“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Selasa, 21 Desember 2010

DASAR MEMBANGUN KEHIDUPAN ORANG KRISTEN

Oleh: Niken Nababan
Disajikan dalam tugas presentasi mata kuliah Teologi Perumpamaan Yesus, 
STTNI Yogyakarta Program Studi Magister Teologi.
Dosen: Robert D. McCroskey, Ph.D.

Eksposisi Matius 7:24-27 dan Lukas 6:47-49
PERUMPAMAAN DUA DASAR

A. PERBANDINGAN AYAT

1. Perbandingan perumpamaan
(Perbandingan cara mendirikan rumah)

Matius

Cara mendirikan rumah pertama:
• Mendirikan rumah di atas batu.
• Akibat saat datang musibah: rumah tidak rubuh.
Cara mendirikan rumah kedua:
• Mendirikan rumah di atas pasir
• Akibat saat datang musibah: rumah rubuh dan hebat kerusakannya.

Bentuk musibah yang datang: hujan, banjir, dan angin.

Lukas

Cara mendirikan rumah pertama:
• Menggali lebih dulu dalam-dalam lalu meletakkan dasarnya di atas batu.
• Akibat saat datang musibah: rumah kokoh dan tidak dapat digoyahkan
Cara mendirikan rumah kedua:
• Mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar
• Akibat saat datang musibah: rumah rubuh dan hebat kerusakannya.

Bentuk musibah yang datang: air bah dan banjir

2. Perbandingan Penjelasan Perumpamaan
(Perbandingan tentang dua kriteria pembangun rumah)

Matius

a) Orang yang mendengar perkataan Yesus dan melakukannya, sama dengan orang yang bijaksana.
b) Orang yang mendengar perkataan Yesus dan tidak melakukannya, sama dengan orang yang bodoh.

Lukas

a) Orang yang datang kepada Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya serta melakukannya.
b) Orang yang mendengar perkataan Yesus tetapi tidak melakukannya.


B. LATAR BELAKANG

1. Pada zaman Yesus, rumah-rumah di pedesaan biasanya dibangun dari lumpur yang mengeras. Pencuri bisa melubangi tembok rumah semacam itu karena terbuat dari bahan yang rapuh (Matius 6:19).

2. Di Israel cuaca dapat berubah dengan cepat. Selama musim panas yang sering terjadi sangat lama, sungai-sungai banyak yang kering. Di musim dingin, hujan lebat membuat sungai kering bisa berubah menjadi aliran air yang sangat deras dan kadang-kadang merubah daratan secara drastis. Di padang gurunpun bisa terjadi banjir yang menyapu bersih perkemahan, menghilangkan nyawa manusia dan ternak.

3. Saat musim kering, orang-orang yang berdiam di lembah mengambil kesempatan bercocok tanam di tepi-tepi sungai, bahkan mendirikan pondok-pondok di situ, di atas tanah pasir. Mereka hanya memikirkan hasil yang akan mereka peroleh, tanpa memikirkan bahaya yang akan mereka alami jika sewaktu-waktu datang hujan.

4. Perumpamaan ini adalah penutup khotbah di bukit (Mat. 7:28; 8:1).

5. Matius menulis untuk pembaca bangsa Yahudi yang tinggal di Israel. Teknik-teknik pembangunan sebagaimana yang ditulis Matius dalam perumpamaan ini mudah dipahami. Matius menulis tentang hujan yang turun, aliran yang naik, dan angin yang bertiup.

6. Lukas menulis untuk bangsa Yunani dan Helenis. Jadi Lukas mengganti prosedur cara membangun yang berbeda dengan cara membangun di Israel. Tukang bangunan menggali fondasi rumah dalam-dalam dan meletakkannya di atas batu karang. Lukas menunjukkan adanya banjir yang datang dan aliran air yang deras.

7. Orang yang mendengar perumpamaan ini sangat mudah mengerti maksudnya karena merupakan kejadian yang sering mereka lihat maupun mereka alami.

8. Matius memunculkan perbandingan antara orang bijaksana yang membangun di atas batu dan orang bodoh yang membangun di atas pasir. Lukas menekankan pada dasar untuk membangun. Kedua bagian diawali dengan pernyataan (teguran) Yesus mengenai orang-orang yang pandai berseru ‘Tuhan’ tetapi tidak melakukan perkataan-Nya. Fokus pelajaran dari perumpamaan ini adalah mengenai ‘dasar untuk membangun’.

C. PERSOALAN

1. Tuhan menegur orang-orang yang menyerukan nama Tuhan tetapi tidak melakukan apa yang dikatakan Tuhan. Mengapa Yesus menyatakannya sebagai penutup khotbah-Nya? Apakah hal itu merupakan kesimpulan dari pengajaran-Nya pada hari itu?

2. Terjadi musibah banjir yang menyebabkan kerusakan hebat pada rumah jika rumah dibangun di atas pasir. Sebaliknya rumah tetap kokoh jika dibangun di atas batu. Mengapa orang tetap membangun rumah di atas pasir jika sudah tahu akan rusak jika datang banjir? Apakah mereka memang orang yang bodoh dan malas? Ataukah karena mereka orang yang miskin?

D. AJARAN PERUMPAMAAN

1. Hujan, angin dan banjir

a. Musibah banjir yang sering terjadi di Palestina, bisa menyebabkan kerusakan hebat pada bangunan rumah, bahkan meruntuhkannya. Namun jika fondasi rumah itu kokoh (fondasinya adalah batu) maka rumah itu tidak akan goyah, rusak atau runtuh.

b. Musibah alam ini menggambarkan berbagai masalah yang sering dihadapi manusia. Ketika dihadapkan dengan berbagai masalah hidup yang berat, orang Kristen tidak akan goyah imannya jika dia mempunyai dasar yang kokoh pada saat membangun kehidupannya. Dasar yang kokoh agar tahan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan adalah datang kepada Yesus, mendengar perkataan-Nya serta melakukannya. (Mat 7:24; Luk 6:47). Masalah yang dihadapi dapat merupakan cobaan dari iblis; atau karena kesalahan yang kita buat; atau karena Tuhan mau menguji iman kita dengan membiarkan kita menghadapi berbagai masalah.

2. Pembangun yang bijaksana

a. Batu adalah fondasi yang keras dan kuat. Rumah yang dibangun di atasnya tidak mudah goyah pada saat datang banjir atau angin.

b. Lukas menggambarkan caranya membangun adalah dengan menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu karang. Tidak disinggung secara jelas soal tempat yang digali itu, apakah itu berupa tanah atau batu karang itu sendiri. Jika tanah, tentunya yang dimaksud adalah tanah keras yang di dalamnya ada batu karang. Kemungkinan lain, yang digali adalah batu karang itu sendiri. Apapun itu, menggali adalah pekerjaan yang berat, terlebih jika yang digali adalah batu. Berat, sulit, memakan waktu yang lama, membutuhkan tenaga yang besar dan harus mau bekerja keras serta pantang menyerah jika ingin berhasil.

c. Pembangun rumah ini memikirkan tujuan jangka panjang. Dia memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu akan datang hujan, angin dan banjir, yang dapat merobohkan rumah jika rumah tidak kokoh. Maka ia harus membangun rumah di atas batu supaya rumah itu kokoh. Meskipun memerlukan waktu yang lama, tetap akan ditempuhnya karena ia mau memakai rumah itu untuk jangka waktu yang lama. Apa yang telah dikorbankannya tidak akan sia-sia.

d. Matius menyebutnya sebagai orang yang bijaksana, karena ia mendengar perkataan Yesus dan melakukannya. Orang yang melakukan perkataan Yesus sama dengan melakukan kehendak Bapa, dan dialah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 7:21). Lukas menulis, orang seperti ini adalah orang yang datang kepada Yesus dan mendengarkan perkataan Yesus serta melakukannya (Luk 6:46).

e. Dasar yang kuat untuk membangun kehidupan adalah datang kepada Yesus, mendengarkan firman-Nya dan melakukannya. Kehidupan akan menjadi kuat, tidak akan mudah goyah imannya, dan siap setiap saat menghadapi berbagai persoalan yang berat. Hasilnya adalah keselamatan.

3. Pembangun yang bodoh

a. Matius menulis tentang membangun rumah di atas pasir, sedangkan Lukas, membangun di atas tanah tanpa dasar. Sifat pasir adalah: mudah digali, mudah tergerus air, dan mudah bergeser karena angin. Karena sifat-sifatnya ini, maka jika membangun rumah di atas pasir rumah tersebut tidak akan kokoh, melainkan mudah rusak bahkan runtuh saat dilanda banjir atau diterpa angin yang kuat. Demikian pula jika membangun di atas tanah tanpa dasar. Sifat tanah juga mudah tergerus air, sehingga jika rumah dibangun tanpa fondasi batu, rumah itu akan runtuh di saat banjir.

b. Membangun rumah di atas pasir menunjukkan pekerjaan yang sembarangan, tidak mau repot mencari lokasi yang aman. Membangun rumah tanpa dasar menunjukkan tidak mau melakukan pekerjaan yang berat dan sukar. Pembangun rumah ini tidak memikirkan tujuan jangka panjang. Dia hanya berpikir pendek, menginginkan rumah segera jadi, segera bisa ditempati, menggunakan cara yang mudah, tidak mau bekerja keras dan tidak mau melakukan hal-hal yang sukar. Dia tidak memperhitungkan adanya musibah yang akan datang. Pada saat datang hujan dan banjir, rumah itupun akan roboh karena fondasinya tidak kokoh. Apa yang telah dikorbankannya pada akhirnya menjadi sia-sia.

c. Matius menyebut orang ini adalah orang yang bodoh. Kedua Injil menulis bahwa orang ini adalah orang yang berseru kepada Yesus, mendengar perkataan Yesus tapi tidak melakukannya. (Mat 7:26; Luk 6:46, 49).

d. Orang yang datang kepada Yesus tetapi tidak mau mendengarkan perkataan-Nya, apalagi melakukan-Nya, akan menghasilkan kehidupan yang lemah, tidak siap jika tiba-tiba datang persoalan berat, dan tidak mampu mengatasinya. Hasilnya adalah kehancuran.

• Perbedaan kedua rumah itu terletak pada dasarnya. Dilihat dari luar mungkin tampak sama baik dan indah, namun berbeda dalam hal kekuatan dan kualitasnya. Ini hanya bisa dilihat jika kita menyelidiki dengan membongkar lantainya, atau setelah rumah itu roboh.


E. APLIKASI

1. Hujan, angin dan banjir

a. Kita, orang Kristen, sering menghadapi berbagai masalah yang berat, yang datang dari luar. Masalah keluarga, ekonomi, tekanan-tekanan dari masyarakat non Kristen, godaan iblis, dan lain sebagainya.

b. Masalah kadang-kadang datang secara tiba-tiba atau di luar rencana kita, bahkan di luar kemampuan kita dapat memikirkannya.

c. Kita harus selalu siap menghadapi berbagai masalah yang datang.

2. Pembangun yang bijaksana

a. Membangun rumah diartikan sebagai membangun kehidupan. Setiap orang percaya yang mengalami lahir baru maka ia mulai membangun kehidupan yang baru (2 Kor 5:17).

b. Supaya kehidupan ini kuat maka harus dibangun di atas dasar yang kokoh. Yesus menyebut dasar ini adalah batu karang. Apa yang diwakili oleh batu karang? Paulus menyatakan bahwa batu karang yang menjadi landasan bangunan kehidupan ini adalah Kristus. Jika kita membangun kehidupan di atas Kristus, kita akan memiliki kehidupan yang kokoh, dan kita akan aman serta selamat. Apa arti membangun di atas Kristus? Artinya, seluruh kehidupan kita bergantung sepenuhnya kepada Kristus. Seluruh bangunan kehidupan kita bertumpu sepenuhnya kepada Kristus sebagai landasan hidup kita. Rumah yang kita bangunpun seharusnya menggunakan bahan yang terbaik, seperti emas dan perak. Kita harus memberikan yang terbaik dari diri kita di dalam membangun kehidupan kita. Kristus akan menopang kita dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan dan memampukan kita melewati ujian sehingga kita tetap kokoh dan memperoleh keselamatan kekal (1 Kor 3:10-14).

c. Lukas menulis tentang ‘menggali dalam-dalam’. Hal ini bukan saja hanya diartikan sebagai bekerja keras, namun juga dapat diartikan ‘menggali sampai ke dalam Kristus’. Seharusnya kita membangun hubungan yang dalam dengan Kristus.

d. Hidup kita setiap hari harus bergerak ke arah Kristus. Jika kita telah membangun hubungan yang kokoh dengan Tuhan, rumah kita bukan sekedar berdiri di atas batu, tetapi ia tertanam di batu itu. Paulus menyebutnya sebagai “berakar di dalam Kristus”. Tuhan menginginkan kita memiliki hubungan yang kuat terikat dengan Kristus, seperti akar yang mencengkeram. Tuhan ingin kita bertambah teguh di dalam iman kepada Kristus dan hati kita melimpah dengan ucapan syukur. (Kol 2:6-7).

e. Kita harus menjadi orang Kristen yang memandang jauh ke depan, bahwa hidup bukan hanya untuk sesaat di dunia ini saja, tetapi sampai kepada kehidupan kekal. Menjadi orang Kristen tidak cukup hanya mendengarkan firman-Nya saja tetapi harus menjadikan firman itu hidup dalam diri kita dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

f. Kita perlu merenungkan hal-hal yang kita lakukan setiap hari:
• Berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk merenungkan firman Allah?
• Berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk mengenal Allah?
• Sudahkah kita melakukan kehendak Allah?
• Sudahkah kita benar-benar hidup di dalam Kristus?
• Sudahkah kita mengandalkan Kristus sepenuhnya untuk menopang kehidupan kita?

3. Pembangun yang bodoh

a. Orang yang bodoh membangun kehidupannya di atas ‘dunia’, misalnya: harta, kekuasaan, kekasih, kehormatan, dll. Semua hal dunia ini sifatnya tidak tetap, seperti pasir, yang mudah bergeser. Bagaimana jika datang persoalan? Kedua Injil dengan jelas menuliskan, hasilnya adalah kehancuran. Jika kita mengandalkan ‘dunia’ ini sebagai landasan kehidupan kita, maka yang akan kita dapat adalah kehidupan yang lemah, mudah terseret arus yang jahat, dan pada akhirnya hidup kita menjadi hancur.

b. Orang ini membangun kehidupannya dengan asal-asalan karena ia berpikir hidup hanya untuk hari ini saja. Dia hanya memikirkan tujuan jangka pendek dan tidak ingin bersusah payah membangun hubungan yang dalam dengan Kristus. Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk jenis orang yang berkata, “Marilah kita makan dan minum sebab besok kita mati. Hari inilah milik kita jadi mari kita nikmati selagi sempat?”. Jika ya, maka kita akan menjadi orang yang lemah imannya tidak akan siap jika tiba-tiba datang persoalan yang berat. Pastilah hidup kita akan hancur. Meskipun kita tetap memperoleh keselamatan karena kita percaya kepada Yesus, tetapi seperti di dalam api (1 Kor 3:15). Dalam buku Tafsiran Alkitab Masa Kini ditulis, bahwa meskipun dia selamat tetapi upahnya tidak akan sama besarnya dengan orang yang memberikan apa yang terbaik dari dirinya di dalam membangun kehidupan bersama Kristus.

c. Orang yang rumahnya tersapu banjir akan sangat menyesal. Jika kita tidak ingin menyesal maka kita tidak boleh berbuat seperti pembangun yang bodoh ini. Ketika kita selamat dari banjir, hendaknya kita bukan sekedar selamat saja, yaitu tidak memiliki apa-apa lagi selain hanya tangan kosong. Kita akan tetap selamat namun dengan menyesali kelalaian kita yang tidak membangun untuk masa depan. Mari kita pikirkan hal ini, bagaimana jika kita selamat dari banjir dan harus menghadap Allah dengan tangan hampa? Sama halnya dengan orang yang berseru kepada Tuhan tetapi tidak melakukan kehendak Bapa di sorga (Mat 7:21). Dan hasilnya adalah, Tuhan tidak mengenal kita dan mengusir kita dari hadapan-Nya, karena kita tidak pernah mau berusaha membangun hubungan yang dalam dengan Kristus (Mat 7:23).

d. Kita sering mengatakan bahwa kita percaya kepada Kristus. Tetapi sudahkah kita melakukan firman-Nya? Berbuat tidak semudah mengatakannya. Mungkin harus kita akui bahwa sangat sulit untuk mempraktekkan firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun jika kita benar-benar mengandalkan Kristus sebagai landasan hidup kita dan kita setiap hari mau berusaha keras membangun hubungan yang dalam dengan Kristus, maka Dia akan menolong kita untuk dapat melakukan kehendak-Nya. Niscaya kita akan mampu menahan badai kehidupan yang menerpa kita dan menerima upah yang indah karena kita berhasil melewati ujian.


REFERENSI

______________, Alkitab, LAI, Jakarta, 2002.
_____________, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius – Wahyu, Yayasan Komunikasi Bina Kasih OMF, Jakarta, Cet. 14, 2006.
______________, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini-jilid 1, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, cet.7, 2002.
Bevere, John, Dasar yang Teguh, Artikel, Weekly Newsletter, Google Blog, 18 Juli 2009.
Blomberg, Craig L., Interpreting the Parables, Intervarsity Press, Downers Grove, Illinois, 1990
Budiono, Paulus, Berseru Nama Tuhan dan Melakukan Firman-Nya adalah Dasar yang Teguh, Artikel, Google Blog, 21 Juni 2009.
Chang, Eric, Dua Macam Dasar, Catatan Khotbah, Google Blog, Montreal, 22 Mei 1977.
Jaffray, R. A., Dr., Perumpamaan Tuhan Yesus-jilid 1, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, cet.8, 2000.
Kistemaker, Simon J., Perumpamaan-Perumpamaan Yesus, Literatur SAAT, Malang, Cet. 3, 2007.







Sabtu, 30 Oktober 2010

KALEB: ORANG YANG TEGUH MEMPERTAHANKAN PRINSIP

KALEB: ORANG YANG TEGUH MEMPERTAHANKAN PRINSIP
Oleh: Niken Nababan

RIWAYAT HIDUP KALEB

Kaleb hidup pada masa Keluaran, kira-kira 400-450 tahun setelah Yakub dan putra-putranya pergi ke Mesir untuk menyelamatkan diri dari bahaya kelaparan di Kanaan. Selama periode ini, melalui Musa, Allah membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir dan memimpin mereka melewati padang gurun untuk memiliki tanah Kanaan, tanah yang telah dijanjikan Allah kepada Abraham dan keturunannya berabad-abad sebelumnya. Kita mengenal Kaleb untuk pertama kalinya ketika bangsa Israel sampai di perbatasan Kanaan. Riwayat hidup Kaleb ditulis di kitab Bilangan 13, Bilangan 14, Bilangan 32, Ulangan 1, Yosua 14-15. Kaleb adalah orang Kenas, putra ketiga Hezron, anak Peres, adik bungsu Yerahmeel (1 Taw 2:9). Kaleb adalah pemimpin Yehuda, merupakan salah satu dari dua belas pengintai yang diutus Musa untuk mengintai tanah Kanaan. Waktu itu Kaleb berumur 40 tahun. Diceritakan di Bilangan 13:17-33, saat itu bangsa Israel berkemah di padang gurun Paran, Musa mengutus dua belas pengintai pergi ke tanah Kanaan, -yang jauhnya kira-kira 120 km dari padang gurun Paran-, untuk menyelidiki segala sesuatu tentang Kanaan, yaitu keadaan tanahnya, penduduknya dan bentuk kotanya. Pada masa itu sedang musim panen anggur kira-kira akhir bulan Juli. Mereka pulang dari tugas pengintaian dengan membawa setandan buah anggur, delima dan ara, sebagai bukti bahwa Kanaan adalah negeri yang subur dan makmur. Kota-kotanya besar, berkubu/berbenteng, dengan luas antara 2,5ha - 10 ha. Penduduknya terdiri dari campuran berbagai suku, yaitu suku keturunan Enak, Amalek, Het, Yebus, Amori, dan Kanaan. Orang-orang Enak berperawakan tinggi, kuat dan raksasa. Sekembalinya dari Kanaan, mereka memberikan laporan yang sama dengan respon yang berbeda mengenai Kanaan.

Laporan pertama, sepuluh pengintai mengatakan bahwa Kanaan memang negeri yang berlimpah susu dan madunya, dan respon mereka, "Tetapi orangnya besar-besar dan suka memakan orang. Kita tidak dapat maju. Kita tidak mungkin mengalahkan mereka!" (Bil 13:31-33)

Laporan kedua, Kaleb dan Yosua mengatakan hal yang sama, yaitu Kanaan yang berlimpah susu dan madunya, serta dihuni oleh orang Enak yang besar-besar dan kuat, tetapi respon Kaleb, "Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya"(Bilangan 14:30). Dengan sikap imannya ini Kaleb menjadi salah satu yang diijinkan Tuhan masuk Kanaan Tuhan menjanjikan bahwa Kaleb dan anak-anaknya akan melihat dan mendapatkan negeri yang dijanjikan Allah (Ulangan 1:34-36).

Akhirnya pada umur 85 tahun Kaleb memperoleh tanah pegunungan yang dijanjikan Tuhan, yaitu Hebron, menjadi tanah milik pusakanya (Yosua 14:6-15). Bahkan Kaleb juga mendapatkan tanah lainnya yaitu Kiryat-Arba dan Debir/Kiryat-Sefer yang direbut oleh Otniel yang kemudian menjadi menantunya (Yosua 15:13-17).

KETELADANAN HIDUP KALEB

Kaleb adalah tokoh yang layak untuk dipelajari karena banyak sifat dan sikap positif yang pantas untuk kita teladani.

1. Iman yang teguh kepada Tuhan.

Keteguhan iman Kaleb terlihat dari sikap dan kata-katanya. la mengoyakkan pakaiannya sebagai tanda tunduk dan takut kepada Tuhan dan berkata, "Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka la akan membawa kita masuk ke negeri itu .... " (Bilangan 14:6-9). Iman inilah yang memampukan Kaleb bersikap optimis dan berani mengambil sikap yang berbeda dengan sepuluh pengintai lainnya meskipun nyawanya terancam (Bilangan 14:10). Yaitu bahwa Allah yang mengutus mereka, Allah yang mereka sembah, Allah yang membebaskan mereka dati Mesir, pasti sanggup menolong mereka menghancurkan orang-orang Enak dan merebut tanah Kanaan yang sudah dijanjikan Allah. Inilah iman yang murni, iman yang tidak mempertanyakan ini dan itu, akan tetapi dengan penuh keyakinan percaya bahwa Tuhan yang memberikan tugas pasti sanggup menolong mereka menyelesaikan tugas tersebut. Sungguh suatu keteladanan iman yang tak tergoyahkan bagaimanapun sulit rintangan yang dihadapi.

2. Optimis atau berpikir positif.

Sikap ini ditunjukkan di Bilangan 13:30, di mana dia mengatakan, "Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkan mereka". Sebagai contoh, jika kita melihat gelas yang berisi air setengahnya, pendapat apa yang muncul? Orang yang punya pola pikir positif atau optimis akan mengatakan sebagai gelas setengah penuh, sebaliknya orang yang punya pola pikir negatif atau pesimis akan melihatnya setengah kosong. Dua belas orang mengarah pada satu tempat yang sama selama 40 hari, kesimpulan akhir yang didapat berbeda bahkan bertolak belakang. Sayangnya suara terbanyak yang pesimislah yang didengar, akibatnya adalah sebuah keputusan fatal, yang membuat mereka harus berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun sebelum akhirnya bisa memasuki Kanaan. Sikap optimis Kaleb menimbulkan akibat yang sangat baik bagi dirinya. Sikap optimis memberikan kekuatan dan motivasi untuk mencapai tujuan.

3. Berani mempertahankan prinsip kebenaran.

Iman yang dimiliki Kaleb mampu mengalahkan ketakutannya pada penduduk Kanaan yang berperawakan raksasa. Kaleb juga berani melawan bangsa Israel yang mengancam hendak melontarinya dengan batu. Meskipun nyawanya terancam, Kaleb berani melawan pendapat mayoritas dan dengan sekuat tenaga mempertahankan pendapatnya karena dia yakin akan kebenaran Allah dan perlindungan Allah kepadanya.

4. Tidak bersungut-sungut atau mengeluh.

Setelah mendengar laporan dari pengintai, bangsa Israel bersungut-sungut dan mengeluh berkepanjangan, bahkan menyalahkan Tuhan. Tetapi Kaleb tidak mengeluh karena ia dapat merasakan kasih Tuhan yang selalu menyertai umat semenjak keluar dari Mesir. Kaleb tahu bahwa segala penderitaan yang dialami bangsa Israel disebabkan mereka selalu berontak pada Tuhan sehingga membuat Tuhan murka. Kaleb tahu bahwa jika umat tidak berontak pada Tuhan maka Tuhan akan berkenan dan membawa mereka masuk ke Kanaan. Semua ini juga didasari oleh irnan Kaleb.

5. Mempunyai roh yang berbeda (Bilangan 14:24).

Kata 'roh' dalam bahasa aslinya Ibrani menggunakan kata 'ruwach' yang memiliki banyak definisi. Dalam konteks ayat ini, kata 'roh' dapat didefinisikan sebagai kepribadian dan karakter seorang Kaleb yang berbeda dengan orang lain. Terjemahan NIV menyebutnya 'different spirit' yang dapat diartikan Kaleb mempunyai semangat yang berbeda. Life Application Bible (The Living Bible) menterjemahkan sebagai 'different kind' yang dapat diartikan bahwa Kaleb mempunyai kebaikan hati yang berbeda dari orang lain.

6. Mengikut Tuhan dengan sepenuhnya (Bilangan 14:24).

Kaleb memiliki kesetiaan dalam mengikut Tuhan. NIV menterjemahkan sebagai, 'he follows Lord wholeheartedly' yang diartikan sebagai: mengikut Tuhan dengan sepenuh hati, tulus ikhlas dan sungguh-sungguh. Bayangkan ketika diri kita sedang jatuh cinta pada seseorang, maka kehidupan kita dipenuhi oleh sebuah energi yang sangat luar biasa untuk menyenangkan orang yang kita cintai tanpa mengharapkan balasan. Apalagi ketika orang yang kita cintai menyambut cinta kita. Seperti itulah kira-kira kesungguhan Kaleb dalam mengikut Tuhannya. Cintanya pada Tuhan membuatnya mempunyai loyalitas yang tinggi.

7. Mempunyai sifat melindungi dan peduli pada bangsanya (Bilangan 13:30; 14:1-9).

Sifat ini ditunjukkan saat Kaleb secara spontan mencoba menentramkan hati bangsa Israel yang bergejolak dan gundah karena mendengar laporan buruk dari sepuluh pengintai. Kaleb tidak mau bangsanya terus memberontak kepada Allah dan mendapat hukuman Allah. Kaleb ingin bangsanya bersama-sama dengan dia memiliki tanah perjanjian. Dia tidak memikirkan keselamatannya sendiri tetapi juga memikirkan bangsanya untuk berjuang bersama-sama menuju ke arah yang lebih baik seperti yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa Israel. Dalam peristiwa ini sifat kepemimpinannya juga terlihat menonjol dibanding para pengintai lainnya.

8. Tegas dan teguh pada komitmen.

Kaleb mempunyai sifat tegas dan teguh pada komitmennya untuk mengikut Tuhan dengan sepenuh hati. Dia telah berkomitmen untuk menjalankan tugas yang diberikan kepadanya dan dia mau menjalankan tugas itu sampai selesai. Kaleb percaya bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya kepada bangsa Israel.

9. Mental pemenang dan semangat yang tinggi.

Kaleb mempunyai mental pemenang. Mental ini dibangun oleh sikap optimisnya yang didasari oleh irnan yang kokoh. Keyakinan Kaleb bahwa bangsa Israel akan bisa mengalahkan orang-orang perkasa dan merebut tanah Kanaan, menunjukkan bahwa Kaleb punya mental pemenang atau juara sebelum maju berperang. Meskipun harus berjuang selama puluhan tahun untuk memasuki Kanaan, mentalnya tetap kuat. Saat ia berusia 85 tahun, kekuatan dan semangatnya masih sarna seperti saat ia berusia 40 tahun. Tidak ada kata menyerah dalam hidupnya. Semua ini karena pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya.

HAL-HAL NEGATIF DALAM KEHIDUPAN KALEB

Sepanjang yang ditulis dalam Alkitab, tidak ditemukan adanya hal-hal negatif dalam hidup Kaleb. Kaleb hidup dengan benar dan taat kepada Tuhan.


PRINSIP ATAU PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL DARI TOKOH KALEB

1. Iman yang teguh memampukan kita menghadapi berbagai masalah kehidupan.

Iman Kaleb kepada Tuhan telah memampukan Kaleb untuk melawan pendapat mayoritas. Yaitu bahwa Allah yang mengutus mereka, Allah yang mereka sembah, Allah yang membebaskan mereka dari Mesir, sanggup menolong mereka menghancurkan orang-orang Enak dan merebut tanah Kanaan yang sudah dijanjikan itu. Inilah iman yang murni, iman yang tidak mempertanyakan ini dan itu, akan tetapi dengan penuh keyakinan percaya bahwa Tuhan yang memberikan tugas sanggup menolong mereka menyelesaikan tugas yang diberikan, bagaimanapun sulitnya 'badai' yang ada di Kanaan, dan Allah akan memberikan tanah yang sudah dijanjikan itu. Sungguh suatu teladan dari iman yang tak tergoyahkan. Hal ini mengajarkan pada kita bahwa di dalam menghadapi situasi negara kita saat ini yang serba sulit, di mana orang-orang saling menyikut dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, kita seharusnya meniru keteguhan iman Kaleb. Jangan patah semangat, jangan takut, tetapi tetap berusaha di dalam iman kepada Allah bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya untuk menyediakan segala keperluan kita, menopang kita dalam menghadapi badai hidup, dan akan memberikan mahkota kehidupan kepada barang siapa yang tahan uji.

2. Tuhan memelihara kehidupan orang yang setia mengikut Tuhan dengan sepenuh hati.

Iman Kaleb adalah iman yang hidup, yang dinamis, yang dia nyatakan dalam kehidupannya, yaitu mengikut Tuhan dengan sepenuhnya. Kaleb memiliki kesetiaan yang besar dalam mengikut Tuhan sehingga dirinya memperoleh banyak berkat dari Allah dan Allah berkenan memelihara hidupnya dan seluruh keturunannya sampai akhir hidupnya dan Allah memberikan apa yang sudah dijanjikan-Nya. Jika kita ingin menikmati janji Allah, yaitu kehidupan yang dipelihara Allah dalam kasih setia-Nya dan dipenuhi suka cita sorgawi, maka kita harus setia mengikut Tuhan walaupun harus menghadapi berbagai kesulitan. Kita tidak perlu menghitung berapa lama harus beIjuang, tetapi seumur hidup kita hendaknya setia kepada Allah. Kita jangan memandang beratnya tantangan hidup dengan ukuran manusia, sebaliknya kita juga jangan hanya memandang berkat yang akan diperoleh, tetapi memandang Tuhan dan segala sesuatu dengan ukuran Tuhan, maka Tuhan akan memberikan lebih dari pada yang dapat kita pikirkan atau bayangkan sesuai dengan keperluan kita.

3. Tuhan menyertai orang yang teguh pada komitmen dan mempertahankan prinsip yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.

Pelajaran lain yang kita dapat adalah dalam hal teguh pada komitmen dan berani mempertahankan pendapat yang benar menurut firman Tuhan meskipun kita termasuk dalam kelompok minoritas. Pendapat mayoritas tidak selalu benar, tetapi pendapat minoritaspun belum tentu benar. Yang menjadi ukuran pendapat kita benar atau tidak adalah frrman Tuhan. Jika pendapat kita benar menurut firman Tuhan, maka kita harus bersikap seperti Kaleb yang teguh pada komitmennya mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya dan berani melawan pendapat mayoritas. Betapapun sulitnya kita harus percaya bahwa Allah akan menyertai dan menolong kita menghadapi setiap masalah.

4. Dekat dengan Tuhan membuat kita mempunyai visi hidup yang benar.

Kedekatan hubungan Kaleb dengan Tuhan membuat Kaleb dimampukan untuk memiliki visi hidup yang datangnya dari Allah. Jika kita dekat dengan Tuhan maka Tuhan akan senantiasa menolong kita untuk mampu menentukan tujuan hidup yang benar.

5. Bersikap optimis memotivasi kita untuk terus maju dan tidak mudah menyerah.

Dalam memandang hidup ini kita juga perlu meniru sifat Kaleb yang selalu bersikap optimis atau berpikir positif. Kita jangan hanya memandang masalah yang kita hadapi ataupun berita-berita negatif yang kita lihat dan kita dengar. Berita ini sering hanya akan membawa kita pada kekecewaan, kesedihan, keputus-asaan, depresi dan melemahkan kita. Kita harus belajar untuk selalu mengingat dan melihat anugrah Tuhan yang sudah diberikan kepada kita, serta membiasakan diri untuk membuka mata dan telinga selebar-lebarnya bagi hal-hal positif, hal-hal yang membangun dan semua berita baik. Sikap ini akan membawa kita untuk bergerak maju dan memotivasi kita untuk terus berjuang mencapai tujuan hidup kita. Sikap optimis ini juga akan membangun sikap selalu mengucap syukur dan melakukan segala pekerjaaan kita dengan tidak bersungut-sungut atau mengeluh.

6. Kita harus memberi dampak positif bagi orang lain.

Sikap-sikap Kaleb dalam menjalani kehidupannya berdampak besar bagi seluruh¬ keluarga dan keturunannya. Bukan hanya Kaleb yang dapat menikmati tanah perjanjian, tetapi seluruh keturunannya juga. Sebaliknya sikap yang diambil oleh sepuluh pengintai membawa dampak negatif yang sangat besar pula bagi seluruh keluarga dan keturunannya. Yang mendapat hukuman Tuhan bukan hanya sepuluh pengintai itu tetapi juga seluruh keturunannya. Maka kita harus selalu memohon hikmat Allah di dalam bersikap ataupun mengambil keputusan karena segala perbuatan kita dapat berdampak bagi orang lain. Kita harus dapat memberi dampak positif bagi orang lain sebagaimana yang dikehendaki Allah bahwa setiap orang Kristen harus menjadi garam dan terang dunia bagi orang lain di manapun berada.

7. Budaya yang tidak perlu ditiru.

Meskipun tidak ada hal negatif yang ditemukan dalam diri Kaleb sesuai konteks zamannya, namun ada satu hal yang tidak harus kita tiru, yaitu ketika Kaleb memberikan anak perempuannya untuk dijadikan istri oleh siapa saja yang dapat merebut tanah Debir/Kiryat-Sefer. Pada zamannya hal itu adalah biasa, tetapi untuk konteks zaman sekarang, mungkin banyak budaya masyarakat yang tidak dapat lagi menerima hal itu. Tetapi jika ada bangsa tertentu yang masih mempunyai budaya seperti itu dan mereka menjalankannya dengan damai sejahtera, maka kita harus menghargainya juga. Saya pribadi memiliki prinsip bahwa anak adalah manusia yang harus dihargai dan dikasihi sebagaimana Tuhan mengasihinya. Sebagai orang tua sebaiknya kita tidak menjadikan anak sebagai barang hadiah untuk dipertandingkan, atau untuk ditukarkan dengan harta dunia. Anak harus menemukan pasangan hidupnya di dalam perjuangan dan pergumulan doanya sendiri bersama Tuhan, yang kita dukung dengan penuh kasih. Prinsip yang harus kita pegang teguh adalah sungguh-sungguh mengarahkan anak-anak kita untuk mendapatkan pasangan hidup yang seiman (2 Kor. 6:14).


Buku Referensi:

1. “Alkitab”, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Jakarta, 2005.
2. “New International Version Holy Bible”, The Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan, U.S.A, Revised August, 1983.
3. Marilyn Kunz, “Pola Hidup Ilahi”, Perkantas, Jakarta, 1989.
4. “Life Application Bible The Living Bible”, Tyndale House Publishers, Inc. Youth For Christ/USA, Wheaton, Illinois, 1986.
5. “Tafsir Alkitab Masa Kini”, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 2000.
6. “Ensiklopedi Alkitab Masa Kini”, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 2002.
7. Donald C. Stamps, M.A., M.Div. dan J. Wesley Adam, Ph.D., “Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan”, diterjemahkan dari Full Life Study Bible oleh Anthony E. Sorbo dan Clara Sorbo, Penerbit Gandum Mas, Jakarta, 2000.

KESAKSIAN HIDUP SUAMIKU MENGHADAPI GAGAL GINJAL

KESAKSIAN HIDUP SUAMIKU MENGHADAPI PENYAKIT GAGAL GINJAL
Oleh: Niken Nababan

(Tulisan ini dimuat dalam buku berjudul "Mengapa Ada Penderitaan" karya Pdt. Dr. Mangapul Sagala, penerbit: Persekutuan Kristen Antar Universitas, Januari 2011 -- beberapa kisah diperbarui dan ditambahkan pada 12 Nopember 2012)

I. Permulaan sakit.

Tiba-tiba di bulan Oktober 2002, sesaat setelah menyelesaikan makan malamnya, bang Mian tidak bisa menggerakkan tangan kanan dan kaki kanannya. Dia mencoba duduk, ternyata tidak bisa. Waktu kami membantunya untuk dudukpun, dia tidak sanggup bertahan ketika kami lepaskan. Badannya terkulai lemas dan rebah kembali. Ternyata tubuh sebelah kanannya dari bawah leher sampai ujung kaki sudah lumpuh, tidak dapat digerakkan sama sekali, bahkan untuk gerakan kecil sekalipun. Aku berteriak panik dan untuk beberapa saat bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku bersyukur pada saat itu di rumah sedang ramai dengan kedatangan adik-adik kami dengan keluarganya. Mereka adalah Elkan dengan Dian istrinya dan Poltak dengan Tami istrinya.

Setelah tenang, bang Mian minta dipanggilkan ahli pijat refleksi langganan kami. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit. Pukul 21.00 pak Heru Widodo, ahli pijat itu datang dan langsung melakukan terapi. Malam itu aku terus berada di sisinya dan tidak berhenti berdoa dalam hati. Mujizat terjadi. Pagi harinya bang Mian sudah dapat menggerakkan bagian tubuh yang lumpuh, bahkan sudah bisa berjalan dengan kaki terseret. Terapi refleksi kemudian dilanjutkan sampai tiga kali. Hanya dalam tempo satu minggu bang Mian sudah pulih meski masih lemas. Satu bulan kemudian dia benar-benar pulih, bahkan sudah bisa mengendarai sepeda motor. Setelah itu barulah dia memeriksakan diri ke dokter, diketahui ternyata dia sudah kena penyakit hipertensi dan trigliseridnya di atas normal.

Bang Mian orang yang energik, aktif, dan tidak pernah mengeluh atau merasakan sakit di tubuhnya. Pola hidupnya sangat sehat. Banyak minum air putih, lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah, sangat sedikit makan daging, tidak merokok, tidak suka minuman beralkohol. Maka kami heran bagaimana dia bisa terkena hipertensi. Meski sudah pulih, namun sejak saat itu tubuh bang Mian mengalami penurunan kesehatan. Dia mudah capek, sering pusing, dan kadang merasa kehilangan keseimbangan. Obat dari dokter rutin dikonsumsinya. Kondisi yang seperti ini tidak mengurangi semangatnya untuk berkarya. Dia tetap aktif dan bersemangat menjalani kehidupan sebagaimana biasa, tidak ada yang dikuranginya. Sukacita dan rasa syukur tetap terpancar di wajahnya. Sampai akhirnya memasuki bulan Desember 2003 bang Mian mengalami sesak napas yang hebat dan tidak bisa tidur dengan tubuh rebah. Artinya dia harus tidur dengan posisi duduk. Sudah seperti inipun dia tidak mau dibawa ke rumah sakit. Dia hanya mau berdoa saja dengan istri dan anaknya memohon mujizat Tuhan dan kembali terapi pijat refleksi. Setelah satu bulan tidak ada tanda-tanda sembuh, diapun menyerah dan mau pergi ke rumah sakit. Betapa kami semua terkejut dengan hasil pemeriksaan tensi yang mencapai angka 240 per 170, dan bang Mian masih bisa berjalan tanpa merasa pusing. Hari itu juga dia harus opname.

Aku sangat gelisah menunggu hasil pemeriksaan laboratorium karena di awal dokter sudah mengatakan bahwa ada hal yang serius dengan bang Mian dan harus menjalani serangkaian pemeriksaan yang mendetail. Esok harinya dokter menyampaikan hasil pemeriksaan. Diagnosa dokter adalah: fungsi ginjal terganggu, jantung bengkak, luka lambung. Dokter merujuk untuk pergi ke ahli ginjal dan ahli jantung. Dokter juga menyarankan agar melakukan USG di dua laboratorium lain dan melakukan foto nuklir untuk memastikan hasil yang akurat. Semua yang dikatakan dokter kami jalankan.

II. Divonis Gagal Ginjal

Siang itu, di Unit Radiologi R.S. Dr. Sarjito, aku sendirian mengambil hasil foto nuklir, yang terletak di lantai dua. Bang Mian menunggu di ruang tunggu lantai satu. Aku terus menyerukan doa dalam hatiku sambil berjalan menuju ke ruang foto. Aku menguatkan hati dan mempersiapkan diri untuk menerima kabar paling buruk sekalipun meskipun di sisi lain aku berharap bang Mian hanya mengalami sakit ringan. Sampai di ruang foto aku bertemu langsung dengan kepala unit radiology yang kebetulan masih ada hubungan marga dengan bang Mian, pak Petrus Ginting. Dia menjelaskan penyakit bang Mian dengan detail. Meskipun sudah demikian kusiapkan hatiku, tak urung aku sangat syok menerima kesimpulan akhir penyakit bang Mian. Vonisnya: gagal ginjal kronis, tidak bisa disembuhkan. Yang bisa dilakukan hanya bertahan hidup dengan cuci darah rutin seminggu 2 kali. Aku tinggalkan ruang foto itu dengan perasaan yang tak dapat kugambarkan. Seperti mendapatkan sebuah mimpi buruk. Aku merasa tubuhku melayang. Kutahan air mata yang mau tumpah. “Aku harus kuat, aku harus kuat”, begitu hatiku berseru minta kekuatan pada Tuhan. Perlahan kuturuni anak tangga menuju ruang tunggu di lantai satu tempat bang Mian menungguku. “Ya Tuhan, tolong kuatkan aku. Di hadapan bang Mian aku tidak boleh menangis agar kami sama-sama sanggup menghadapi cobaan ini”.

Aku terus berdoa dan menguatkan hatiku. Kujumpai bang Mian dengan senyum yang sudah kupasang dari jauh agar dia tidak menangkap kegelisahanku. Namun sesampai di hadapannya, aku tak dapat menahan air mataku lagi. Kami berpelukan dan menangis. Tanpa kukatakanpun bang Mian sudah tahu apa hasilnya. Dia masih bisa tersenyum dan malah menghiburku. “Sudahlah mah…. Nggak apa-apa. Jangan kuatir. Tuhan pasti menguatkan kita”. Aku memaksakan diri untuk bisa tersenyum namun hatiku sangat sedih, takut dan marah. Aku protes sama Tuhan, kenapa kami harus mengalami penderitaan seperti ini. Rasanya kami sudah hidup benar dan selalu mengkonsumsi makanan sehat sesuai menu food combine yang kupelajari dari para ahli gizi. Dan dari mana kami bisa mendapatkan uang untuk biaya pengobatan bang Mian yang biayanya begitu besar? Jalan di depan terlihat gelap, aku tidak tahu harus berbuat apa.

III. Saat-saat Cuci Darah

Tak urung bang Mian mengalami juga kegelisahan saat akan cuci darah pertama kali. Aku mengabari keluarga dan sahabat dekat kami serta Pendeta agar mendoakan dan menemani kami. Akhirnya bang Mian bisa melewati terapi dengan baik. Akupun sudah mulai tenang dan bisa menerima kenyataan pahit itu. Satu hal yang terus menjadi pergumulan berat adalah bagaimana cara kami membiayai perawatan selanjutnya. Di sinilah aku justru banyak belajar dari bang Mian tentang beriman dan bersyukur. Di dalam ketidakpastian penghasilan, dia masih bisa mengucapkan syukur dengan senyum di bibir. Bang Mian bahkan terus menguatkan aku agar jangan kuatir akan hari depan.

Setiap datang waktunya cuci darah, dia berangkat dengan bersemangat dan sepanjang cuci darah dia selalu berbicara dan bercerita dengan pasien-pasien lainnya. Sebelum mulai terapi biasanya dia akan menyapa pasien-pasien lain, memberi semangat kepada mereka dan bersaksi tentang kasih setia Tuhan. Dia juga mendorongku untuk bersaksi dan menolong pasien yang tidak ditunggui keluarganya. Pernyataan yang disampaikannya sangat jelas tentang siapa Tuhan yang memelihara hidup kami sekeluarga dan telah menyediakan tempat di surga kelak bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya. Iman ini membuat bang Mian tidak pernah takut menghadapi kematian. Bang Mian telah menjadi kotbah yang hidup. Kehadirannya di ruang HD menumbuhkan semangat juang bagi pasien-pasien lain dan menjadi penghibur mereka.

“Jika aku lemah, maka aku kuat”. Demikianlah Firman Tuhan yang menghidupi jiwa bang Mian. Dia terus belajar dari Rasul Paulus tentang arti kekuatan dalam kelemahan. Dia menguatkan hatinya agar terus dapat bersyukur dan bersuka cita dalam penderitaannya. “Jika aku serahkan hidupku sepenuhnya di tangan Tuhan, Roh Kudus akan memberi kekuatan luar biasa untuk menghadapi penyakit ini. Tidak ada yang perlu dikuatirkan”. Kalimat inilah yang terus dikatakannya untuk menghibur dan menguatkan aku, anak-anak, serta dirinya sendiri.

IV. Tawaran Untuk Sembuh

Ketika keluarga, para sahabat dan teman-teman kami mulai tahu tentang sakitnya bang Mian, banyak sekali tawaran berbagai pengobatan untuk kesembuhan bang Mian.

Pertama, pengobatan melalui doa tumpangan tangan. Para sahabat, saudara dan hamba-hamba Tuhan datang, mulai dari yang dekat sampai yang jauh. Dari dalam kota kami Yogyakarta, Solo, Surabaya, sampai Jakarta. Pamannya yang di Lampung dan Medan (yang telah mengambil saya menjadi anaknya) juga datang khusus melihat dan mendoakan bang Mian. Undangan-undangan untuk menghadiri KKR atau persekutuan doa besar maupun kecilpun terus datang. Semua tawaran ini diterimanya dengan penuh sukacita dan pengharapan bahwa Tuhan telah memberikan kesembuhan kepadanya. Bagi bang Mian, kesembuhan yang terutama adalah kesembuhan rohani.

Kedua, pengobatan dengan obat dan terapi. Berbagai obat herbal dan terapi disodorkan pada kami, mulai dari yang berharga seribu rupiah per buah sampai yang berharga jutaan rupiah. Beberapa obat dan terapi yang masuk akal dicobanya, namun bang Mian tetap mengutamakan terapi medis di Rumah Sakit.

Ketiga, pengobatan supranatural. Tawaranpun datang untuk mengantarkan bang Mian pergi ke dukun atau paranormal, dari yang dekat sampai yang jauh, dari murah sampai yang mahal. Untuk tawaran yang satu ini, bang Mian menolak dengan tegas, meskipun diberikan secara gratis. Hanya satu alasan yang dilontarkannya, “Saya tidak perlu kesembuhan fisik jika harus menukar keselamatan saya dengan kuasa setan”.
Bagi bang Mian, biarlah dia tetap sakit jika memang itu yang Tuhan kehendaki. Keselamatan surga lebih penting daripada keselamatan dunia. Imannya pada Yesus tidak tergoyahkan meski dia mengalami kesakitan terus-menerus dan bisa meninggal sewaktu-waktu.

V. Penyerahan Diri Untuk Melayani Tuhan

Panggilan Tuhan untuk menjadi Staff Perkantas Yogyakarta sejak saat bang Mian masih mahasiswa, ditolaknya. Berulang-kali kuingatkan tentang panggilan itu, tak digubrisnya. Dia selalu menjawab: “Belum waktunya”. Kali ini setelah dia dalam kondisi tak berdaya, aku menantangnya: “Kalau tidak sekarang, tidak akan pernah ada waktu lagi. Betapa kecewanya Tuhan sama Abang”. Dia menangis dan bertanya: “Aku sekarang sudah menjadi barang rongsokan tak berguna. Apakah Tuhan masih menerimaku?”. Kukatakan padanya bahwa Tuhan menerima siapa saja yang mau menyerahkan diri sepenuh hati. Sampahpun berguna asal berada di tangan orang yang tepat. Tuhan juga akan tempatkan murid-Nya pada ladang di mana dia dapat dipakai Tuhan untuk menuai dengan efektif. Sebuah keputusanpun diambilnya pada bulan April 2004, sepenuhnya melayani Tuhan. Kami pergi menjumpai Bapak Yusuf Langke, seorang evangelis yang juga adalah bapak rohani kami. Sejak itu bang Mian bergabung dengan beliau dalam pelayanannya yang disebut Life Ministry.

Suatu hari kami bertemu dengan kak Yakobus Here (Staff PMKT UGM) beserta istrinya kak Ling, yang kemudian mengajak bang Mian untuk ikut melayani di PMKT. Tahun 2005 Tuhan memanggil kak Obus (panggilan kesayangan buat beliau) pulang ke Rumah Bapa di sorga dan bang Mian melanjutkan pelayanannya di PMKT sepenuh waktu bersama-sama dengan kak Ling. Aku selalu mendampinginya ke manapun dia pergi karena abang bisa sewaktu-waktu anfal dan memerlukan bantuanku. Aku ibaratnya perawat dan apotek berjalan karena di dalam tasku selalu ada sekantong obat-obatan yang banyak lengkap dengan tabung oksigen kecil. Bang Mian sering tiba-tiba sesak napas atau kesakitan, baik ketika berkotbah atau hanya ketika ber KTB. Tapi itu semua tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk tetap melayani Tuhan.

Udara pagi begitu dingin membuat nyeri tulang dan sendi kakinya yang mulai terkena radang dan pengeroposan sebagai efek samping dari cuci darah. Anehnya, bang Mian justru mengajak mahasiswa untuk ber KTB pada pukul 06.00. Aku menegurnya karena kuatir dengan keadaannya jika harus pergi terlalu pagi. Tapi dia mengatakan bahwa itulah yang menjadi kesaksian hidup bagi adik-adik mahasiwa yang dibimbingnya. Betapa seorang yang sangat sakit dapat melakukan hal-hal yang seharusnya dihindarinya, terlebih lagi yang sehat seharusnya bisa melakukan lebih dari itu. Bang Mian menjalani hari-hari dengan sangat disiplin dan tidak pernah mengeluh, akhirnya memang menjadi berkat bagi banyak orang. Prinsipnya, selagi masih bisa berdiri dan berjalan, tidak ada seorangpun yang boleh menghalanginya untuk mengerjakan tugas-tugas pelayanannya.

Bang Mian juga mengajakku untuk mengunjungi teman-teman sesama penderita gagal ginjal, terutama pasien yang putus asa. Kunjungan juga meluas pada keluarga dan para sahabat. Tak henti-hentinya dia menceritakan kasih Tuhan kepada semua orang yang ditemuinya. Bagaimana Tuhan telah memberikan kekuatan padanya, aku dan ketiga anak kami. Bagaimana Tuhan selalu menyediakan kebutuhan kami tepat pada waktunya melalui orang-orang yang mengasihi kami. Bagaimana Roh Kudus menghidupi kami dalam penderitaan ini. Tuhan tidak pernah membuat malu umat-Nya yang berserah penuh kepada-Nya. Sampai akhir hidupnya segala biaya untuk kami sekeluarga dicukupkan-Nya.

VI. Tuhan Mencukupkan Kebutuhan Kami

Ketika kami belajar bersyukur dan menyerahkan segala kekuatiran kami, Tuhan pun membuka jalan yang harus kami lalui. Kami hanya perlu setia berdoa, membaca firman-Nya dan melakukan dengan tekun apa yang ditunjukkan Tuhan kepada kami. Tingkap-tingkap di langit pun terbuka dan berkat-Nya tercurah bagi kami. Di dalam Tuhan selalu ada jalan keluar.

Rekening tabungan kami selalu berisi cukup untuk membayar biaya pengobatan bang Mian. Pembayaran uang sekolah anak-anak menjadi sering terlambat tapi pada akhirnya dapat diselesaikan juga pada waktu yang tepat. Tuhan menggerakkan hati orangtua, keluarga, sahabat, dan teman-teman yang dekat maupun jauh, untuk membagi kasih kepada kami. Ada salah satu anak bimbing bang Mian, Amsal Sihombing, tiba-tiba datang ke rumah bersama teman dekatnya Darmawasih Manullang (sekarang telah menjadi istrinya), menawarkan beasiswa dari GKI Kayu Putih Jakarta. Begitu juga dua ipar bang Mian, G. Sinaga dan J. Sinaga, berkomitmen untuk membayar SPP Yekho dan Yedi. Masih ada lagi bantuan rutin yang dikirim setiap bulan oleh alumni PMKT (bang Jimmy, mas Gunawan, dkk). Perhatian dari keluarga angkatku Nababan (Harry, Ayub, Riame, Betty, Simson, Ferdinan), teman-teman dari Perkantas DIY, punguan marga Sihombing dan Parna DIY, serta banyak lagi lainnya sungguh tak terhitung. Tuhan telah melakukan perkara besar lebih dari pada yang dapat kami pikirkan dan bayangkan.

VII. Suatu pagi bersama Anak-anak

Memasuki bulan Mei 2007, kira-kira dua bulan menjelang kepergiannya, bang Mian seperti merasa bahwa waktunya sudah dekat untuk menghadap Tuhan. “Ma.... sepertinya nggak lama lagi papa mau dipanggil Tuhan”. Begitu terus dikatakannya berulang-ulang setiap hari. Aku marah dan menangis, kularang dia untuk berkata seperti itu. Jawabnya, “Apalagi yang mau dipertahankan, ma? Seluruh tubuhku dari ujung kepala sampai ujung kaki sudah sakit semua. Mungkin tugasku memang sudah selesai dan mama nanti yang harus melanjutkan”.

Pagi itu bang Mian memanggil ke-3 anak kami, Yekhonya (waktu itu klas 1 SMA), Yedija (2 SMP), Yehoiada (4 SD), lalu menyuruh mereka duduk dihadapannya. Kami menyanyi lagu-lagu pujian kepada Allah, berdoa lalu bang Mian mulai menceritakan mimpinya. Katanya dia telah bermimpi tentang kematian. Dalam mimpinya dia melihat tubuhnya terbaring dan dikerumuni orang-orang yang menangisinya. Tapi hatinya justru merasa sangat gembira. Dipanggilnya orang-orang yang menangis itu tapi tidak ada yang bisa mendengarnya, kemudian dia terbangun dari tidurnya.

Bang Mian menceritakan itu dengan sangat gembira. Kematian tidak menakutkannya tapi justru membuatnya sangat bersukacita. Mengapa? “Nak, kematian itu sangat indah. Saat papa nanti mati, semua sakit ini diambil sama Tuhan. Hati papa akan penuh dengan sukacita. Tidak ada sakit dan tidak ada tangis kesedihan. Maka kalian juga tidak boleh sedih ataupun menangis. jika papa sudah dipanggil pulang ke surga, anak-anak papa harus memuji Tuhan bersama dengan mama”. Itulah jawab bang Mian. Aku dan anak-anakpun menangis tapi serta-merta bang Mian menegur dan mengajak kami menyanyi lagi. Sejak itu, setiap kali aku dan anak-anak terlihat sedih, bang Mian selalu mengatakan hal itu.

VIII. Hari Terakhir

Pukul 11.00 kami naik becak berkeliling kota Yogyakarta seperti yang diinginkannya. Pukul 13.00 sampailah di RS Bethesda untuk menjalani cuci darah. Sambil menunggu giliran, bang Mian terlihat asyik memberikan kesaksian kepada orang-orang di sekitarnya yang juga menunggu giliran bersama-sama dengan kami. Siang itu dia terlihat pucat dan lemas, tapi seperti biasanya, dia tetap semangat untuk bersaksi, walaupun kali ini nampak ada raut gelisah di wajahnya. Pukul 16.00 mulai proses cuci darah, dan pukul 17.30 bang Mian pingsan. Cuci darah dihentikan, dia sadar kembali lalu dibawa ke ruang IGD.

Aku sedih sekali melihatnya, perasaanku mengatakan bahwa saatnya telah tiba. Benar, memang itulah yang dikatakan dokter. Aku segera mengontak keluarga dan meminta Pendeta untuk mengadakan perjamuan kudus. Bang Mian menerima perjamuan itu dengan sikap menyerah dan tersenyum. Tangan Pendeta digenggamnya erat-erat dan di tekannya dengan kuat ke dadanya yang sebelah kiri, tepat di atas jantung. Dia khusuk sekali mengikuti ibadah hingga selesai dan tetap menebarkan senyum sampai dibawa ke ruang ICU pada pukul 21.00. “Nggak usah sedih, aku nggak apa-apa kok. Semua akan baik-baik saja”. Begitu yang dikatakannya kepada semua keluarga dan sahabat yang melihatnya.

Kegelisahannya muncul saat sudah berada di dalam ruang ICU. Bang Mian memberontak sampai harus diikat oleh perawat. Aku masuk ke dalam dan itu membuat dia tenang, ikatannyapun bisa dilepas. Hatiku tersayat melihat senyumnya. Kata-kata terakhir yang diucapkannya, Sabar ya Ma”, lalu aku keluar dari ruang ICU. Pukul 02.00, tanggal 2 Agustus 2007, bang Mian menghadap Bapa di surga pada usia 47 tahun. Kesedihanku tak dapat tergambarkan lagi namun aku berusaha keras untuk menguasainya supaya putri sulungku, Yekhonya, yang ikut menemaniku juga tenang. Roh Kudus memberikan kekuatan luar biasa sehingga aku mampu menahan tangisku dan memeluk Yekho serta membawanya masuk untuk melihat papanya yang sudah terbebas dari penderitaan.

Pukul 07.00 kami tiba di rumah, sudah banyak orang berkumpul. Sanak saudara, sahabat, tetangga, teman-teman dari luar kotapun mulai berdatangan pada siang hari hingga esoknya. Banyak yang berduka dengan kepergian bang Mian. Banyak yang menangis untuknya. Bahkan perawat RS dan teman-teman sesama pasien cuci darahpun ikut menangis. Aku sempat terkejut karena beberapa orang teman SMA bang Mian yang sudah lebih dari 20 tahun tidak pernah bertemu, tiba-tiba datang melayat. Aku menyaksikan betapa orang yang mencintai Tuhan dengan segenap hatinya akan mendapatkan cinta dari Tuhan melalui orang-orang di sekitarnya.

Betapa besar kasih Tuhan kepada kami. Di puncak penderitaan inipun Tuhan menghiburku dengan cara-Nya yang tidak dapat diduga. Dikirim-Nya banyak orang yang mengasihi kami dan aku terhibur karenanya. Diberi-Nya kekuatan kepadaku dan anak-anak untuk berjalan ke depan dengan mantap. Pada saat itu aku bertekad akan melanjutkan perjuangan bang Mian di dunia ini. Melayani Tuhan sepenuh waktu; bersaksi kepada orang lain tentang kasih Tuhan; berusaha untuk dapat menjadi kotbah yang hidup; sampai Tuhan memanggilku pulang ke hadirat-Nya.

IX. Tuhan Memelihara Kami Sampai Hari Ini

Kini telah lima tahun aku melayani di PMKT UGM. Tuhan tidak pernah berhenti melakukan perkara besar bagi kami. Tahun 2009 aku ditahbiskan sebagai Sintua di HKBP Yogyakarta, semakin besar pelayanan yang dipercayakan-Nya padaku. Aku mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi program pasca sarjana Magister Theologi di STT Nazarene dengan dukungan penuh dari Yayasan Gloria dan PMKT dan telah lulus pada bulan September 2011. Masih satu langkah lagi untuk menempuh ujian negara, aku yakin jika Tuhan berkehendak maka aku akan dapat mencapainya pada waktu yang ditetapkan-Nya. Yekhonya telah mencapai semester 7 di Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yedija semester 3 di Fakultas Seni Pertunjukan ISI, dan Yehoiada duduk di kelas X SMU Pangudi Luhur. Semua bisa terjadi karena Tuhan. Tanpa Tuhan, aku tidak dapat berbuat apa-apa.

Tidak ada satu alasan pun bagiku untuk undur dari ladang-Nya.  Tuhanlah yang akan senantiasa memelihara dan menguatkanku dengan kasih yang dinyatakan-Nya melalui orang-orang di sekitarku. Doaku, kiranya aku selalu dapat menjadi berkat bagi orang lain. Amin.

KEPEKAAN HATI


  Kepekaan Hati
 Oleh: Niken Nababan
PD Pengurus PMKT 14 Oktober 2010)
 
PENGERTIAN KEPEKAAN

• Kepekaan adalah ketika roh kita bergejolak saat melihat sesuatu terjadi. (Kis 17:16)

Dalam Kisah Para Rasul 17:16 dikatakan bahwa Paulus sedih hatinya. Bahasa aslinya Yunani: Παυλου παρωθυνετω το πν
ϵυμα αυτου εν αυτου (the spirit of Paul besides sharphened), yang dalam Alkitab KJV diterjemahkan “his spirit was stirred” artinya rohnya bergejolak, dalam NIV “he was greadly distressed”, artinya dia merasakan tekanan yang besar. Paulus sedih bukan sedih yang biasa tetapi ia sedih dalam roh. Kesedihannya begitu mendalam, hatinya seakan-akan diiris-iris dengan pisau tajam, rohnya bergejolak seakan-akan mendidih. Inilah yang disebut kepekaan. Paulus sedih dalam roh karena ia dapat merasakan apa yang ada di hati Tuhan. Yesus bersikap biasa saja meski ditolak di Yerusalem; Yesus tidak menangis ketika dicambuk dan disalib; tetapi Yesus menangis ketika melihat orang-orang Yerusalem tidak mengerti kebenaran (Luk 19:41). Dia merasakan kesedihan yang mendalam.

• Kepekaan adalah ketika kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. (Elihu dlm Ayub 32-33)

Saat Ayub ditimpa musibah besar, dia berkeluh-kesah dan menyalahkan Tuhan atas penderitaannya ini (Ayub 3; 40:3). Namun Elihu sangat paham dengan perasaan Ayub meskipun pandangan Ayub ini salah. Kepekaan Elihu terhadap situasi yang terjadi membuat ia mampu memberikan nasihat yang tepat sehingga bisa diterima Ayub.

• Kepekaan adalah ketika kita mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. (Ibr 5:14)

Dalam Ibr 5:14 dikatakan bahwa orang yang dewasa rohani adalah mereka yang mempunyai kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Seorang bayi tidak mengerti ketika dia berbuat kesalahan. Semakin besar dia akan semakin mengerti mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Artinya dia semakin memiliki kepekaan untuk merespon segala yang terjadi disekitarnya dan mengambil sikap dengan benar.

JENIS KEPEKAAN

1. Kepekaan mendengar suara Tuhan. (Yoh 10:3-5)


Orang yang mau melayani harus mulai dari dasarnya yaitu pertobatan. Itulah saat dia mengenal suara Tuhan lalu mengikuti-Nya. Menurut Yoh. 10:3-5 dikatakan bahwa domba mendengar suara gembala lalu dia akan mengikuti ke mana gembala itu pergi. Jika dia tidak peka maka dia tidak akan bisa membedakan mana suara gembala dan mana suara pencuri. Dia bisa saja salah orang. Sesudah bertobat kemudian dia harus mengenal Firman dan hidup di dalam-Nya. Artinya kepekaan untuk mendengar suara Tuhan harus terus-menerus dipertajam dan kepekaan inilah yang akan mendorongnya untuk melakukan segala sesuatu yang sesuai kehendak Tuhan. Contohnya: anak yang sangat kenal dengan suara langkah bapaknya. Belum dipanggil sudah dating hanya karena mendengar suara langkahnya.

2. Kepekaan pada Roh Kudus. (Gal 2:20; 4:6; 5:25; Kis 16:6-7)
 
Roh Kudus adalah Guru kita untuk mengajar, menjelaskan, meyakinkan kebenaran Firman Allah, menghibur, dan menolong kita. Dia akan menuntun hati dan pikiran kita untuk melakukan segala hal yang menjadi kehendak Allah. Di dalam Galatia 2:20 Paulus menyatakan bahwa dia hidup bukan lagi oleh dirinya sendiri tetapi oleh Kristus yang hidup dalam dirinya. Itulah Roh Kudus. Dengan demikian, setiap hari Dia akan memimpin kita kepada kehendak-Nya. Paulus sangat peka pada hadirnya Roh Kudus dalam dirinya sehingga dia dapat mengetahui pimpinan-Nya dan mematuhi-Nya (Kis 16:6-7). Kita dapat meneladani Paulus dengan mengembangkan kepekaan untuk mendengar suara Roh Kudus dan merasakan pimpinan-Nya.

3. Kepekaan terhadap panggilan pelayanan. (1 Sam 3; Yoh 1:43-51)

Kitab I Sam 3 mengisahkan pemanggilan Allah kepada Samuel yang masih belia. Saat Samuel tidur, Allah memanggil namanya: “Samuel, Samuel!”. Dengan sigap Samuel segera berlari ke arah imam Eli karena dia menyangka dipanggil oleh imam Eli. Tetapi imam Eli menjawab bahwa dia tidak memanggil Samuel. Sampai 3 kali Allah mengulang panggilan-Nya kepada Samuel, dan 3 kali pula Samuel selalu sigap memberi respon dengan datang dan bertanya kepada imam Eli walau telah dijawab bahwa imam Eli tidak memanggil dirinya. Barulah imam Eli mengetahui bahwa Allah yang memanggil Samuel, karena itu dia memberitahu Samuel, apabila Allah memanggil namanya kembali, dia harus memberi jawab: “Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar" (I Sam. 3:9). Sikap Samuel ini menunjukkan bahwa Samuel adalah seorang yang memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Walau dia dalam keadaan tertidur lelap, dia tetap peka dengan suara yang memanggil dirinya. Bandingkan dengan kita. Samuel bukan sekedar peka dan terbangun dari tidurnya, tetapi kepekaan diri tersebut senantiasa diikuti dengan sikap yang sigap bertindak agar tidak ada tugas yang terlalai.

Dalam Yoh 1:43-51 merupakan kisah pemanggilan Yesus pada murid-murid-Nya yang pertama, yaitu Andreas, Filipus, dan Natanael. Ketiganya sama-sama memiliki kepekaan akan panggilan-Nya namun berbeda dalam cara dan kecepatan merespon-Nya. Andreas mengikuti Yesus karena mendengar pernyataan Yohanes, artinya sebelum Yesus mengajaknya, dia sudah mengikuti Yesus. Filipus diajak dan langsung mengikuti Yesus tanpa bertanya apa-apa. Sedangkan Natanael merasa perlu meyakinkan diri terlebih dahulu sebelum mengikut Yesus. Tapi Yesus justru memuji Natanael dan menubuatkan hal yang besar bagi Natanael. Artinya Yesus menilai bukan dari kecepatan orang dalam merespon ajakan-Nya tetapi dari motivasi orang itu. Cepat bertindak belum tentu benar. Yang dibutuhkan adalah kepekaannya terhadap peristiwa yang dihadapinya.

Panggilan Allah juga terjadi dalam setiap kehidupan kita tetapi belum tentu kita memiliki sikap yang peka seperti Samuel atau ketiga murid Yesus itu. Mungkin berulangkali Allah memanggil kita, namun kita sering lebih memilih tidak peduli dan mengeraskan hati. Kepekaan perlu diikuti dengan kesigapan merespon seperti halnya Samuel, Andreas, dan Filipus. Tapi kadang-kadang respon bisa saja lambat seperti halnya Natanael, tapi Tuhan tidak mempermasalahkan itu. Respon yang cepat belum tentu benar kalau kita salah memahami panggilan-Nya. Betapa vital dan berharganya makna kepekaan hati-nurani dan iman, karena tanpa kepekaan hati-nurani dan iman kita akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keselamatan dan membagikan berita anugrah itu kepada orang-orang di sekitar kita.

4. Kepekaan sosial. (Yak 1:19-27; Mat 25:35-40; Luk 10:36-37)

Yakobus menekankan pentingnya kehidupan Kristen yang utuh, yaitu bukan saja mendengar dan meneliti Firman, tetapi juga melakukan kebenaran Firman itu. Jemaat Kristen Yahudi pada masa itu masih terperangkap ibadah-ibadah formal-seremonial, menggambarkan orang yang mendengar Firman namun tidak melakukannya sebagai “orang yang bercermin tetapi kemudian lupa akan rupanya sendiri” (1:23-24). Maka di ayat 26-27, Yakobus mengaitkan keutuhan hidup yang melakukan firman dengan konsep ibadah yang “murni dan tak bercacat di hadapan Allah.” Yakobus mengaitkan kemurnian dan kebenaran ibadah dengan aspek kepedulian terhadap sesama, khususnya kaum yang lemah. Kata “ibadah” adalah terjemahan dari kata θρησκεια (dari akar kata sifat
ϴρησκοσ atau “beribadah ritual”). Kata ini menggambarkan seseorang yang melakukan aktivitas keagamaan seperti ibadah secara umum, berpuasa, atau memberikan bantuan pada orang yang membutuhkan. Di sini Yakobus menekankan ciri ibadah yang murni, yaitu ibadah yang memiliki kuasa yang mengubahkan hidup. Maknanya jelas bahwa ibadah yang benar lebih dari sekedar aktivitas lahiriah. Ia harus lahir dari suatu kondisi kerohanian yang tulus, yang kemudian diekspresikan di dalam tindakan kasih akan sesama dan kekudusan hidup di hadapan Allah.

Ibadah memang dapat diwujudkan dalam suatu relasi penyembahan yang khusus dan pribadi antara orang percaya dengan Allah di dalam satu bentuk seremoni atau liturgi khusus. Namun ibadah seremonial ini harus dinyatakan dalam tindakan sehari-hari dengan cara menyatakan kasih bagi sesama dan kepedulian terhadap segala masalah bangsa ini. Apa yang digambarkan Yakobus sebagai tindakan “mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka” merupakan wujud kasih akan sesame, sebagaimana yang diajarkan Yesus Kristus. Kata kerja “mengunjungi” (επεσκεψασθε) juga digunakan dalam Matius 25:36-40, yang memiliki makna “mengunjungi orang yang sakit” bukan semata-mata karena suatu kewajiban sosial, tetapi terlebih untuk memperhatikan kebutuhan mereka secara tulus. Dalam tulisan Matius tersebut dijelaskan bahwa apapun tindakan kasih yang kita nyatakan kepada setiap orang yang paling membutuhkannya adalah sebuah tindakan bagi Kristus sendiri. Sebagaimana halnya yang ditulis di Lukas 10:27-37, Yesus mengajarkan bahwa mengasihi Tuhan harus diwujudkan dengan mengasihi orang lain yang memerlukan bantuan sekalipun orang itu adalah orang yang memusuhi kita.

John Stott dalam bukunya, Isu-isu Global: Menantang Kepemimpinan Kristiani, halaman 11, menggambarkan minimnya kepedulian sosial gereja dengan mencatat sebuah sajak seorang wanita miskin yang meminta bantuan seorang pendeta (entah sajak ini nyata ataukah sebuah sindiran):

Saya kelaparan,
dan Anda membentuk kelompok diskusi untuk membicarakan kelaparan saya.
Saya terpenjara,
dan Anda menyelinap ke kapel Anda untuk berdoa bagai kebebasan saya.
Saya telanjang,
dan Anda mempertanyakan dalam hati kelayakan penampilan saya.
Saya sakit,
dan Anda berlutut dan menaikkan syukur kepada Allah atas kesehatan Anda.
Saya tidak mempunyai tempat berteduh,
dan Anda berkhotbah kepada saya tentang kasih Allah sebagai tempat berteduh spiritual.
Saya kesepian,
dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa bagi saya.
Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah.
Tapi saya tetap amat lapar – dan kesepian – dan kedinginan.

5. Kepekaan untuk tidak menyakiti hati Tuhan. (Mat 21:12-13)

Menyenangkan hati Tuhan bukan hanya melakukan apa yang Tuhan suka tetapi juga tidak melakukan apa yang tidak disukai Tuhan. Kita kadang meremehkan hal kecil, misalnya menyontek di kelas, membicarakan keburukan orang, melanggar marka jalan,dan lain-lain.Tetapi untuk hal keci itupun sesungguhnya kita sudah menyakiti hati Tuhan.

6. Kepekaan dalam komunikasi. (Yak 3:1-12)

Salah komunikasi dapat berakibat fatal maka kita tidak boleh sembarangan berbicara kepada orang lain, baik dalam komunikasi verbal maupun non verbal. Itulah sebabnya Yakobus memperingatkan jemaat duabelas suku di perantauan, khusus mengenai dosa yang disebabkan karena perkataan yang tidak baik. Yesus sendiri sangat berhati-hati dalam berkomunikasi agar perkataan-Nya dapat dimengerti oleh orang-orang. Cara Dia berbicara kepada murid-murid berbeda dengan cara berbicara kepada para Imam, berbeda kepada perempuan Samaria yang dijumpai-Nya di sumur (Yoh 4:1-42), berbeda pula kepada orang banyak. Perumpamaan yang yang sering digunakan Yesus merupakan bukti kepekaan-Nya terhadap pola pikir dan kemampuan orang-orang untuk mengerti ajaran-Nya.

CARA MEMPEROLEH KEPEKAAN

1. Hubungan yang dekat dengan Tuhan (Sate, doa, baca Alkitab).
 
Mempunyai kepekaan bukanlah dengan mendatangi seminar-seminar, tetapi kita bisa menjadi peka jika hubungan kita dekat dengan Tuhan. Menurut Maz. 73:27-28, menjelaskan bahwa orang yang dekat dengan Tuhan akan menjadi peka sehingga dapat menceritakan pekerjaan Allah bagi orang lain.

2. Penyerahan diri untuk diubahkan. (Rom 12:1-3)

Kalau kita menyerahkan diri secara total, kita akan tahu mana kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Kita harus mau membuka diri untuk diubahkan sehingga menjadi bejana yang indah. Itu butuh perjuangan dan sering harus melewati rasa sakit yang luar biasa. Tapi sesudah semua terlewati, hasilnyapun luar biasa. Untuk membedakan mana yang baik dan mana yang bukan adalah hal yang mudah, tetapi untuk mengetahui kehendak Allah di antara yang baik, itu membutuhkan kepekaan.

3. Menyediakan diri untuk berkorban bagi orang lain. (Mat 20:28)

Tuhan Yesus memberikan nyawa-Nya bagi banyak orang. Kita perlu belajar untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri. Kita tidak sampai dituntut harus memberikan nyawa seperti Yesus walaupun itu mungkin saja terjadi. Dengan membiasakan diri untuk mau mengulurkan tangan menolong orang lain, kepekaan kita akan makin terasah.

4. Mendengarkan orang lain. (Yak 1:19)

Cepat untuk mendengar adalah perilaku yang menunjukkan sebuah perhatian akan kebutuhan dan perasaan orang lain. Dengan demikian akan muncul empati yang menumbuhkan kepekaan hati kita terhadap orang lain. Dengan mendengar, orang-orang yang berbicara merasa dihargai dan diperhatikan. Lambat untuk berkata-kata adalah pengendalian diri agar kita tidak tergesa-gesa memberi jawaban dan menanggapi pembicaraan orang lain serta tidak tergesa-gesa menyebarkan berita (ayat 26: pengekangan lidah). Lambat untuk marah adalah pengendalian diri agar berpikir dengan seksama apa yang terjadi di hadapan kita, supaya jangan menjadi marah tanpa alasan dan tujuan yang benar.

5. Memberikan perhatian pada segala sesuatu.
 
Kita berada di dalam sebuah komunitas kecil maupun besar yang beragam model dan warnanya. Seperti Yesus yang dikelilingi oleh banyak orang dengan berbagai keadaan. Semuanya tidak satupun yang luput dari perhatian-Nya. Orang kaya, miskin, berdosa, terhina, orang tua, muda dan anak-anak kecil, orang sakit dan cacat, semua diperhatikan Yesus dengan seksama. Yesus menjadi sangat tahu apa yang diperlukan setiap pribadi yang berbeda-beda itu, dan membuat Dia dapat bersikap dan berbicara dengan kalimat yang tepat pada waktu yang tepat pula.

6. Tekun melatih diri. (Ibr 5:14; 1 Kor 9:27)

Paulus mengajarkan kepada kita, untuk mencapai sebuah tujuan diperlukan ketekunan melatih diri. Dengan berlatih mulai dari yang kecil, lama-kelamaan semakin banyak yang kita tahu dan kita kuasai, kita akan menjadi semakin peka menyikapi banyak hal. Butuh perjuangan keras untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Tapi jerih payah kita yang berat itu tidak akan sia-sia, karena Tuhan telah menjanjikan mahkota yang abadi bagi orang yang memenangkan pertandingan.

PENUTUP

Memiliki kepekaan hati sangat penting bagi semua murid Kristus. Kita perlu kepekaan hati agar dapat menjalankan tugas-tugas kita di dalam lingkungan dengan baik dan lancar. Kepekaan dapat meminimalisir konflik. Kepekaan dapat membantu kita untuk mengambil sikap yang benar dalam setiap situasi dan kondisi. Kepekaan juga menolong kita untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Karena itu, marilah kita terus belajar menumbuhkan kepekaan kita dalam kehidupan ini agar kita dapat menjadi murid Kristus yang baik.