“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Jumat, 27 Februari 2015

DIBERKATI UNTUK MENJADI BERKAT


Diberkati Untuk Menjadi Berkat
Niken Nababan
Ditulis untuk halaman Fokus Buletin PMKT 2013


Ingwer Ludwig Nommensen, seorang misionaris Jerman, pada tahun 1862 ditugaskan ke Sumatra Utara dan menjalankan misinya mulai dari Barus hingga menetap di Tarutung. Strategi misi yang dikembangkan Nommensen adalah membuka pos penginjilan untuk menjalin hubungan baik dengan pemuka raja-raja setempat, mendirikan sekolah untuk memajukan pendidikan dan membangun sistem irigasi untuk memperbaiki perekonomian masyarakat. Semuanya itu digunakan sebagai sarana untuk mengajarkan Injil. Para raja inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya usaha misi karena mereka merupakan tokoh yang sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakat Batak.

Martin Luther King, seorang pendeta di Gereja Baptis Montgomery, Alabama, berjuang melawan diskriminasi rasial yang bertentangan dengan firman Tuhan. Pada tahun 1963, King memimpin demonstrasi pemboikotan bus di Birmingham. Pemboikotan itu dilakukannya tanpa menggunakan kekerasan. Ia berhasil membuat perubahan besar untuk menciptakan keadilan dan menyejahterakan warga kulit hitam yang ditindas oleh warga kulit putih dengan sikap lemah-lembut. Walau kemudian secara berangsur-angsur orang-orang kulit hitam muda menjauhinya karena mereka tidak dapat menerima antikekerasannya, King tidak pernah berhenti dan tetap melaksanakan aksinya sampai akhirnya dipenjarakan dan dibunuh.


Nommensen dan King adalah dua tokoh besar yang sama-sama menyebarkan berkat bagi sesama, namun dengan bentuk dan cara yang berbeda. Keduanya memberitakan Injil dengan strategi pelayanan yang disebut sebagai pelayanan holistik dan kontekstual. Keduanya memiliki kepedulian kepada orang lain dengan menolong menyelesaikan masalah yang dihadapi orang tersebut sesuai dengan zaman dan kebutuhannya. Pelayanan demikianlah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Menyebarkan berkat bukan hanya soal memperkatakan Injil (Mandat Injil), namun juga menyentuh masalah-masalah kehidupan sesama kita dengan berbuat sesuatu bagi mereka (Mandat Budaya). Mandat Injil dan Mandat Budaya merupakan satu kesatuan tugas pelayanan misi yang harus dikerjakan bersama-sama dan tidak dapat dipisahkan.


Tuhan menghendaki kita menjadi pribadi yang berguna bagi setiap orang yang kita temui setiap hari di mana pun kita berada. Di dalam keluarga, di kampus, di rumah kos, atau di tempat kita bekerja. Seperti matahari yang memancarkan sinarnya kepada setiap makhluk di bumi tanpa pilih-pilih, demikian pula kita. Seorang murid Kristus harus berusaha untuk selalu memancarkan cahaya Kristus melalui perkataan dan perbuatan kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, dalam segala bentuk dan cara menurut panggilan dan karunia Tuhan bagi kita masing-masing.
                                                                                             
Aku akan membuat banyak keturunanmu seperti bintang di langit; Aku akan memberikan kepada keturunanmu seluruh negeri ini, dan oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan mendapat berkat. (Kejadian 26:4)  

Do Everything for Jesus Christ

***


 

BANGGA MENJADI ANAK ALLAH

Bangga Menjadi anak Allah
Niken Nababan
Ditulis untuk halaman Fokus Buletin PMKT 2013
 

Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerima bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. (Roma 8:17)

Si A sangat bangga mengaku sebagai anak dari B karena bapanya ini seorang yang sangat kaya. Betapa tidak bangga, di manapun A berada pasti akan mendapat perlakuan yang sama dengan bapanya. Kehormatan dan sanjungan selalu diterima A karena orang melihat kewibawaan bapanya. Lebih dari pada itu, kelak A akan mewarisi seluruh harta bapanya. A larut dalam kemewahan, kehormatan dan kekuasaan sehingga dia melupakan pesan bapanya, yaitu harus mempunyai cara hidup yang baik seperti bapanya. Hingga suatu hari dia terjebak dalam sindikat ‘narkoba’ yang mengantarkannya ke penjara, bahkan akhirnya dia mati sia-sia dengan penderitaan yang luar biasa tanpa dapat menikmati lagi harta warisan bapanya.

Begitu bangganya kita mengaku sebagai anak Allah karena Allah kita yang ‘kaya’ itu akan melimpahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Namun kita sering melupakan satu hal, yaitu konsekuensi menjadi anak Allah. Allah mau anak-anak-Nya hidup dipimpin oleh Roh Allah (Roma 8:14). Bahkan lebih keras lagi peringatan Allah bagi anak-anak-Nya, bahwa Dia hanya memberikan warisan-Nya kepada anak-anak yang mau ‘menderita’ bersama-sama dengan Kristus. Paulus mengingatkan kepada kita bahwa hidup yang dipimpin oleh Roh bukan suatu jalan yang mudah. Yesus menderita dan kita yang mengikuti-Nya juga akan menderita bersama dengan Dia. Ini merupakan akibat hubungan kita dengan Allah sebagai anak. Allah ingin hidup kita serupa dengan Kristus (Filipi 3:10).

Maka hendaknya janganlah kita hanya mengharapkan berkat-berkat Allah dan bangga mengatakan kepada orang-orang: “Aku anak Tuhan”, tanpa mau mengerti apa yang Tuhan inginkan bagi hidup kita. Sebagai anak-Nya, Tuhan menghendaki kita berusaha menjadi sama dengan Dia; memiliki kualitas hidup yang berintegritas, yaitu hidup tanpa cacat, sempurna dan tanpa kedok. Orang yang memiliki integritas akan menjadi kotbah yang hidup bagi orang-orang di sekitarnya karena mereka melihat Kristus di dalam dirinya. Dengan demikian dia layak disebut sebagai anak Tuhan. 

Do everything for Jesus Christ

Kamis, 26 Februari 2015

TANTANGAN DALAM PELAYANAN




TANTANGAN DALAM PELAYANAN
Niken Nababan, MTh.
Disampaikan pada peneguhan OJT Pengurus PMKT 16 Februari 2015

Eksposisi 2 Korintus 11:23b – 30

PENDAHULUAN

Di dalam perjalanan pelayanan murid-murid Kristus yang ditulis dalam Alkitab, tidak ada satupun yang berjalan dengan mulus, tanpa tantangan. Penderitaan selalu menghadang dan harus dilewati demi tercapainya misi Allah melalui diri mereka. Rasul Paulus banyak menuliskan berbagai penderitaan yang dialaminya. Mungkin tidak ada manusia yang menginginkan penderitaan, termasuk Paulus sebagaimana yang ditulisnya dalam 2 Korintus 12:8.

Dalam mengerjakan tugas pelayanan kita sering menimbang-nimbang berat tidaknya bagian-bagian tugas yang harus kita kerjakan. Mungkin tidak ada yang dengan sengaja memilih untuk mengerjakan yang sukar. Seorang siswa yang akan masuk ke Perguruan Tinggi, cenderung memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Di satu sisi hal itu ada benarnya. Namun di sisi lain, sesungguhnya itu merupakan potret manusia yang tidak mau mengalami kesusahan. Manusia pada umumnya tidak mau meninggalkan zona nyaman dengan memilih hal-hal yang diperkirakannya tidak akan kesulitan mengerjakannya. Kalau pun ada, ia tergolong manusia luar biasa. Paulus adalah salah satu sosok yang luar biasa itu.

Di awal Tuhan memanggilnya, Paulus seketika mengalami penderitaan (Kis. 9:8)  dan dia mengetahui penderitaan-penderitaan yang akan dialami selanjutnya (Kis. 9:15-16). Namun Paulus merespon panggilan Tuhan dengan doa puasa dan segera melakukan tugas yang diberikan kepadanya tanpa membantah, bahkan tidak bertanya apapun. Kita dapat belajar banyak dari sosok Paulus untuk menguatkan kita dalam menghadapi tantangan pelayanan yang seringkali menimbulkan penderitaan bagi kita.

MACAM-MACAM PENDERITAAN PAULUS

1.      Penderitaan Dalam Penjara (ayat 23-25)

Dalam Kis 16:23 dituliskan bahwa Paulus ditempatkan dalam penjara paling tengah. Bentuk penjara Roma adalah bulat. Paling tengah berarti paling dalam, paling ketat penjagaannya, diperuntukkan bagi para penjahat yang paling tinggi tingkat kejahatannya. Namun fakta arkeologi menunjukkan adanya penemuan dua buah penjara bawah tanah yang gelap, pengap, dan sempit, hanya berukuran secukupnya seseorang tidur. Kemungkinan besar Paulus juga pernah dipenjarakan di tempat itu.
  •  Didera di luar batas.
Didera adalah dicambuki dengan cemeti dengan perlakuan yang sangat sadis, tak mengenal  perikemanusiaan.
  • Disesah lima kali masing-masing tiga puluh sembilan kali pukulan.
Disesah adalah hukuman cambuk yang hanya diperuntukkan bagi tahanan Yahudi. Cambuknya dibubuhi biji timah, dan ujungnya diberi tulang-tulang yang runcing. Bagaimana kita dapat membayangkan penderitaan Paulus pada saat disesah dengan cambuk semacam itu? Hal ini menggambarkan bahwa Paulus seorang yang sangat kuat, namun diakuinya bahwa kekuatannya tersebut adalah karunia Tuhan (2 Kor. 12:9).
  • Dilempari batu satu kali.
2.      Penderitaan Dalam Perjalanan (ayat 26-27)

Dalam perjalanan pelayanannya, Paulus banyak mengalami bahaya banjir karena di masa itu sangat sedikit sungai yang berjembatan; sering dihadang penyamun; mau dibunuh oleh orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi. Paulus mengalami begitu banyak penderitaan yang tak terhitung lagi.

SIKAP PAULUS TERHADAP PENDERITAANNYA

1.      Penderitaan tidak mengurangi fokus pelayanan Paulus (ayat 28-29).

Meskipun Paulus mengalami begitu banyak penderitaan, namun hal itu tidak mengurangi fokus pelayanannya. Penderitaan tidak membuatnya lalai atau malas. Apapun kondisi yang sedang dihadapinya, Paulus tetap memperhatikan jemaat-jemaat Tuhan dengan mengorbankan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk melayani mereka. Bahkan Paulus berempati terhadap kondisi jemaat. Paulus memiliki hati yang peka dan belas kasih terhadap jemaat, serta tidak mementingkan dirinya sendiri.

Jika kita refleksikan pada diri kita sendiri, apa yang dilakukan Paulus adalah hal sulit yang mungkin jarang kita terapkan. Ketika kita sedang susah, kita cenderung sulit memikirkan kesusahan orang lain. Penderitaan sering membuat kita kehilangan fokus pelayanan dan sibuk memikirkan bagaimana kita mengatasi permasalahan dalam hidup kita. Sikap Paulus ini menjadi pelajaran bagi kita agar penderitaan tidak menggoyahkan fokus kita pada pelayanan. Kita tidak mungkin dapat mengatasinya sendiri selain hanya dengan pertolongan Roh Kudus.

2.      Paulus bangga dengan penderitaannya (ayat 30).

Paulus mengemukakan latar belakang kesukuan (11:22), penderitaan dan pengorbanan dalam pelayanan (11:23-29), serta pengalaman spiritualnya (11:30-33; 12:1-10), seolah-olah untuk meninggikan dirinya demi mempertahankan kredibilitasnya di hadapan rasul-rasul palsu pada jaman itu. Pernyataan-pernyataan Paulus tersebut untuk membukakan kebenaran kepada jemaat agar terlepas dari pengaruh rasul-rasul palsu. Secara manusia, penderitaan tidak mungkin dibanggakan kecuali untuk menyombongkan kekuatan diri sendiri. Paulus dahulu begitu bangga dengan kekuatannya dan kekuasaannya untuk menganiaya murid-murid Kristus, tetapi setelah perjumpaannya dengan Kristus hal itu berbanding terbalik. Paulus justru bangga dengan penderitaannya jika dia harus mati karena Kristus, bahkan hidupnya hanya didedikasikan bagi Kristus (Filipi 1:21). Kebanggaan ini memiliki arti kebergantungan kepada Kristus. Dalam penderitaannya justru Paulus dapat melihat dan merasakan kebaikan Tuhan kepadanya (2 Kor. 12:5-10).

Jika Paulus bangga dengan penderitaannya menjadi murid Kristus, bagaimana dengan kita? Mempertahankan prinsip kebenaran firman Tuhan sering membuat kita menderita. Kita bisa dijauhi teman karena tidak memberi contekan saat ujian. Kita bisa diejek karena tidak mau bergabung dalam pergaulan yang menyesatkan. Kita kurang memiliki waktu bersenang-senang karena harus mengerjakan tugas pelayanan. Dapatkah kita bangga dengan hal-hal tersebut? Ataukah kita justru malu dengan penderitaan kita?

APLIKASI

Tantangan pelayanan kita di masa sekarang dalam konteks dunia mahasiswa tentulah tidak seberat tantangan yang dihadapi Paulus. Ada empat hal yang dapat menjadi tantangan pelayanan kita.

1.      Diri Sendiri

Diri sendiri merupakan tantangan yang terbesar dalam pelayanan. Dalam 2 Kor. 4:7-11 Paulus menggambarkan kerapuhan manusia dengan perumpamaan bejana tanah liat. Bejana bisa diisi oleh berbagai macam barang yang indah dan berharga, namun jika jatuh ke lantai bejana itu akan hancur berkeping-keping dan tidak mungkin diperbaiki seperti semula. Demikianlah manusia adalah makhluk yang lemah dan berdosa. Tuhan memberkati kita, memberi kita kehidupan, mencukupkan segala keperluan kita, namun kita tidak dapat menolong diri kita sendiri selain hanya bergantung pada belas kasih Allah. Kita telah jatuh ke dalam dosa dan sangat rentan untuk terus melakukan dosa. Kelemahan dan dosa inilah yang menjadi tantangan terbesar yang dapat menggoyahkan komitmen kita melayani Tuhan. Contoh tantangan dari dalam diri kita adalah memerangi kemalasan, mempertahankan integritas di saat lelah atau sakit, tetap disiplin menghadiri pelayanan meskipun hujan deras atau panas terik.

2.      Studi

Setiap orangtua menuntut anak-anaknya untuk menyelesaikan studinya tepat waktu. Di samping itu, kegiatan perkuliahan dan tugas-tugas dalam studi juga akan semakin berat dan semakin banyak setiap semesternya. Hal-hal itulah yang menjadi tantangan bagi mahasiswa dalam pelayanannya. Kita perlu mengatur (mengelola) hidup kita dengan cermat agar dapat mengerjakan semua kewajiban studi dan dapat juga mengerjakan semua kewajiban pelayanan. Agar semua dapat dikerjakan, dibutuhkan pengorbanan yang mungkin cukup besar bagi beberapa orang, misalnya mengurangi waktu bermain atau jalan-jalan, tidur lebih malam dan bangun lebih pagi dari yang lain, perlu lebih berhikmat untuk menjaga kesehatan.

3.      Keluarga

Contoh tantangan dalam keluarga adalah larangan dari orangtua yang biasanya didasari kekuatiran bahwa hasil studi akan jelek jika kita terlibat dalam pelayanan. Maka kita harus dapat meyakinkan orangtua kita dengan membuktikan bahwa pelayanan tidak membuat studi kita mundur, bahkan sedapat mungkin mengupayakan menjadi mahasiswa yang berprestasi. Tantangan yang lain adalah adanya anggota keluarga yang sakit atau ekonomi keluarga yang memburuk sehingga menuntut kita untuk lebih banyak memberikan perhatian kepada keluarga. Dalam kondisi tertentu kadangkala kita memang harus melepaskan pelayanan kita demi keluarga.Yang harus kita perhatikan adalah bagaimana kita dapat mengerjakan pelayanan tanpa mengabaikan keluarga kita.

4.      Teman atau pacar

Pergaulan cukup mempengaruhi pelayanan kita. Teman dekat kadang berkontribusi menggagalkan komitmen kita, terlebih lagi pacar. Jika pacar tidak mendukung pelayanan kita, itu akan menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Kita ingin membagi hidup untuk keduanya tapi terbentur dengan waktu dan tenaga. Jika pelayanan tetap dipertahankan, akan terjadi konflik yang bisa mengakibatkan rusaknya hubungan. Begitu pula sebaliknya jika mengabaikan pelayanan demi pergaulan, tentu akan mengacaukan seluruh pelayanan yang ada, termasuk rusak pula hubungan dengan teman-teman pelayanan. Maka kita perlu hikmat dari Tuhan dalam memilih teman, khususnya pacar. Hendaknya mereka adalah orang-orang yang memberikan dampak positif bagi kita atau sebaliknya.

PENUTUP

Apakah kita sedang menghadapi tantangan dalam pelayanan kita? Mari kita periksa apa saja tantangan yang kita hadapi dan di mana sumber tantangan itu. Selanjutnya kita harus berjuang menghadapi setiap tantangan itu dalam pimpinan dan kuasa Roh Kudus. Kita memusatkan perhatian pada Tuhan, bukan pada tantangan itu, karena Tuhan lebih besar dari pada semua kesulitan yang kita hadapi.


Let's do everything for Jesus Christ