“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,

ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,

tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu.”

(Matius 7:24-25)

Selasa, 21 Juni 2011

PERCERAIAN: BOLEHKAH? (Exegesa Matius 5:32)

PERCERAIAN: BOLEHKAH?
 (Exegesa Matius 5:32)
Oleh: Niken Nababan


A. PENDAHULUAN

Matius 5:32. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.
Para penafsir telah memberikan berbagai penafisiran yang berbeda-beda untuk ayat ini. Secara umum paling sedikit penafsiran dapat dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama menganggap kalimat perkecualian ini sebagai tidak sah, karena Markus dan Lukas tidak menulisnya. Baik Markus maupun Lukas menulis bahwa larangan perceraian itu adalah mutlak, tidak ada perkecualian apapun. Tetapi Matius mempunyai satu kalimat perkecualian – perceraian diijinkan dengan alasan perzinahan. Kalimat perkecualian Matius harus dilihat dalam konteks kepada siapa dan dalam kondisi seperti apa saat dia menulis Injil.[1]
Kelompok kedua menafsirkan bahwa pernikahan boleh diceraikan jika salah satu atau keduanya melakukan perzinahan, tetapi mereka tidak boleh menikah lagi dengan orang lain. Jika menikah lagi, berarti mereka berzinah.[2] Sedangkan kelompok ketiga menganggap bahwa pernikahan boleh diceraikan dan pihak yang tidak bersalah boleh menikah lagi dengan orang lain, asalkan alasannya adalah perzinahan yang dilakukan oleh suami dan atau istri.[3] Masih terdapat banyak penafsiran yang berbeda dari para ahli teologi dan gembala Gereja sehingga sering membuat orang bingung bagaimana sebenarnya penafsiran yang benar. Ayat ini juga yang selalu digunakan sebagai alasan orang untuk bercerai dan menikah lagi dengan begitu mudahnya. Maka ayat ini menjadi sangat menarik dan perlu dibahas lebih dalam agar kita dapat mengetahui makna yang sebenarnya.

B. PEMBAHASAN

1.  Penafsiran Matius 5:32
a.       Teks:
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan(*)  istrinya kecuali karena zinah(*), ia menjadikan istrinya berzinah(*); dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan(*), ia berbuat zinah(*).
Egw de legw umin oti pas o apoluwn thn gunaika autou parektos logou porneias poiei authn moiceuqhnai, kai oz ean apolelumenen gamhsh, moicatai.[4]
b.      Kata-kata kunci: “menceraikan”; “kecuali karena zinah”; “menjadikan berzinah”; “diceraikan”; “ia berzinah”.
c.       Bagian yang memiliki masalah:
        Apakah perzinahan dapat menjadi alasan untuk bercerai dengan begitu mudahnya?
        Apakah orang yang bercerai boleh menikah lagi?
d.      Fokus kata yang akan dianalisa adalah kata yang bertanda (*): yang menceraikan, zinah, istrinya berzinah, yang diceraikan, berbuat zinah.

2. Penggalian Arti Teks

  1. Pengamatan secara Literal.
1) Menceraikan = apoluwn, diceraikan = apolelumenen à berasal dari kata dasar luw yang artinya:
- melepaskan, menanggalkan, membebaskan,[5]
2) Zinah dalam kalimat “kecuali karena zinah” = porneia, as, yang artinya:
    • Perzinaan, percabulan, pelacuran, ketuna-susilaan.[6]
    • Fornication, whore dom[7] = perbuatan zinah; bersetubuh di luar nikah.
3) Berzinah = moiceuqhnai, berbuat zinah = moicatai, berasal dari kata dasar moicaw, yang artinya:
·         Berzina, berbuat zina.[8]
·         To commit adultery[9] = berzina, menggendaki.

  1. Pengamatan secara Konteks
1)  apoluw memiliki arti:
-          Membebaskan, mengampuni, mengutus, menyuruh pergi, menceraikan, membubarkan.[10]
Arti yang sesuai dengan konteks kalimat tersebut adalah “menceraikan”.
2)  porneia memiliki arti:
-          Perzinaan
-          Pemurtadan atau penyembahan berhala[11]
Arti yang sesuai dengan konteks kalimat tersebut adalah “perzinaan” atau hubungan seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri, atau tidak terikat oleh pernikahan.

  1. Pengamatan secara Gramatikal
1)  ÏŒ apoluwn
-        Parsing: Kata Kerja, Kini, Aktif, Participle, Maskulin, Tunggal, Nominatif.
-        Leksikal: luw = saya sedang melepaskan/membebaskan.
-        Merupakan kata majemuk yang terdiri dari preposisi apo (dari) dan luw. Ada artikel ÏŒ sehingga kata ini menjadi kata petunjuk orang.
-        Teks ini menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung saat itu.
-        Dengan demikian ÏŒ apoluwn berarti orang yang sedang membebaskan dari.
2)  apolelumenen
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Perfek, Pasif, Participle, Feminin, Akusatif.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang telah selesai berlangsung pada masa lampau tetapi dampaknya masih terasa sampai saat ini.
-        Merupakan kata majemuk apo + luw + menen
-        Tidak ada artikel maupun kata penunjuk berarti teks berlaku umum, tidak menunjuk pada orang yang disebut pada kalimat sebelumnya.
-        Dengan demikian apolelumenen berarti dia telah selesai sampai saat ini dibebaskan dari.
3)  porneias
-        Kata Benda, Deklensi 1, Jenis Feminin, Jumlah Tunggal, Kasus Genetif.
-        porneias berarti perzinahan atau percabulan
4)  moiceuqhnai
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Feminin, Aoris, Pasif, Infinitif.
-        Leksikal: moicaw = saya sedang berzinah.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang pernah dan telah selesai dilakukan pada masa lampau.
-        Infinitif Pasif: menunjukkan bahwa teks menerangkan obyek istri.
-        Dengan demikian moiceuqhnai berarti dia pernah dan telah selesai berzinah.

5)  moicatai
-        Parsing: Kata Kerja, Orang ke-3, Tunggal, Kini, Pasif, Indikatif.
-        Teks menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung saat itu.
-        Dengan demikian moicatai berarti dia sedang berzinah.

Jadi secara keseluruhan arti dari teks ini adalah:
§  Kalimat pertama: Orang yang sedang berlangsung menceraikan/membebaskan istrinya, membuat istrinya telah selesai berzinah, kecuali jika perceraian itu terjadi karena istrinya itu melakukan perzinahan atau percabulan di luar pernikahan.
§  Kalimat kedua: Orang yang menikahi perempuan yang telah sampai saat ini diceraikan suaminya, dia (orang itu) sedang berzinah.

  1. Pengamatan secara Historikal
§  Kalimat “kecuali karena zinah” hanya terdapat dalam Injil Matius. Ayat yang sejajar dengan teks ada di Markus 10:11-12 dan Lukas 16:18, namun keduanya tidak menyebutkan adanya perkecualian.
§  Kata porneia (zinah) mulanya berarti perhubungan seks sebelum kawin (Bhs. Inggris = fornication), tapi kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni segala hubungan seks yang tidak wajar.[12]
§  Matius yang asli orang Yahudi menulis Injil untuk orang Kristen Yahudi yang hidup bersama-sama dengan orang Yahudi yang belum percaya, yang tinggal di suatu tempat dekat Palestina, menjelang akhir abad pertama.[13] Maka situasi penerima Injil ini berbeda dengan Markus yang menulis Injil untuk orang Kristen non Yahudi yang tinggal di Yunani, dan Lukas orang Yunani yang kemungkinan menulis Injil di Roma untuk Akhaya[14] 
§  Perbedaan latar belakang dan tujuan tersebut membuat perbedaan juga dalam isi, makna dan detail masalah. Matius nampaknya memperjelas apa yang tidak ditulis oleh Markus dan Lukas sesuai dengan keadaan jemaat pada saat itu.
§  Jika diteliti pada ayat-ayat sebelumnya (27-31) dan ayat paralel di Matius 19:6-9, tersirat bahwa dalam kehidupan orang Kristen Yahudi pada masa itu banyak terjadi perceraian, perzinahan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Mereka masih mengikuti ketentuan Musa yang mengijinkan perceraian dan mengeluarkan surat cerai. Tetapi Yesus meluruskan bahwa itu terjadi karena ketegaran hati orang Israel, bukan keinginan Musa dan bukan kehendak Allah.   
§  Hukuman Yahudi untuk perzinahan adalah dirajam sampai mati.                   

e.       Pemahaman dengan perbandingan teks lain
1)  Perbandingan pemakaian kata Yunani yang sama di bagian lain.
§  apoluw dipakai sebanyak 66x, antara lain di:
-        Mat. 19:39 à Yesus menyuruh orang banyak itu pulang.
-        Mrk. 10:2 à “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?”
-        Luk. 16:18 à Setiap orang yang menceraikan istrinya,
-        Luk. 23:25 à ia melepaskan orang yang dimasukkan ke dalam penjara
-        Yoh. 18:39 à aku membebaskan seorang bagimu,
§  porneia dipakai sebanyak 25x, antara lain di:
-        Mat. 15:19 à pembunuhan, perzinahan, percabulan
-        Yoh. 8:41 à “Kami tidak dilahirkan dari zinah (dalam arti rohani murtad dari Allah dan bisa juga sindiran perihal kehamilan Maria di luar pernikahan yang sah)
-        Kis. 15:29 à yang mati dicekik dan dari percabulan (dalam pengertian umum mengenai pelanggaran hukum perkawinan Yahudi dalam Im. 18).
-        1 Kor. 6:18 à Jauhkanlah dirimu dari percabulan!
-        Gal. 5:19 à perbuatan daging telah nyata, yaitu percabulan, kecemaran,
§  moicaw dipakai sebanyak 4x dan moiceuw dipakai sebanyak 15x, antara lain di:
-        Mat. 19:9 à kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
-        Mrk. 10:12 à dan kawin dengan laki-laik lain, ia berbuat zinah.”
-        Luk. 16:18 à barang siapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”
-        Rom. 13:19 à jangan berzinah, jangan membunuh,
-        Yak. 2:11 à Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”,
-        Why. 2:22 à mereka yang berbuat zinah dengan dia

C. ANALISA PENAFSIRAN

Dari penggalian yang dilakukan mulai dari pengamatan secara literal, gramatikal, kontekstual, historikal, dan perbandingan dengan teks pada bagian lain, maka penulis membuat penafsiran sebagai berikut:
Allah tidak pernah menghendaki perceraian, bahkan melarangnya. Pada zaman Musa, perceraian diijinkan karena kekerasan hati umat Israel. Orang sangat mudah bercerai dengan berbagai alasan. Kondisi seperti ini juga masih terjadi pada zaman Yesus. Selain banyaknya perceraian, kehidupan moral orang Yahudi juga sangat merosot. Banyak yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah, laki-laki pergi ke tempat pelacuran, sampai pada hubungan yang tidak wajar seperti incest, kejahatan seksual dan sebagainya. Intinya, mereka melakukan percabulan dan hidup dalam perzinahan. Yesus kembali mengingatkan umat pada kehendak Allah yang sesungguhnya, yaitu laki-laki tidak boleh menceraikan istrinya, dengan alasan apapun. Pada masa itu dalam hukum Yahudi, orang yang kedapatan berzinah akan mendapat hukuman “dirajam sampai mati”. Maka frase “kecuali karena zinah” tidak dapat diartikan sebagai alasan seseorang dapat bercerai. Seorang yang berzinah pada masa itu sudah pasti akan dihukum mati, maka Matius membuat perkecualian dalam arti bahwa orang yang dimaksud itu tidak perlu dikenai aturan lagi karena dia sudah terhukum dan mati.
Perzinahan sendiri memiliki arti yang luas. Setidaknya ada tiga arti. Pertama, perzinahan di luar pernikahan. Kedua, perzinahan yang dilakukan setelah menikah. Ketiga, hubungan seksual yang tidak wajar.
Jika kita mengambil arti yang pertama, perzinahan yang dilakukan di luar pernikahan, maka sesungguhnya Yesus melarang manusia menceraikan pernikahan yang sah. Hanya pernikahan yang tidak sah yang boleh diceraikan. Ini sejalan dengan ayat yang tertulis pada Matius 19:6 dan Mrk. 10:9. Makna kata menceraikan pada kalimat pertama, itu menunjuk pada kejadian yang sedang berlangsung pada saat itu. Maka penulis menafsirkan bahwa Yesus mengijinkan perceraian dengan perkecualian hanya berlaku pada masa itu saja, untuk menyelesaikan masalah-masalah perceraian dan perzinahan yang sedang terjadi. Yesus tidak menghendaki hal itu terulang lagi di masa sesudahnya.
Jika kita mengambil arti yang kedua dan ketiga, yaitu perzinahan dalam pernikahan yang sah, maka penafsirannya adalah: Yesus mengijinkan perceraian jika terjadi perzinahan, namun bukan sembarang perzinahan. porneia memiliki arti yang lebih dalam. Perzinahan di sini meliputi percabulan, hubungan yang tidak wajar, kejahatan seksual, dan berbagai macam jenis perzinahan seperti yang ditulis dalam Imamat pasal 18. Maka jika ada istri yang selingkuh dengan laki-laki lain, tidak dapat dengan mudah diceraikan suaminya begitu saja karena bukan tergolong zinah dalam arti porneia.
Kalimat yang kedua (ayat 32b; siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah), dalam bahasa Yunani, kata “perempuan” di sini tidak menunjuk pada perempuan yang ditulis pada kalimat pertama (ayat 32a). Kalimat pertama tidak berhubungan langsung dengan kalimat kedua, jadi perceraian yang dimaksud adalah perceraian dari pernikahan yang sah dan tidak ada perkecualian. Pernyataan ini berlaku universal, maka penulis menafsirkan bahwa Tuhan Yesus melarang pernikahan kedua. Setiap orang yang bercerai dengan suami, dia tidak boleh menikah dengan orang lain. Jika dia menikah lagi, maka dia hidup dalam perzinahan. Penafsiran ini sejalan dengan yang ditulis dalam Markus 10:12 dan Lukas 16:18.



D. KESIMPULAN

Dari penggalian terhadap Matius 5:32 dapat diambil kesimpulan, telah terdapat dua penafsiran. Penafsiran pertama, Tuhan melarang perceraian. Penafsiran kedua, Tuhan mengijinkan perceraian karena sesuatu hal, namun Tuhan melarang pernikahan kedua. Penulis memilih penafsiran yang pertama, yaitu Tuhan melarang perceraian. Tidak ada alasan apapun untuk dapat menceraikan pernikahan yang diteguhkan dan diberkati Tuhan. Namun jika pembaca setuju dengan penafsiran kedua, sebaiknya mengingat satu hal yang ditulis di bagian lain (Mat. 19:6; Mrk. 10:9), yaitu bahwa Tuhan tidak menghendaki perceraian atas pernikahan yang sah di Gereja. Apa yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia. Meskipun Tuhan mengijinkan perceraian, tentunya lebih baik kita mengikuti apa yang dikehendaki-Nya. Sama halnya dengan memilih apa yang mau kita perbuat di dalam kebebasan yang Tuhan berikan. Tuhan mengijinkan kita melakukan apa saja. Banyak pilihan di hadapan kita. Marilah kita memilih untuk melakukan apa yang dikehendaki Tuhan karena itulah yang terbaik bagi kemuliaan-Nya.

REFERENSI

______, Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid-3, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006.

Budi Asali, M.Div, Pdt. Naskah Eksposisi Injil Matius, ________

Ferdinan K. Suawa, Dr., M.A. Memahami Gramatika Dasar Bahasa Yunani Koine, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2009.

Hasan Sutanto, Pdt., D.Th., Perjanjian Baru Iinterlinear dan Konkordansi (PBIK) -Jilid 1dan 2, LAI, 2006.

LAI, Alkitab, _____

Robert Young, LL. D. Analytical Concordance to The Bible, Eerdmans Publishing Company, Michigan, 1985.





[1] Barclay: “It is now that we are face to face with one of the most real and most acute difficulties in the New Testament. ... The difficulty is - and there is no escaping it - that Mark and Matthew report the words of Jesus differently. ... both Mark and Luke make the prohibition of divorce absolute; with them there are no exceptions whatsoever. But Matthew has one saving clause - divorce is permitted on the ground of adultery. ... In the last analysis we must choose between Matthew’s version of this saying and that of Mark and Luke. We think there is little doubt that the version of Mark and Luke is right. ... Matthew’s saving clause is a later interpretation inserted in the light of the practice of the Church when he wrote” (Pdt. Budi Asali, M.Div, Naskah Eksposisi Injil Matius, hal 5)
[2] Matthew Poole: “He (Jesus) here opposeth the Pharisees in two points. 1. Asserting that all divorces are unlawful except in case of adultery. 2. Asserting that whosoever married her that was put away committed adultery” (Pdt. Budi Asali, M.Div, Naskah Eksposisi Injil Matius, hal 15).
[3] John Murray tentang Mat 19:9: “Matthew informs us of two things: (a) a man may put away his wife for adultery; (b) he may marry another when such divorce is consummated” – (‘Marriage, Divorce and Remarriage in The Bible’, hal 52).

[4] Pdt. Hasan Sutanto, D.Th., PBIK -Jilid 1, LAI, 2006.
[5] Dr. Ferdinan K. Suawa, M.A. Memahami Gramatika Dasar Bahasa Yunani Koine, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2009.
[6]  Ibid.
[7]  Robert Young, LL. D. Analytical Concordance to The Bible, Eerdmans Publishing Company, Michigan, 1985.
[8]  Dr. Ferdinan K, ___.
[9] Robert Young, L. D, ___.
[10] Pdt. Hasan Sutanto, D.Th., PBIK -Jilid 2, LAI, 2006.
[11] Ibid, hal 104
[12] Tafsiran Alkitab Masa Kini Jilid-3, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2006, hal 73.
[13] Ibid, hal 60.
[14] Ibid, hal 123 dan 188

Sabtu, 11 Juni 2011

BAGAIMANA POSISI PEREMPUAN DI GEREJA?


BAGAIMANA POSISI PEREMPUAN DI GEREJA?
(1 Timotius 2:11-12)

Latar Belakang

Surat Paulus ditulis kepada Timotius di Efesus pada sekitar tahun 65 M. Paulus menulis surat ini ketika ia berada di Korintus. Tidak ada masalah-masalah khusus di Efesus. Surat ini bertujuan untuk menasihati, mendorong dan memberikan pengarahan kepada Timotius mengenai beberapa urusan dan persoalan di gereja. Efesus adalah kota pelabuhan di mulut sungai Cayster, di pantai Barat Asia Kecil, sekarang dikenal sebagai Turki. Di sana terdapat kuil yang dipersembahkan untuk Dewi Artemis.

Perundang-undangan setelah pembuangan meletakkan lebih banyak larangan atas perempuan. Mereka tidak lagi diijinkan untuk beribadah bersama laki-laki. Kesaksian mereka tidak diterima di pengadilan dan mereka tidak boleh mengajarkan Torah. Pada zaman PB ada beberapa perubahan. Tetapi ada bukti dalam Yudaisme setelah 70 M, laki-laki Yahudi masih bersyukur kepada Allah bahwa mereka tidak dilahirkan sebagai perempuan. Dalam Gal. 3:28 Paulus menyatakan persamaan rohani antara perempuan dan laki-laki dalam hubungan dengan Yesus. Namun peranan yang ditetapkan Allah bagi mereka dalam pernikahan jelas berbeda (Ef. 5:22-23).

Posisi Perempuan Pada Waktu Itu

Paulus menasihatkan agar perempuan berdandan dengan pantas dan sopan, dan jangan berkepang-kepang dengan perhiasan dan pakaian yang mahal (ay. 9). Kata “pantas” (Yun. aidos) mengandung arti merasa malu bila menampakkan bagian tubuh. Tulisan ini memberi gambaran bagaimana sikap para perempuan Efesus pada waktu itu sehingga Paulus merasa perlu memberikan nasihat yang demikian.

Ayat 13 merupakan argumentasi Paulus untuk tanggung jawab laki-laki sebagai pimpinan dan pembina rohani baik di rumah maupun di gereja (lih. Ef. 5:23), didasarkan pada maksud Allah dalam penciptaan. Allah menciptakan laki-laki dahulu agar memimpin dan mengatur keluarga. Perempuan diciptakan kemudian sebagai pendamping dan penolong laki-laki (Kej. 2:18).

Ayat 14 merupakan argumentasi Paulus didasarkan pada akibat yang merusak setelah Adam dan Hawa mengabaikan larangan Allah. Hawa bertindak terlepas dari Adam (tidak tunduk kepada suami) dan Adam mengabaikan tanggung jawab sebagai pemimpin di bawah Allah dengan menyetujui ketidaktaatan Hawa.

Dalam kondisi perempuan yang demikian, yang jauh dari peran bagaimana seharusnya seorang istri dan ibu, maka Paulus melarang perempuan untuk mengajar dan memerintah laki-laki. Sebaliknya dia menasihati agar perempuan hidup dalam kepatuhan kepada suami (ay. 11) dan kesederhanaan (ay.15).

Pendapat Saya Sekarang

Perempuan boleh mengajarkan kebenaran firman Allah di gereja maupun di rumah. Pemberitaan Injil dan tugas pelayanan adalah tanggung jawab semua orang baik laki-laki maupun perempuan. Yesus sendiri sangat menghargai pelayanan perempuan, contohnya, Martha dan Maria, saudara Lazarus. Yesus juga memakai perempuan untuk menjadi saksi tentang diri-Nya (kisah perempuan Samaria di Yoh. 4). Kesimpulannya, perempuan boleh mengajar tetapi perannya sebagai istri yang patuh kepada suami sebagai pemimpin keluarga harus tetap dijalankan.