MENGHADAPI BADAI KEHIDUPAN
Oleh: Niken Nababan
Oleh: Niken Nababan
Saat ini dunia sedang menghadapi suatu badai
kehidupan yang sangat dahsyat, yaitu wabah pandemi virus Corona. Pandemi ini
berdampak besar bagi kehidupan semua orang, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh
dunia. Orang yang miskin menjadi semakin miskin, pengusaha kecil banyak yang
menutup usahanya, bahkan pengusaha besarpun mulai terdampak. Ribuan karyawan
bukan hanya dirumahkan tapi bahkan di PHK. Di sektor pemerintahan dan BUMN mungkin
dampaknya tidak terlalu besar, namun di sektor swasta dampaknya sudah sangat
luar biasa. Kondisi perekononomian masyarakat saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Sebagai contoh di kota Yogyakarta yang mengandalkan sektor pariwisata bagi sebagian
besar warganya pun sudah banyak yang terpuruk. Baru dua minggu Covid merebak di
kota ini, tercatat 98 hotel ditutup, termasuk hotel berbintang empat sekalipun.
Bagaimana kita harus menghadapi kondisi ini
sedangkan untuk keluar rumahpun sangat dibatasi. Mungkin di antara kita sudah
berusaha dengan berbagai cara untuk memperoleh penghasilan namun hanya sedikit
yang dapat dihasilkan untuk sekedar bertahan hidup atau bahkan belum membuahkan
hasil apapun. Mungkin sejuta pertanyaan memenuhi benak kita. Takutkah kita akan
hari esok? Benarkah Tuhan memelihara hidup kita sepenuhnya? Bila Tuhan
memelihara kita dengan kasih setia-Nya lalu mengapa penderitaan ini tak kunjung
berakhir? Iman kita kepada Tuhan Sang Pencipta dan Pemilik hidup ini sedang
diuji.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada
suatu kisah dalam Injil Markus 4:35-41. Badai yang dahsyat menerjang danau
Galilea di saat Yesus bersama murid-murid-Nya sedang berlayar dengan sebuah
perahu. Kejadian yang menimpa murid-murid di danau Galilea, yang sebagian besar
di antara mereka adalah nelayan, merupakan peristiwa yang biasa terjadi. Mereka
pasti sudah mengetahui bahwa badai bisa datang kapan saja. Namun kita
mendapatkan fakta bahwa sebagai nelayan tangguh seperti merekapun tidak siap
menghadapi badai yang sangat dahsyat. Mereka sangat ketakutan melihat
dahsyatnya amukan badai itu. Sangat menarik jika kita perhatikan bagaimana
Yesus tetap tidur dalam amukan badai yang dahsyat. Secara logika perahu
tersebut pasti bergoncang dengan hebat. Bagaimana mungkin seseorang bisa tetap
tidur dalam kondisi demikian. Apakah Yesus sengaja membiarkan murid-murid-Nya
menghadapi badai itu? Lalu apa yang dilakukan murid-murid Yesus? Dalam perasaan
takut yang sangat besar murid-murid membangunkan Yesus dengan sebuah pernyataan
protes karena Yesus seolah-olah tidak peduli dengan mereka.
Saat ini kita ditantang hal yang
sama. Tidak seorangpun tahu kapan wabah ini akan berakhir dan apa yang akan
terjadi pada hari-hari mendatang. Jika kita hanya melihat sisi negatifnya saja
maka kita akan beranggapan bahwa Tuhan berdiam diri dalam penderitaan kita. Namun
jika melihat sisi positifnya maka kita memahami bahwa Tuhan selalu merencanakan
hal yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Melalui badai hidup ini kita dituntut
melakukan transformasi hidup dalam segala hal. Perubahan gaya hidup, pola pikir,
kreatifitas, kepekaan, ketekunan bekerja, dan banyak hal lainnya. Siap atau
tidak kita harus merubah hidup kita. Perubahan ini bukan hanya meliputi hal
jasmani tetapi juga hal rohani. Sekalipun kita dituntut untuk berpikir dan bekerja
lebih keras namun usaha kita itu akan sia-sia jika kita tidak memperteguh iman
kita kepada Yesus.
Sebagaimana teguran Yesus kepada murid-murid-Nya
dalam peristiwa badai di danau Galilea, demikian juga kiranya menjadi teguran
bagi kita di masa kini. Apakah sejauh ini kita masih sepenuhnya mengandalkan
iman kepada Yesus, ataukah kita sudah mulai mengandalkan pikiran dan kekuatan
kita sendiri? Marilah kita tetap memusatkan hidup kita kepada Yesus dan beriman
bahwa Yesus telah menyediakan hal-hal yang baik bagi kita meskipun harus
melalui penderitaan badai hidup yang sangat dahsyat. Iman itu akan menghasilkan
pengharapan bahwa waktu Tuhan adalah yang terbaik dan itulah saatnya badai ini berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar