Fellowship with God and Each Other
Oleh: Niken Nababan
Ibadah Minggu Retret PMK Psikologi UGM, 21 Oktober 2012
Ibadah Minggu Retret PMK Psikologi UGM, 21 Oktober 2012
A. Hidup yang Diubahkan
Efesus 4:22-24
Kita harus menanggalkan manusia lama kita dan mengenakan manusia baru.
• Manusia lama: mereka yang hidup dalam hawa nafsu dan bermacam-macam kecemaran, yaitu mereka yang jauh dari persekutuan dengan Allah
• Manusia baru: kehidupan menurut kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya, yaitu mereka yang mengenal Kristus
Ilustrasi:
Ada anak gelandangan diangkat menjadi anak raja, apa yang akan dilakukan kepada anak itu? Anak itu harus meninggalkan semua kebiasaan lamanya dan membuang semua yang dimilikinya karena semua itu tidak pantas untuk dibawa dalam kerajaan. Dia dididik untuk mengikuti segala aturan kerajaan sehingga dia menjadi sama dengan anak-anak raja yang lain.
B. Mengenal Kristus Sebagai Tuhan
Kita dapat mengenal seorang pribadi dengan baik apabila kita mempunyai hubungan atau relasi yang sangat dekat dengannya. Hubungan dekat itu hanya dapat terjadi jika kita mau dengan sengaja membentuknya dan memeliharanya. Demikian juga dengan Allah. Kita akan dapat mengenal Allah dan memahami apa yang dikehendaki-Nya jika kita menjalin dan memelihara hubungan dengan Allah. Contohnya, seperti hubungan seorang anak dengan bapaknya. Karena bertemu setiap hari, bersama-sama dalam beberapa jam sehari, dan menerima pengajaran/bimbingan rutin, anak itu menjadi sangat mengenal bapaknya. Baru mendengar langkah kakinya atau suara gumaman bapaknya pun dia sudah tahu kalau bapaknya datang walaupun belum melihat orangnya.
Cara kita memelihara hubungan dengan Allah adalah dengan menjalin komunikasi dengan-Nya setiap hari,yaitu melakukan:
• Saat Teduh
• Berdoa
• Membaca Alkitab
Apakah dengan memelihara hubungan yang dekat dengan Allah secara pribadi itu saja sudah cukup bagi kita sebagai orang Kristen? Jawabannya adalah, tidak. Selain kita mempunyai hubungan yang intim dengan Allah, kita juga harus mempunyai hubungan yang intim dengan orang lain.
C. Panggilan Untuk Hidup Bersekutu dengan Allah dan Sesama
Kata “persekutuan” dalam bahasa Yunani, berakar dari kata koin: ‘bagi’. Kemudian muncul dalam dua kata sifat, koinonos (10 kali) dan sungkoinonos (4 kali), artinya: orang yang mengambil/mendapat bagian. Dua kata kerja koinoneo (8 kali) dan sungkoinoneo (3 kali), artinya: mendapat bagian, mengambil bagian, memberi sebagian. Kata benda koinonia (19 kali), artinya: persekutuan, kebaikan hati, sumbangan, simpati, keikutsertaan. Beberapa dari ayat itu cenderung berarti sebagai ‘kemurahan hati’ (misal: Rom 15:26; 2 Kor 9:13; Ibr 13:16).
Kata koinonia menunjuk kepada hidup jemaat bersama-sama, dengan arti bahwa orang-orang percaya bersama-sama mendapat bagian dalam pengalaman-pengalaman tertentu. 1 Kor 1:9 dan 10:16 berbicara tentang persekutuan dalam darah dan tubuh Kristus. Ayat ini bukan hanya menunjukkan persekutuan jemaat dengan Kristus, namun juga menunjukkan koinonia sebagai gereja, yaitu persekutuan para pengikut Kristus.
Persekutuan kita dengan Allah dan dengan sesama terbentuk bukan semata-mata karena keinginan kita melainkan keinginan Allah melalui kematian Kristus. Efesus 2:15-16 berbunyi: “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu”.
Dengan demikian, hidup bersekutu dengan orang lain adalah kehendak Allah. Kristus telah mati untuk membebaskan manusia dari dosa dan untuk menciptakan persekutuan saudara seiman (Ef 2:15) maka setiap orang yang mengaku menerima Kristus, tidak dapat lagi hidup sendiri melainkan harus mau hidup bersama-sama dengan saudara-saudara seiman di dalam sebuah keluarga baru, yaitu keluarga Allah (Ef 2:19-20).
Kebutuhan pendamaian timbul karena tiga hal: dosa dalam diri manusia yang bersifat universal, bobotnya teramat berat, dan ketidakmampuan manusia mengatasi dosa itu. Sifat dosa universal dinyatakan dalam 1 Raj 8:46; Mzm 14:3; Pkh 7:20; Mrk 10:18; Rom 3:23. Bobot dosa teramat berat nampak dalam bagian-bagian yang menunjukkan betapa menjijikkan dosa itu bagi Allah, misalnya Hab 1:13; Yes 59:2; Ams 15:29; Mrk 3:29 (dosa yg tak terampuni); Mrk 14:21. Sebelum diperdamaikan dengan Allah, manusia hidup jauh dari Allah’ (Kol 1:21) serta menghadapi penghakiman dan hukuman (Ibr 10:27).
Manusia tidak akan pernah mampu mengatasi atau menyelesaikan soal dosa ataupun menyembunyikan perbuatan dosanya (Bil 32:23), atau membersihkan diri dari dosa (Ams 20:9). Perbuatan atau amal apa pun tidak akan membenarkan manusia di hadapan Allah (Rom 3:20; Gal 2:16). Seandainya manusia harus tergantung pada dirinya sendiri, maka manusia tak akan pernah selamat. Bukti paling penting mengenai hal ini ialah fakta bahwa Kristus Anak Allah harus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Kenyataannya memang demikian, karena semua manusia adalah orang berdosa dan keadaannya sangat fatal serta menyedihkan.
Istilah bahasa Indonesia ‘damai’ dalam beberapa bentuk digunakan sebagai padanan kata Yunani hilaskomai; misal, 1 Yoh 2:2 ‘Ia adalah pendamaian’. Damai dipakai juga sebagai padanan untuk katallage, misal Rom 5:10 ‘diperdamaikan dengan Allah’. Secara umum, pendamaian mengacu kepada karya Kristus yang menyelesaikan semua soal akibat dosa manusia, dan yang memulihkan hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam PB damai tidak hanya berarti hubungan rukun antara bangsa-bangsa (Luk 14:32), tetapi juga keadaan yang harus ada dalam jemaat-jemaat Kristen (Rom 14:19) dan dalam berhubungan dengan orang di luar jemaat (Ibr 12:14). Kematian Kristus menciptakan damai antara Allah dan umat manusia (Kol 1:20) dan di antara orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi (Ef 2:14). Firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa setelah kita diperdamaikan dengan Allah maka kita juga harus berdamai dengan orang lain. Kita tidak dapat hidup sendiri tetapi harus hidup bersama-sama dengan orang lain di dalam sebuah persekutuan di antara saudara seiman. Di dalam persekutuan ini kita tidak boleh membedakan orang dari berbagai golongan, suku bangsa, bahasa, maupun status sosial.
D. Pentingnya Hidup Dalam Persekutuan
1) Memahami dan mewujudkan kasih sebagai bagian dari “tubuh” yang saling terikat satu sama lain (1 Kor. 12:12, 18, 27)
2) Pertumbuhan hanya bisa terjadi di dalam persekutuan (Ef 4:16)
Pertumbuhan rohani setiap orang Kristen hanya terjadi jika dia mempunyai hubungan yang nyata dengan orang lain. Segala yang terjadi dalam hubungan itu, termasuk konflik yang ada, akan membuat masing-masing bertumbuh dalam iman, karakter, segala talenta dan kemampuan yang dimiliki, dsb.
Dari contoh peristiwa memberi misalnya kita dapat belajar tentang pertumbuhan. Yang diberi akan merasakan kasih Tuhan melalui berkat yang disalurkan temannya. Hal ini akan menumbuhkan iman dan diapun belajar bahwa kelak dia akan berbuat hal yang sama kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan. Yang memberi akan terlatih untuk mewujudkan kasih melalui pengorbanan yang dilakukannya dan semakin peka terhadap kesusahan orang lain. Memberi seringkali dapat membuat orang menjadi sombong. Ini menjadi ujian baginya untuk mengembangkan karakter rendah hati.
E. Menjadi Anggota yang Benar Dalam Keluarga Allah
Roma 12:16
Ada tiga nasihat Paulus dalam ayat ini:
• Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama
Setiap anggota harus mempunyai pikiran yang sama satu dengan lainnya (memiliki satu visi untuk mempersembahkan hidup bagi Tuhan)
• Janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi; arahkanlah kepada perkara-perkara yang sederhana
”arahkanlah”, Yun: sunapago: membawa bersama, bergaul, menyesuaikan.
“sederhana”, Yun: tapeinos: rendah, sederhana, lemah, rendah hati; berkaitan dengan status atau keadaan seseorang.
Jangan memikirkan hal-hal yang tinggi (bersikap tinggi hati), tetapi mau bergaul atau menyesuaikan diri dengan orang-orang yang rendah atau lemah (bersikap rendah hati)
• Janganlah menganggap dirimu pandai
Jangan menjadi bijaksana dengan mengandalkan diri sendiri. Berarti kita harus mengandalkan Tuhan dalam setiap hal yang kita kerjakan.
KESIMPULAN
Allah menghendaki kita hidup bersekutu dengan orang lain. Kematian Kristus di kayu salib bukan hanya untuk memperdamaikan dan mempersatukan kita secara pribadi dengan Allah, namun juga memperdamaikan dan mempersatukan kita dengan orang lain. Kita bersama semua saudara seiman menjadi anggota keluarga Allah yang diikat oleh Roh Kudus untuk mewujudkan kasih Allah. Jika kita mau bertumbuh di dalam Kristus, maka kita harus masuk di dalam persekutuan saudara seiman, menjadi bagian tubuh Kristus yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah melalui saudara seiman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar