“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Selasa, 21 Desember 2010

DASAR MEMBANGUN KEHIDUPAN ORANG KRISTEN

Oleh: Niken Nababan
Disajikan dalam tugas presentasi mata kuliah Teologi Perumpamaan Yesus, 
STTNI Yogyakarta Program Studi Magister Teologi.
Dosen: Robert D. McCroskey, Ph.D.

Eksposisi Matius 7:24-27 dan Lukas 6:47-49
PERUMPAMAAN DUA DASAR

A. PERBANDINGAN AYAT

1. Perbandingan perumpamaan
(Perbandingan cara mendirikan rumah)

Matius

Cara mendirikan rumah pertama:
• Mendirikan rumah di atas batu.
• Akibat saat datang musibah: rumah tidak rubuh.
Cara mendirikan rumah kedua:
• Mendirikan rumah di atas pasir
• Akibat saat datang musibah: rumah rubuh dan hebat kerusakannya.

Bentuk musibah yang datang: hujan, banjir, dan angin.

Lukas

Cara mendirikan rumah pertama:
• Menggali lebih dulu dalam-dalam lalu meletakkan dasarnya di atas batu.
• Akibat saat datang musibah: rumah kokoh dan tidak dapat digoyahkan
Cara mendirikan rumah kedua:
• Mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar
• Akibat saat datang musibah: rumah rubuh dan hebat kerusakannya.

Bentuk musibah yang datang: air bah dan banjir

2. Perbandingan Penjelasan Perumpamaan
(Perbandingan tentang dua kriteria pembangun rumah)

Matius

a) Orang yang mendengar perkataan Yesus dan melakukannya, sama dengan orang yang bijaksana.
b) Orang yang mendengar perkataan Yesus dan tidak melakukannya, sama dengan orang yang bodoh.

Lukas

a) Orang yang datang kepada Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya serta melakukannya.
b) Orang yang mendengar perkataan Yesus tetapi tidak melakukannya.


B. LATAR BELAKANG

1. Pada zaman Yesus, rumah-rumah di pedesaan biasanya dibangun dari lumpur yang mengeras. Pencuri bisa melubangi tembok rumah semacam itu karena terbuat dari bahan yang rapuh (Matius 6:19).

2. Di Israel cuaca dapat berubah dengan cepat. Selama musim panas yang sering terjadi sangat lama, sungai-sungai banyak yang kering. Di musim dingin, hujan lebat membuat sungai kering bisa berubah menjadi aliran air yang sangat deras dan kadang-kadang merubah daratan secara drastis. Di padang gurunpun bisa terjadi banjir yang menyapu bersih perkemahan, menghilangkan nyawa manusia dan ternak.

3. Saat musim kering, orang-orang yang berdiam di lembah mengambil kesempatan bercocok tanam di tepi-tepi sungai, bahkan mendirikan pondok-pondok di situ, di atas tanah pasir. Mereka hanya memikirkan hasil yang akan mereka peroleh, tanpa memikirkan bahaya yang akan mereka alami jika sewaktu-waktu datang hujan.

4. Perumpamaan ini adalah penutup khotbah di bukit (Mat. 7:28; 8:1).

5. Matius menulis untuk pembaca bangsa Yahudi yang tinggal di Israel. Teknik-teknik pembangunan sebagaimana yang ditulis Matius dalam perumpamaan ini mudah dipahami. Matius menulis tentang hujan yang turun, aliran yang naik, dan angin yang bertiup.

6. Lukas menulis untuk bangsa Yunani dan Helenis. Jadi Lukas mengganti prosedur cara membangun yang berbeda dengan cara membangun di Israel. Tukang bangunan menggali fondasi rumah dalam-dalam dan meletakkannya di atas batu karang. Lukas menunjukkan adanya banjir yang datang dan aliran air yang deras.

7. Orang yang mendengar perumpamaan ini sangat mudah mengerti maksudnya karena merupakan kejadian yang sering mereka lihat maupun mereka alami.

8. Matius memunculkan perbandingan antara orang bijaksana yang membangun di atas batu dan orang bodoh yang membangun di atas pasir. Lukas menekankan pada dasar untuk membangun. Kedua bagian diawali dengan pernyataan (teguran) Yesus mengenai orang-orang yang pandai berseru ‘Tuhan’ tetapi tidak melakukan perkataan-Nya. Fokus pelajaran dari perumpamaan ini adalah mengenai ‘dasar untuk membangun’.

C. PERSOALAN

1. Tuhan menegur orang-orang yang menyerukan nama Tuhan tetapi tidak melakukan apa yang dikatakan Tuhan. Mengapa Yesus menyatakannya sebagai penutup khotbah-Nya? Apakah hal itu merupakan kesimpulan dari pengajaran-Nya pada hari itu?

2. Terjadi musibah banjir yang menyebabkan kerusakan hebat pada rumah jika rumah dibangun di atas pasir. Sebaliknya rumah tetap kokoh jika dibangun di atas batu. Mengapa orang tetap membangun rumah di atas pasir jika sudah tahu akan rusak jika datang banjir? Apakah mereka memang orang yang bodoh dan malas? Ataukah karena mereka orang yang miskin?

D. AJARAN PERUMPAMAAN

1. Hujan, angin dan banjir

a. Musibah banjir yang sering terjadi di Palestina, bisa menyebabkan kerusakan hebat pada bangunan rumah, bahkan meruntuhkannya. Namun jika fondasi rumah itu kokoh (fondasinya adalah batu) maka rumah itu tidak akan goyah, rusak atau runtuh.

b. Musibah alam ini menggambarkan berbagai masalah yang sering dihadapi manusia. Ketika dihadapkan dengan berbagai masalah hidup yang berat, orang Kristen tidak akan goyah imannya jika dia mempunyai dasar yang kokoh pada saat membangun kehidupannya. Dasar yang kokoh agar tahan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan adalah datang kepada Yesus, mendengar perkataan-Nya serta melakukannya. (Mat 7:24; Luk 6:47). Masalah yang dihadapi dapat merupakan cobaan dari iblis; atau karena kesalahan yang kita buat; atau karena Tuhan mau menguji iman kita dengan membiarkan kita menghadapi berbagai masalah.

2. Pembangun yang bijaksana

a. Batu adalah fondasi yang keras dan kuat. Rumah yang dibangun di atasnya tidak mudah goyah pada saat datang banjir atau angin.

b. Lukas menggambarkan caranya membangun adalah dengan menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu karang. Tidak disinggung secara jelas soal tempat yang digali itu, apakah itu berupa tanah atau batu karang itu sendiri. Jika tanah, tentunya yang dimaksud adalah tanah keras yang di dalamnya ada batu karang. Kemungkinan lain, yang digali adalah batu karang itu sendiri. Apapun itu, menggali adalah pekerjaan yang berat, terlebih jika yang digali adalah batu. Berat, sulit, memakan waktu yang lama, membutuhkan tenaga yang besar dan harus mau bekerja keras serta pantang menyerah jika ingin berhasil.

c. Pembangun rumah ini memikirkan tujuan jangka panjang. Dia memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu akan datang hujan, angin dan banjir, yang dapat merobohkan rumah jika rumah tidak kokoh. Maka ia harus membangun rumah di atas batu supaya rumah itu kokoh. Meskipun memerlukan waktu yang lama, tetap akan ditempuhnya karena ia mau memakai rumah itu untuk jangka waktu yang lama. Apa yang telah dikorbankannya tidak akan sia-sia.

d. Matius menyebutnya sebagai orang yang bijaksana, karena ia mendengar perkataan Yesus dan melakukannya. Orang yang melakukan perkataan Yesus sama dengan melakukan kehendak Bapa, dan dialah yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 7:21). Lukas menulis, orang seperti ini adalah orang yang datang kepada Yesus dan mendengarkan perkataan Yesus serta melakukannya (Luk 6:46).

e. Dasar yang kuat untuk membangun kehidupan adalah datang kepada Yesus, mendengarkan firman-Nya dan melakukannya. Kehidupan akan menjadi kuat, tidak akan mudah goyah imannya, dan siap setiap saat menghadapi berbagai persoalan yang berat. Hasilnya adalah keselamatan.

3. Pembangun yang bodoh

a. Matius menulis tentang membangun rumah di atas pasir, sedangkan Lukas, membangun di atas tanah tanpa dasar. Sifat pasir adalah: mudah digali, mudah tergerus air, dan mudah bergeser karena angin. Karena sifat-sifatnya ini, maka jika membangun rumah di atas pasir rumah tersebut tidak akan kokoh, melainkan mudah rusak bahkan runtuh saat dilanda banjir atau diterpa angin yang kuat. Demikian pula jika membangun di atas tanah tanpa dasar. Sifat tanah juga mudah tergerus air, sehingga jika rumah dibangun tanpa fondasi batu, rumah itu akan runtuh di saat banjir.

b. Membangun rumah di atas pasir menunjukkan pekerjaan yang sembarangan, tidak mau repot mencari lokasi yang aman. Membangun rumah tanpa dasar menunjukkan tidak mau melakukan pekerjaan yang berat dan sukar. Pembangun rumah ini tidak memikirkan tujuan jangka panjang. Dia hanya berpikir pendek, menginginkan rumah segera jadi, segera bisa ditempati, menggunakan cara yang mudah, tidak mau bekerja keras dan tidak mau melakukan hal-hal yang sukar. Dia tidak memperhitungkan adanya musibah yang akan datang. Pada saat datang hujan dan banjir, rumah itupun akan roboh karena fondasinya tidak kokoh. Apa yang telah dikorbankannya pada akhirnya menjadi sia-sia.

c. Matius menyebut orang ini adalah orang yang bodoh. Kedua Injil menulis bahwa orang ini adalah orang yang berseru kepada Yesus, mendengar perkataan Yesus tapi tidak melakukannya. (Mat 7:26; Luk 6:46, 49).

d. Orang yang datang kepada Yesus tetapi tidak mau mendengarkan perkataan-Nya, apalagi melakukan-Nya, akan menghasilkan kehidupan yang lemah, tidak siap jika tiba-tiba datang persoalan berat, dan tidak mampu mengatasinya. Hasilnya adalah kehancuran.

• Perbedaan kedua rumah itu terletak pada dasarnya. Dilihat dari luar mungkin tampak sama baik dan indah, namun berbeda dalam hal kekuatan dan kualitasnya. Ini hanya bisa dilihat jika kita menyelidiki dengan membongkar lantainya, atau setelah rumah itu roboh.


E. APLIKASI

1. Hujan, angin dan banjir

a. Kita, orang Kristen, sering menghadapi berbagai masalah yang berat, yang datang dari luar. Masalah keluarga, ekonomi, tekanan-tekanan dari masyarakat non Kristen, godaan iblis, dan lain sebagainya.

b. Masalah kadang-kadang datang secara tiba-tiba atau di luar rencana kita, bahkan di luar kemampuan kita dapat memikirkannya.

c. Kita harus selalu siap menghadapi berbagai masalah yang datang.

2. Pembangun yang bijaksana

a. Membangun rumah diartikan sebagai membangun kehidupan. Setiap orang percaya yang mengalami lahir baru maka ia mulai membangun kehidupan yang baru (2 Kor 5:17).

b. Supaya kehidupan ini kuat maka harus dibangun di atas dasar yang kokoh. Yesus menyebut dasar ini adalah batu karang. Apa yang diwakili oleh batu karang? Paulus menyatakan bahwa batu karang yang menjadi landasan bangunan kehidupan ini adalah Kristus. Jika kita membangun kehidupan di atas Kristus, kita akan memiliki kehidupan yang kokoh, dan kita akan aman serta selamat. Apa arti membangun di atas Kristus? Artinya, seluruh kehidupan kita bergantung sepenuhnya kepada Kristus. Seluruh bangunan kehidupan kita bertumpu sepenuhnya kepada Kristus sebagai landasan hidup kita. Rumah yang kita bangunpun seharusnya menggunakan bahan yang terbaik, seperti emas dan perak. Kita harus memberikan yang terbaik dari diri kita di dalam membangun kehidupan kita. Kristus akan menopang kita dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan dan memampukan kita melewati ujian sehingga kita tetap kokoh dan memperoleh keselamatan kekal (1 Kor 3:10-14).

c. Lukas menulis tentang ‘menggali dalam-dalam’. Hal ini bukan saja hanya diartikan sebagai bekerja keras, namun juga dapat diartikan ‘menggali sampai ke dalam Kristus’. Seharusnya kita membangun hubungan yang dalam dengan Kristus.

d. Hidup kita setiap hari harus bergerak ke arah Kristus. Jika kita telah membangun hubungan yang kokoh dengan Tuhan, rumah kita bukan sekedar berdiri di atas batu, tetapi ia tertanam di batu itu. Paulus menyebutnya sebagai “berakar di dalam Kristus”. Tuhan menginginkan kita memiliki hubungan yang kuat terikat dengan Kristus, seperti akar yang mencengkeram. Tuhan ingin kita bertambah teguh di dalam iman kepada Kristus dan hati kita melimpah dengan ucapan syukur. (Kol 2:6-7).

e. Kita harus menjadi orang Kristen yang memandang jauh ke depan, bahwa hidup bukan hanya untuk sesaat di dunia ini saja, tetapi sampai kepada kehidupan kekal. Menjadi orang Kristen tidak cukup hanya mendengarkan firman-Nya saja tetapi harus menjadikan firman itu hidup dalam diri kita dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

f. Kita perlu merenungkan hal-hal yang kita lakukan setiap hari:
• Berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk merenungkan firman Allah?
• Berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk mengenal Allah?
• Sudahkah kita melakukan kehendak Allah?
• Sudahkah kita benar-benar hidup di dalam Kristus?
• Sudahkah kita mengandalkan Kristus sepenuhnya untuk menopang kehidupan kita?

3. Pembangun yang bodoh

a. Orang yang bodoh membangun kehidupannya di atas ‘dunia’, misalnya: harta, kekuasaan, kekasih, kehormatan, dll. Semua hal dunia ini sifatnya tidak tetap, seperti pasir, yang mudah bergeser. Bagaimana jika datang persoalan? Kedua Injil dengan jelas menuliskan, hasilnya adalah kehancuran. Jika kita mengandalkan ‘dunia’ ini sebagai landasan kehidupan kita, maka yang akan kita dapat adalah kehidupan yang lemah, mudah terseret arus yang jahat, dan pada akhirnya hidup kita menjadi hancur.

b. Orang ini membangun kehidupannya dengan asal-asalan karena ia berpikir hidup hanya untuk hari ini saja. Dia hanya memikirkan tujuan jangka pendek dan tidak ingin bersusah payah membangun hubungan yang dalam dengan Kristus. Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk jenis orang yang berkata, “Marilah kita makan dan minum sebab besok kita mati. Hari inilah milik kita jadi mari kita nikmati selagi sempat?”. Jika ya, maka kita akan menjadi orang yang lemah imannya tidak akan siap jika tiba-tiba datang persoalan yang berat. Pastilah hidup kita akan hancur. Meskipun kita tetap memperoleh keselamatan karena kita percaya kepada Yesus, tetapi seperti di dalam api (1 Kor 3:15). Dalam buku Tafsiran Alkitab Masa Kini ditulis, bahwa meskipun dia selamat tetapi upahnya tidak akan sama besarnya dengan orang yang memberikan apa yang terbaik dari dirinya di dalam membangun kehidupan bersama Kristus.

c. Orang yang rumahnya tersapu banjir akan sangat menyesal. Jika kita tidak ingin menyesal maka kita tidak boleh berbuat seperti pembangun yang bodoh ini. Ketika kita selamat dari banjir, hendaknya kita bukan sekedar selamat saja, yaitu tidak memiliki apa-apa lagi selain hanya tangan kosong. Kita akan tetap selamat namun dengan menyesali kelalaian kita yang tidak membangun untuk masa depan. Mari kita pikirkan hal ini, bagaimana jika kita selamat dari banjir dan harus menghadap Allah dengan tangan hampa? Sama halnya dengan orang yang berseru kepada Tuhan tetapi tidak melakukan kehendak Bapa di sorga (Mat 7:21). Dan hasilnya adalah, Tuhan tidak mengenal kita dan mengusir kita dari hadapan-Nya, karena kita tidak pernah mau berusaha membangun hubungan yang dalam dengan Kristus (Mat 7:23).

d. Kita sering mengatakan bahwa kita percaya kepada Kristus. Tetapi sudahkah kita melakukan firman-Nya? Berbuat tidak semudah mengatakannya. Mungkin harus kita akui bahwa sangat sulit untuk mempraktekkan firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun jika kita benar-benar mengandalkan Kristus sebagai landasan hidup kita dan kita setiap hari mau berusaha keras membangun hubungan yang dalam dengan Kristus, maka Dia akan menolong kita untuk dapat melakukan kehendak-Nya. Niscaya kita akan mampu menahan badai kehidupan yang menerpa kita dan menerima upah yang indah karena kita berhasil melewati ujian.


REFERENSI

______________, Alkitab, LAI, Jakarta, 2002.
_____________, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius – Wahyu, Yayasan Komunikasi Bina Kasih OMF, Jakarta, Cet. 14, 2006.
______________, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini-jilid 1, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, cet.7, 2002.
Bevere, John, Dasar yang Teguh, Artikel, Weekly Newsletter, Google Blog, 18 Juli 2009.
Blomberg, Craig L., Interpreting the Parables, Intervarsity Press, Downers Grove, Illinois, 1990
Budiono, Paulus, Berseru Nama Tuhan dan Melakukan Firman-Nya adalah Dasar yang Teguh, Artikel, Google Blog, 21 Juni 2009.
Chang, Eric, Dua Macam Dasar, Catatan Khotbah, Google Blog, Montreal, 22 Mei 1977.
Jaffray, R. A., Dr., Perumpamaan Tuhan Yesus-jilid 1, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, cet.8, 2000.
Kistemaker, Simon J., Perumpamaan-Perumpamaan Yesus, Literatur SAAT, Malang, Cet. 3, 2007.







3 komentar: