THE COST OF BEING A DISCIPLE
Lukas 14:25-35
Oleh: Niken Nababan
(Persekutuan Umum PMK MIPA UGM – 17 Nopember 2012)
Syarat Menjadi Murid Yesus
25 ¶ Pada suatu
kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil
berpaling Ia berkata kepada mereka:
26
"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya,
ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan,
bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
27 Barangsiapa
tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
...
33 Demikian
pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari
segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.
ARTI MURID
Kata “murid”
dalam bahasa Yunani adalah μαθητές - mathetes.
Kata ini ditemukan dalam Alkitab hanya di Injil dan Kisah Para Rasul. Arti ’mathetes’
adalah seorang yang tidak hanya menerima pandangan gurunya, tetapi dia juga
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah murid-murid
Yohanes pembaptis, (Mat 9:14; Luk 7:18; Yoh 3:25); dan juga orang Farisi
(Mat 22:16; Mrk 2:18; Luk 5:33). Kata “murid” dalam bahasa inggris ’disciple’ mempunyai akar kata yang sama
dengan ’discipline’, sehingga proses
pemuridan tidak pernah lepas dari disiplin.
Mula-mula
kata murid dalam Alkitab diterapkan kepada murid-murid Yesus, tetapi setelah
kebangkitan Yesus, setiap orang yang mengakui-Nya juga disebut sebagai murid
(Kis 6:1,2,7; 9:36, 11:26). Di kemudian hari, para murid disebut atau dikenal
sebagai Kristen yang artinya adalah pengikut Kristus.
SYARAT MENJADI MURID
1. Memikul
Salib
Salib Kristus merupakan lambang
penderitaan (1 Pet 2:21; 4:13), kematian (Kis 10:39), kehinaan (Ibr 12:2),
cemoohan (Mat 27:39), penolakan (1 Pet 2:4) serta penyangkalan diri (Mat
16:24). Apabila kita sebagai orang percaya mengangkat salib kita dan mengikut
Yesus, maka kita menyangkal diri (Luk 9:23) dan bersedia masuk ke dalam empat
macam pergumulan dan penderitaan:
a) Kita menderita dalam perjuangan
seumur hidup melawan dosa (Rom 6:1-23; 1 Pet 4:1-2) dengan menyalibkan semua
keinginan yang berdosa (Rom 6:1-23; 8:13; Gal 2:20; 6:14; Tit 2:12; 1 Pet
2:11,22-24).
b) Kita menderita dalam peperangan
terhadap Iblis dan kuasa-kuasa kegelapan sewaktu kita menumbuhkan pengenalan
akan Allah (2 Kor 10:4-5; 6:7; Ef 6:12; 1 Tim 6:12). Kita mengalami baik
perseteruan dari Iblis dengan pasukan setannya (2 Kor 6:3-7; 11:23-29; 1 Pet
5:8-10) maupun penganiayaan yang datang dari perlawanan kita terhadap para guru
palsu yang memutarbalikkan Injil yang benar (Mat 23:1-36; Gal 1:9; Fil 1:15-17).
c) Kita menanggung kebencian dan ejekan
dari dunia (Yoh 15:18-25; Ibr 11:25-26) ketika bersaksi dengan kasih bahwa
perbuatannya itu jahat (Yoh 7:7), dengan memisahkan diri kita dari dunia secara
moral dan rohani.
d) Seperti Yesus,
mungkin kita juga akan menerima ejekan dan penganiayaan dari orang-orang yang
tidak percaya Yesus (Mrk 8:31).
2.
Mengikut Yesus
Frasa “datang kepada-Ku” dan “mengikut” dalam bahasa
Yunani menggunakan kata yang sama: ἔρχομαι πρὸς - is coming to, mempunyai arti ‘datang’, ‘pergi bersama’, ‘berjalan’. Mengikut Yesus
bukanlah suatu pilihan tetapi panggilan bagi setiap orang percaya. Kita tidak
bisa memilih apakah mau mengikut Kristus atau mau mengikut dunia. Seorang yang
sungguh-sungguh percaya Kristus seharusnya mengikut Kristus selama hidup dengan
kepatuhan pada segala perintah-Nya.
Banyak orang
menyamakan antara menjadi penganut agama Kristen dengan menjadi pengikut Kristus,
padahal itu sesuatu yang berbeda sekali. Kita bisa saja memiliki agama Kristen
tapi belum tentu menjadi pengikut Yesus. Seseorang bisa rajin ke Gereja tapi menjadi
pegawai yang malas bekerja. Rajin melayani di Gereja tapi masih suka bergosip. Pandai
mengucapkan ayat-ayat Alkitab tapi tidak pernah melakukannya (lih. Mat 7:21).
3.
Menyangkal
diri
Ayat 33 bicara tentang “menyangkal diri” (lih. Luk
9:23). Terjemahan untuk "menyangkal
diri" adalah tidak lagi memikirkan kepentingannya sendiri (BIS), tidak memperhitungkan
diri dan hak pribadi, tidak memusingkan diri terhadap kepentingan sendiri,
tetapi lebih berorientasi kepada kepentingan orang banyak. Menyangkal diri
berarti juga membungkam keegoan, sehingga yang nampak ke permukaan bukan
penonjolan diri, tetapi sifat Kristus yang terpancar dari diri kita. Menyangkal
diri juga berarti dapat menguasai diri, tidak serakah, tidak gila jabatan
ataupun penghormatan. Walaupun murid-murid Yesus sudah cukup lama hidup dan
pelayanan bersama-sama dengan Yesus, namun rupanya konsep mereka terhadap Yesus
ini masih salah. Konsep pemikiran mereka itu masih duniawi. Bagi Yesus setiap
orang yang mau menjadi murid-Nya harus melepaskan segala sesuatu yang bertujuan
untuk kepentingan diri sendiri agar dapat memusatkan perhatian kepada Kristus.
"Tiap-tiap orang" di sini berarti siapapun juga, tidak ada yang
mendapat dispensasi atau pengecualian.
Dalam ayat 26 Yesus
menyatakan kerasnya tuntutan-tuntutan yang terkandung dalam undangan-Nya kepada
manusia. Yesus sengaja memilih ungkapan ini agar pendengarnya menyadari ada hal
yang lebih penting dibanding hal-hal duniawi dan mereka dapat lebih dalam
meresapkan ajaran pokok itu. Kita sering menekankan makna 'kebencian' dalam
konotasi negatif. Namun kata "benci"
dalam ayat di atas mempunyai makna lain, yaitu sikap memperbandingkan satu
dengan lainnya.
Kata
"membenci" (Yun: μισει - misei, dari kata μισεω - miseô) dalam ayat ini ditulis dalam bentuk verb -
present active indicative - third person singular, berarti "kurang
mengasihi" (to love less), "kurang
suka" kepada sesuatu atau seseorang dari pada yang lain. Bandingkan teks
ini dengan Mat 10:37 (mengasihi bapanya lebih dari pada mengasihi Yesus); Kej
29:31 (Lea tidak dicintai). Maksudnya adalah: barang siapa hendak menjadi murid
Yesus harus bersedia meninggalkan semuanya, mengurbankan segala kepentingan
duniawi, bahkan memutuskan pertalian-pertalian yang paling akrab dan mesra. Yesus menuntut agar kesetiaan dan kasih kita
kepada-Nya lebih besar daripada setiap hubungan
kasih sayang yang lain, sekalipun kepada keluarga kita sendiri.
Menurut
penafsiran banyak ahli, Tuhan Yesus berbicara dalam bahasa Aram, Lukas
menerjemahkannya ke dalam bahasa Yunani, dan akhirnya kita membacanya dalam
bahasa Indonesia. Dalam liku-liku panjang proses penerjemahan tersebut, makna asli
dari kata benci yang terdapat dalam bahasa Aram, tak lagi tertangkap
seluruhnya, baik dalam terjemahan bahasa Yunani maupun bahasa Indonesia. Jadi
kata “membenci” dalam ucapan Tuhan Yesus itu lebih tepat diartikan “mengenyampingkan”
atau “menomorduakan”.
Seringkali keluarga
justru menjadi penghalang antara kita dengan Kerajaan Allah. Bagi pengikut
Tuhan Yesus, minat akan Kerajaan Allah haruslah yang utama. Segala urusan harus
menjadi nomor dua, termasuk ikatan-ikatan keluarga. Orang bisa saja begitu
terbelit oleh ikatan-ikatan keluarga, sehingga tidak ada waktu dan perhatian
untuk hal-hal yang lebih besar. Dan tidak ada yang lebih besar daripada hal
Kerajaan Allah. Suami atau ayah tentunya menjadi kepala keluarga, seseorang
bisa memandang keluarganya sebagai hal yang paling utama di atas segalanya.
Tuhan Yesus dengan keras mengecam sikap yang mengarah kepada diri-sendiri
semacam itu.
Persiapan Menjadi Murid Yesus
28 Sebab
siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk
dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan
pekerjaan itu?
29 Supaya
jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya,
jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia,
30 sambil
berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya.
31 Atau, raja
manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu
untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi
lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?
32 Jikalau
tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan
syarat-syarat perdamaian.
Kedua
perumpamaan itu memiliki makna yang sama. Orang yang hendak membangun sebuah
menara harus terlebih dahulu menghitung berapa banyak biaya yang dibutuhkan
bagi pembangunan menara itu dan mempertimbangkan apakah uangnya cukup untuk
membiayai seluruh pembangunan menara itu. Demikian pula halnya dengan raja yang
hendak pergi berperang, ia harus terlebih dahulu menghitung dan
mempertimbangkan berapa banyak jumlah pasukan yang diperlukan untuk mencapai
kemenangan. Artinya, sebelum seseorang melakukan sesuatu, ia harus terlebih
dahulu mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.
Yesus
mengajarkan bahwa barangsiapa mau menjadi murid-Nya harus memastikan lebih
dahulu apakah ia telah siap untuk membayar harganya. Harga kemuridan yang
sejati adalah mengorbankan semua hubungan dan harta milik, yaitu segala sesuatu
yang kita miliki: barang materiel, keluarga, kehidupan, cita-cita, rencana dan
kepentingan kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita harus membuang semua
yang kita miliki, tetapi segala yang kita miliki harus diserahkan untuk
melayani Kristus dan berada di bawah tuntunan-Nya (lih. Mrk 13:24; Mat 7:14;
Yoh 16:33; 2 Tim 3:12).
Kita harus
menghitung segala tuntutan untuk menjadi murid Kristus sebelum memulai suatu
perjalanan yang barangkali tak sanggup kita lanjutkan. Membangun gedung yang
tak pernah terselesaikan karena kekurangan dana adalah suatu kebodohan. Betapa
bodohnya juga panglima tentara yang tidak memperhitungkan kekuatan tentaranya
sebelum maju ke dalam pertempuran.
Yesus tidak mencari orang yang sekedar ikut-ikutan dan
asal-asalan. Menjadi murid Kristen bukan sekedar datang ke Gereja jika ada
waktu atau karena ingin memperoleh layanan tertentu dari. Menjadi Kristen
berarti siap mempertanggung jawabkan iman dan memberi jawab kepada mereka yang
bertanya tentang imannya. Menjadi Kristen berarti juga siap dan mau mempelajari
pengajaran Kristus dengan bertekun dalam firman, dan bersedia melakukan dalam
kehidupannya, apapun resiko yang dihadapi. Kualitas iman Kristen teruji ketika
menghadapi rintangan, tantangan dan tentangan.
Dalam perumpamaan ini, kita juga menemukan
ajaran Tuhan Yesus tentang strategi atau perencanaan hidup. Kalau kita mau berhasil, kita harus punya
strategi atau perencanaan. Mau membuka usaha harus direncanakan, mau membangun
rumah harus direncanakan, mau mendirikan gereja harus direncanakan, mau menikah
harus direncanakan, mau mempunyai anak pun harus direncanakan.
Ciri Murid Kristus Sejati
34 Garam memang
baik, tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
35 Tidak ada
lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk, dan orang membuangnya saja.
Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"
MENJADI GARAM
Garam menjadi salah satu bahan pokok dalam perekonomian Yahudi. Mereka
memperoleh banyak garam dengan cara menguapkan air Laut Tengah di tambak-tambak
dan mempunyai persediaan garam yang melimpah di pantai-pantai Laut Mati (Zef
2:9). Di bawah Antiokhus Epifanes, Siria menetapkan pajak garam yang dibayarkan
kepada Roma. Di bukit Garam (Jebei Usdum) terdapat sebuah dataran tinggi seluas
4.000 hektar di sudut Barat Daya Laut Mati. Garam ini terjadi dari karang atau
fosil. Karena ketidakmurnian dan perubahan-perubahan kimiawi, maka lapisan
luarnya biasanya kurang sedap. Acuan dalam Mat 5:13 menunjuk pada hal yang terakhir
ini, yang umumnya dibuang karena tidak ada harganya.
Macam-macam kegunaan garam:
- Garam sebagai sesuatu yang baik dan berguna (Mrk 9:50; Kol 4:6).
- Di kalangan masyarakat Timur Dekat garam digunakan untuk mensahkan perjanjian, sehingga garam menjadi lambang kesetiaan dan kelanggengan (Bil 18:19; 2 Taw 13:5).
- Dalam korban sajian imamat (Im 2:13) garam digunakan sebagai pengawet untuk menandai ciri langgeng dari ‘perjanjian garam’ antara Allah dan Israel.
- Elisa menggunakan garam untuk menyehatkan air yang tidak baik di mata air Yerikho (2 Raj 2:19-22).
- Garam digunakan untuk menguatkan bayi-bayi yang baru lahir dengan mengoleskan pada perutnya sebelum dibedung (Yeh 16:4).
- Garam dipakai untuk penambah sedapnya makanan (Ayub 6:6).
- Garam sebagai lambang kebinasaan (Hak 9:45).
- Garam sebagai lambang
penghakiman (Mrk 9:49).
Itulah gambaran pentingnya garam bagi
manusia. Namun garam tidak berguna lagi jika sudah menjadi tawar. Meskipun
garam sudah kehilangan rasa asinnya, ia masih tampak seperti garam, warnanya
tetap putih, masih berbentuk butiran dan bubuk. Masih berbentuk seperti garam,
tetapi saat kita merasakannya, tidak ada rasa garam lagi. Bentuknya memang
seperti garam tetapi sudah kehilangan kualitas dari garam itu sendiri.
Pernyataan Yesus
di dalam ayat 34-35 ditutup dengan frasa yang penting, "Siapa mempunyai
telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar." Tuhan ingin
murid-murid-Nya menaruh perhatian tentang makna “garam” ini. Yesus ingin
murid-murid-Nya jangan sampai kehilangan rasa asin dari garam, karena garam
yang sudah menjadi tawar tidak dapat diasinkan kembali (bdk. Mat 5:13; Mrk 9:50).
Bagaimana kita dapat mengasinkan garam yang sudah tawar? Tidak ada lagi yang
dapat dilakukan dengan garam yang tawar. Tidak ada gunanya lagi selain dibuang
dan diinjak orang.
Peringatan ini sangat penting dan kita
harus memahami beberapa hal yang berkaitan dengan ayat itu. Dalam hal rohani,
bagaimana garam itu menjadi tawar? Bagaimana orang Kristen tidak berfungsi lagi
sebagai orang Kristen? Kita dapat membandingkan dengan pernyataan Paulus dalam
2 Timotius 3:5 bahwa akan ada orang yang "secara lahiriah menjalankan
ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." Bandingkan
juga dengan Ibrani 6:6, “namun yang
murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka
bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan
menghina-Nya di muka umum”.
Tuhan menghendaki kita berusaha dengan
segenap hati dan tenaga untuk menjaga kualitas hidup kita sebagai murid-Nya.
Sebab jika hati kita sudah menjadi tawar, kita tidak dapat lagi melakukan tugas
kemuridan menurut kehendak Allah dan kita pun kehilangan karakter murid Kritus.
Hingga pada hari terakhir Tuhan pun akan mengusir kita karena Tuhan tidak lagi
mengenal kita sebagai murid-Nya (Mat 7:23). Bahkan keadaan tawar hati itu jika
dibiarkan bisa saja membuat kita jadi menolak Kristus dan tidak dapat lagi
diselamatkan.
Refleksi
Menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Yesus merupakan
tiga hal yang tidak dapat dipisahkan sebagai syarat untuk menjadi murid Yesus.
Seseorang yang mengaku sebagai murid Kristus harus mempunyai ketiga ciri itu di
dalam dirinya. Siapkah kita membayar harga sebagai seorang murid Kristus? Jika
selama ini kita mengaku sebagai murid Kristus, apakah kehidupan kita sudah
mencirikan seorang murid? Seorang murid Kristus sejati adalah seorang yang mau tunduk
pada tuntunan Sang Guru, seorang yang menghidupi ajaran Guru tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya, seorang yang yang menjadi berkat bagi setiap orang, seorang
yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya pada hari penghakiman kelak.
Kemuliaan hanya bagi Allah di tempat yang Maha Tinggi.
Amin.
Referensi
Alkitab.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.
Tafsiran Alkitab Masa Kini.
Kitab Penuntun Hidup
Berkelimpahan.
Hasan Sutanto, Kitab Perjanjian Baru Yunani Interlinear, SAAT,
Malang
Sarapan Pagi Biblika, Bible Study/Christian Library online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar