran yang pertama, yaitu Tuhan melarang perceraian. Tidak ada alasan apapun untuk dapat menceraikan pernikahan yang diteguhkan dan diberkati Tuhan. Namun jika pembaca setuju dengan penafsiran kedua, sebaiknya mengingat satu hal yang ditulis di bagian lain (Mat. 19:6; Mrk. 10:9), yaitu bahwa Tuhan tidak menghendaki perceraian atas pernikahan yang sah di Gereja. Apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. Meskipun Tuhan mengijinkan perceraian, tentunya lebih baik kita mengikuti apa yang dikehendaki-Nya. Sama halnya dengan memilih apa yang mau kita perbuat di dalam kebebasan yang Tuhan berikan. Tuhan mengijinkan kita melakukan apa saja. Banyak pilihan di hadapan kita. Marilah kita memilih untuk melakukan apa yang dikehendaki Tuhan karena itulah yang terbaik bagi kemuliaan-Nya.

REFERENSI

______, Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid-3, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006.

Budi Asali, M.Div, Pdt. Naskah Eksposisi Injil Matius, ________

Ferdinan K. Suawa, Dr., M.A. Memahami Gramatika Dasar Bahasa Yunani Koine, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2009.

Hasan Sutanto, Pdt., D.Th., Perjanjian Baru Iinterlinear dan Konkordansi (PBIK) -Jilid 1dan 2, LAI, 2006.

LAI, Alkitab, _____

Robert Young, LL. D. Analytical Concordance to The Bible, Eerdmans Publishing Company, Michigan, 1985.





[1] Barclay: “It is now that we are face to face with one of the most real and most acute difficulties in the New Testament. ... The difficulty is - and there is no escaping it - that Mark and Matthew report the words of Jesus differently. ... both Mark and Luke make the prohibition of divorce absolute; with them there are no exceptions whatsoever. But Matthew has one saving clause - divorce is permitted on the ground of adultery. ... In the last analysis we must choose between Matthew’s version of this saying and that of Mark and Luke. We think there is little doubt that the version of Mark and Luke is right. ... Matthew’s saving clause is a later interpretation inserted in the light of the practice of the Church when he wrote” (Pdt. Budi Asali, M.Div, Naskah Eksposisi Injil Matius, hal 5)
[2] Matthew Poole: “He (Jesus) here opposeth the Pharisees in two points. 1. Asserting that all divorces are unlawful except in case of adultery. 2. Asserting that whosoever married her that was put away committed adultery” (Pdt. Budi Asali, M.Div, Naskah Eksposisi Injil Matius, hal 15).
[3] John Murray tentang Mat 19:9: “Matthew informs us of two things: (a) a man may put away his wife for adultery; (b) he may marry another when such divorce is consummated” – (‘Marriage, Divorce and Remarriage in The Bible’, hal 52).

[4] Pdt. Hasan Sutanto, D.Th., PBIK -Jilid 1, LAI, 2006.
[5] Dr. Ferdinan K. Suawa, M.A. Memahami Gramatika Dasar Bahasa Yunani Koine, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2009.
[6]  Ibid.
[7]  Robert Young, LL. D. Analytical Concordance to The Bible, Eerdmans Publishing Company, Michigan, 1985.
[8]  Dr. Ferdinan K, ___.
[9] Robert Young, L. D, ___.
[10] Pdt. Hasan Sutanto, D.Th., PBIK -Jilid 2, LAI, 2006.
[11] Ibid, hal 104
[12] Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid-3, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006, hal 73.
[13] Ibid, hal 60.
[14] Ibid, hal 123 dan 188