“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Kamis, 06 Maret 2014

MAKNA PENDERITAAN KRISTUS BAGI MANUSIA

Oleh: St. Niken Sijabat boru Nababan

Kematian Kristus dapat dianggap sebagai karya yang dilakukan-Nya karena kematian itu bukan suatu kebetulan yang menimpa diri-Nya atau terjadi tanpa disadari-Nya, melainkan merupakan akibat dari sebuah keputusan yang tegas, suatu pilihan yang diambil-Nya, ketika Ia sebenarnya dapat menolaknya. Berbeda dengan kenyataan yang dialami manusia biasa, maka justru kematian Kristus -- bukan kehidupan-Nya -- yang sangat penting.[i] Maka kematian Kristus merupakan tema pokok Injil dan menjadi ajaran yang menonjol dalam Perjanjian Baru, bahkan sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Kematian Kristus bukan dialami dengan cara yang mudah dan cepat, melainkan melalui sebuah proses penderitaan, dan semua itu dijalani-Nya dengan sebuah tujuan yaitu keselamatan manusia.

1)  Penderitaan Kristus ditujukan untuk orang-orang lemah dan durhaka.
“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka…” (Roma 5:6). 
Di dalam bagian ini, Paulus langsung menunjukkan status dan kondisi kita yang berdosa. Pertama, kondisi “lemah”, dalam Alkitab terjemahan King James diartikan: “For when we were yet without strength…”;  International Standard Version (ISV) menerjemahkan sebagai powerless (=tidak ada kekuatan). Dengan kata lain, “lemah” berarti tanpa kekuatan (strengthless bisa diterjemahkan sick/sakit, impotent/tidak bertenaga, dll). Ini adalah kondisi manusia ketika jatuh ke dalam dosa. Dosa mengakibatkan manusia lemah, tak bertenaga apapun untuk berbuat sesuatu yang baik. Dengan kata lain, dosa mematikan keinginan manusia untuk menyenangkan Allah. Karena dosa adalah ketidaktaatan terhadap perintah-Nya atau menyelewengnya manusia dari jalan yang ditunjukkan Allah. Kematian Kristus menunjukkan bahwa ada pengharapan dan jalan keluar dari status dan kondisi manusia yang berdosa.
2)  Penderitaan Kristus ditentukan oleh Allah.
“… Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah” (Roma 5:6b).
Kalimat ini tidak dapat kita jumpai pada KJV yang hanya menyebut “in due time”. NIV juga hanya menyebutkan, “at just the right time”. English Standard Version menyebutkan hal yang sama, “at the right time”. Di sini, LAI menambahkan kata “Allah” untuk menunjukkan bahwa kematian Kristus bukan ditentukan oleh manusia, atau Kristus dapat disalib karena ulah Yudas yang menjual-Nya (seolah-olah tanpa Yudas, Kristus tak mungkin disalib). Allah kita adalah Allah yang berdaulat dan yang merencanakan segala sesuatu dengan tepat.
3)  Penderitaan Kristus adalah penggenapan dari nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama.
Dalam Kitab Lukas 4:21, Yesus berkata: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”.
Itulah penggenapan dari nubuat nabi Yesaya mengenai tujuan kedatangan Yesus untuk menyelamatkan manusia (Yes 61:1-2).  Ketika Yesus akan ditangkap, Simon Petrus bertindak membela Dia, namun Yesus berkata: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku” (Yoh. 18:11). Ucapan ini mempunyai maksud yang sama dengan pernyataan-Nya dalam Kitab Matius 26:53-54, “Kausangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi demikian?”
4)  Penderitaan Kristus terjadi untuk menggantikan manusia.
“Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24).
Dalam Kitab Imamat dan Bilangan, berulangkali ditulis mengenai “menanggung dosa” atau “menanggung kesalahan”. “Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang Tuhan tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri” (Im 5:17). Tapi kadang-kadang disebut juga bahwa seseorang dapat mengambil alih tanggung jawab atas dosa orang lain.[ii] Itulah makna Kristus “memikul dosa kita”. Kristus rela berkorban untuk menggantikan posisi manusia yang seharusnya menanggung dosanya sendiri.
5)  Penderitaan Kristus adalah bukti cinta kasih Allah kepada dunia yang jauh melampaui konsep keadilan manusia (Yohanes 3:16).
 “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. (Roma 5:8)
Di dalam struktur bahasa Yunani, terdapat perbedaan waktu dalam peristiwa ini. Pernyataan “kita masih berdosa” menggunakan keterangan waktu Present; dapat diterjemahkan: ketika kita sedang berdosa. Sedangkan pernyataan “Kristus telah mati” menggunakan keterangan waktu Aorist; berarti sesuatu yang sudah terjadi dan tidak terulang lagi (identik dengan keterangan waktu Past Perfect di dalam bahasa Inggris; dapat diterjemahkan: “Kristus telah satu kali mati untuk selama-lamanya”). Itulah kasih Allah yang jauh melampaui rasio manusia berdosa yang terbatas.
6)  Penderitaan Kristus menjadi pengharapan bagi kita yang berada di dalam penderitaan.
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa penderitaan yang terjadi, bukan saja dalam kedaulatan Allah, tetapi itu terjadi di dalam kasih-Nya.[iii] Kita dapat meyakini penegasan Tuhan Yesus dalam Yohanes 10:10, “Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Tetapi Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Penebusan manusia oleh Kristus tidak berarti manusia tidak mengalami penderitan, namun ada pengharapan bahwa dibalik penderitaan itu ada janji hidup dalam segala kelimpahan.
7)  Penderitaan Kristus menjadi teladan bagi manusia untuk ikut menderita demi Injil.
 “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian,  —  karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa  — ,” (1 Petrus 4:1) 
“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29) 
Petrus dan Paulus dengan jelas menyatakan persyaratan untuk menjadi seorang Kristen, selain dari percaya pada Kristus, adalah juga untuk turut menderita demi Dia. Percaya dan menderita itu beriringan, saling berkaitan. Semua orang Kristen sejati harus mau menderita demi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan di sini adalah penderitaan yang kita alami karena berjuang untuk hidup benar menurut firman Allah dan karena berbagai tantangan serta kesulitan yang dihadapi saat kita memberitakan Injil. Jadi bukan penderitaan yang disebabkan oleh dosa-dosa kita, misalnya menderita karena narkoba, mencuri, menipu, dan berbagai pelanggaran lainnya.
8)  Penderitaan Kristus memperdamaikan kita dengan Allah.
“Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10)
“sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.” (Efesus 2:15-16)
Kematian Kristus mendamaikan kita dengan Allah. Kata “diperdamaikan” dalam KJV adalah reconcile (=direkonsiliasikan/diperdamaikan). Di bagian ini kita belajar tentang status kita dahulu sebagai musuh/seteru Allah yang melawan ketetapan-Nya. Bagi seorang musuh, kita sudah seharusnya dimurkai oleh Allah, tetapi karena kasih-Nya yang begitu besar, kita diberi anugerah-Nya untuk diterima kembali oleh Allah di dalam iman kepada Kristus. Kini kita dapat tetap bersukacita menghadap Allah.
9)  Penderitaan Kristus membuat kita berbangga di dalam-Nya.
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,” (Roma 5:3) 
“Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.” (Roma 5:11) 
Kata “bermegah” bisa berarti bersukacita (joy/rejoice) atau berbangga (boast). Penderitaan Kristus memberikan pengharapan kepada kita bahwa meskipun kita mengalami penganiayaan, Roh-Nya yang Kudus membuat kita terus-menerus bersukacita atau bangga di dalam Allah. Mengapa kita bisa bersukacita atau bangga meskipun penderitaan mengancam kita? Karena kita memiliki pengharapan yang kokoh di dalam Kristus yang telah mengalami penderitaan dan menang mengalahkan segala pencobaan, sehingga Ia dinobatkan sebagai Imam Besar Agung (Ibrani 4:14-15). 
Penderitaan Kristus yang sedemikian rupa bagi kita apakah akan kita sia-siakan? Sebagai orang yang telah percaya dan menerima Kristus sebagai penyelamat hidup, kita seharusnya menyikapi pengorbanan Kristus dengan berjalan menurut kehendak-Nya.Mari kita memohon kepada Allah agar kita dikuatkan dan dimampukan menjalani proses kehidupan sebagai murid Kristus.




[i] Thiessen Henry C., Teologi Sistematika, Penerbit Gandum Mas, Malang, Cet. 1, 1992, 349.
[ii] Stott John R. W., Kedaulatan dan Karya Kristus: Basic Christianity, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, Ed. 5, 2008, 117.
[iii] Sagala Mangapul, Mengapa Ada Penderitaan: Kisah Nyata Anak-anak Tuhan, Persekutuan Kristen Antar Universitas, Jakarta, 2011, 37.