BUAH ROH (Galatia 5:22-25)
Oleh: Niken Nababan
22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
Hanya bagi kemuliaan-Nya
Oleh: Niken Nababan
22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
23 kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal
itu.
24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging
dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.
25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,
Kata "buah" ditulis dalam bentuk
"tunggal", artinya daftar kebajikan itu merupakan kesatuan dan
kepaduan dari hidup di dalam Roh. Dapat kita umpamakan bahwa "Buah
Roh" itu adalah "satu buah
dengan 9 rasa" (kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri), ke-9 nya
tampak dan terbukti secara bersama-sama.
Kita tidak perlu memberikan suatu strata dari
setiap kebajikan yang dirincikan itu, misalnya menempatkan kasih lebih diatas
sukacita, damai-sejahtera dan seterusnya. Kata buah yang tunggal itu
menghasilkan suatu sifat yang jamak sang saling berkait satu sama lain dalam
kesatuan. Yesus Kristus adalah contoh sempurna, karena
di dalam Pribadi inilah tampak secara sempurna rincian buah Roh itu.
Kasih
Kata
Yunani untuk kasih adalah agape.
Kasih adalah sifat inti Tuhan, karena Tuhan adalah kasih (1 Yoh. 4:7-12 dan
16). Kasih dinyatakan melalui tindakan yang dihasilkannya (Yoh. 3:16; 1 Kor.
13:1-8). Kasih Kristen bukan suatu gerakan hati yang didasarkan pada perasaaan,
juga tidak selalu sesuai dengan kecenderungan alami kita, juga tidak tercurah
hanya pada hal-hal yang kita sukai secara alami atau menyenangkan atau indah.
Yesus
mengatakan hal itu dengan sangat jelas: ”Barangsiapa memegang perintah-Ku dan
melakukannya, dialah yang mengasihi Aku ... Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia
tidak menuruti firman-Ku ...” (Yoh. 14:21 dan 24). Yesus juga memberi teladan
dalam kasih sejati kepada kita ketika Dia menderita dan mati, sesuatu yang
jelas tidak dikehendaki-Nya. Kasih agape adalah suatu latihan dalam kehendak,
pilihan yang disengaja, di mana itulah sebabnya Tuhan dapat memerintahkan kita
untuk mengasihi musuh kita (Kel. 23:1-5; Mat. 5:44).
Kasih
menggerakkan iman (Gal. 5:6), dan menguatkan kita untuk memberi dan terus
memberi. Orang-orang Kristen harus dikenal karena kasih mereka terhadap satu
dengan yang lain (Yoh. 13:35). Kasih adalah karakter yang istimewa dari
kehidupan Kristen dalam hubungan dengan sesama saudara dan kepada semua umat
manusia.
Sukacita
Sukacita
(Yun. chara) adalah kualitas hidup
yang timbul dari pengenalan kepada Tuhan, mempercayai-Nya, apa yang sudah
diberikan-Nya kepada kita, dan apa yang dijanjikan-Nya kepada kita di masa
depan. Ini adalah kegembiraan oleh karena pengharapan atau karena memperoleh berkat
jasmani dan rohani. Kegembiraan semacam itu tidak dapat diambil dari kita oleh
penderitaan dalam hidup ini, dan karena itu sukacita sejati tidak dipadamkan
oleh kekhawatiran dari dunia ini. Kita harus membuat sukacita kita dapat
terlihat agar orang lain dapat dimenangkan oleh sukacita tersebut.
Yesus
adalah contoh kita yang terutama dari sukacita (Yoh. 15:11). Sukacita
memberikan kita dasar yang kuat untuk optimisme; itu menolong kita melihat
kepada masa depan yang diinginkan dan yang memungkinkan (Ibr. 12:2); dan itu
menguatkan kita karena pekerjaan yang harus kita lakukan (Neh. 8:10). Tuhan
memerintahkan kita untuk bersukacita (1 Tes. 5:16; Flp. 3:1), jadi itu harus
merupakan pilihan dari kehendak kita, yang didasarkan pada bagaimana kita
memandang keadaan kita. Sukacita dapat dihasilkan dari cara kita memilih untuk
menafsirkan hal-hal yang terjadi kepada kita, terutama hal-hal yang menyakitkan
(Yak. 1:2). Rasul-rasul bersukacita setelah disiksa, di mana mereka dipandang
layak untuk menanggung malu demi nama Yesus (Kis. 5:41). Sukacita berkaitan
dengan sikap bersyukur.
Damai Sejahtera
Damai
sejahtera (Yun. Eirene) adalah
ketenangan, keheningan, ketentraman; timbul karena kekuatan dari dalam, suatu
kelepasan dari amukan dan kekacauan konflik di dalam atau di luar. Ini
berkaitan kata Ibrani shalom, yang merupakan salam dari Yahudi kuno dan ucapan
selamat sejahtera, yang mencakup konsep kesejahteraan menyeluruh, termasuk
perlindungan, keamanan, keselarasan, kemakmuran dan kebahagiaan. Damai
sejahtera sejati mencakup ketenangan jiwa yang yakin akan keselamatannya
melalui Kristus, kepastian yang dapat meredakan semua ketakutan yang kita
miliki dalam hidup ini.
Damai
sejahtera bukanlah keadaan yang tidak terganggu hanya karena kita tidak peduli
apa yang terjadi. Sebaliknya, itu adalah keadaan yang tenang yang timbul dari
kesadaran bahwa akan ada akhir yang benar bagi hidup dan dunia. Orang-orang
Kristen memiliki damai sejahtera bersama Tuhan (Rm. 5:1). Yesus adalah Raja
Damai (Yes. 9:6). Damai sejahtera dari Tuhan akan memelihara hati Anda (Flp.
4:7). Alkitab berkata, “Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai
Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka” (Mzm. 119:165).
Kesabaran
Kesabaran
(Yun. Makrothumia, terdiri dari dua
kata, makro = lama; thumia = kemarahan atau amarah) lebih mengarah pada ketahanan
menghadapi penderitaan. Itu adalah kemampuan menghadapi orang-orang yang sulit
untuk waktu yang lama; sabar dalam menanggung perlawanan dan luka dari orang
lain; lembut dan lambat dalam membalas; lambat untuk marah, lambat untuk
menghukum.
Inilah
yang seharusnya dilakukan orang Kristen di dalam keadaan yang sulit terhadap
orang-orang daripada segera menjadi marah. Hal ini berkaitan dengan kemurahan,
dan merupakan kebiasaan Tuhan. Akan tetapi, itu tidak berarti membiarkan diri sendiri dimanfaatkan atau
dilecehkan. Sama halnya juga, tahan menderita yang sejati bukanlah menjadi
”terlalu rohani” atau ”terlalu kudus” untuk marah kepada orang-orang jahat,
atau tidak tegas dalam menindak dosa.
Kesabaran
dalam arti yang lain (Yun. hupomone),
tidak disinggung dalam daftar buah roh, adalah bersabar terhadap hal-hal, bukan
orang. Kesabaran ini adalah tidak
menyerah kepada keadaan atau tunduk di bawah penderitaan, dan itu berkaitan
dengan pengharapan bahwa keadaan akan menjadi lebih baik (1 Tes. 1:3).
Makrothumia menunjuk kepada kesabaran kepada orang lain, hupomone kesabaran
kepada keadaan. Seorang makrothumia jika dia harus berhubungan dengan orang
yang melukai dan tidak membiarkan dirinya sendiri terprovokasi oleh mereka atau
meledak dalam amarah (2 Tim. 4:2). Seorang hupomone jika dia dikepung oleh
penderitaan yang luar biasa dan dia bertahan serta tidak kehilangan hatinya
yang berani. Tahan menderita (makrothumia) dan kesabaran (hupomone) muncul
bersama-sama dalam Kolose 1:11; 2 Korintus 6:4-6; 2 Timotius 3:10; dan Yakobus
5:10 dan 11.
Kemurahan
Kemurahan
(Yun. chrestotes) adalah murah hati,
hati yang hangat, ramah, alami, lembut. Itu adalah kebajikan yang menyebar dan
menembus seluruh sifat seseorang dan melunakkan segala sesuatu yang keras atau
kaku. Kemurahan adalah siap dan rela melakukan perbuatan baik yang
diekspresikan dalam tindakan yang menciptakan kesenangan atau kelegaan pada
orang lain.
Penting
untuk memisahkan kemurahan hati dengan perasaan. Mudah sekali merasa kasihan
terhadap seseorang yang terjebak dalam kekacauan, dan mulai menjaga dia, yang malah
melemahkan orang itu. Dalam banyak situasi, apa yang sesungguhnya dibutuhkan
seseorang agar menjadi kuat adalah bertobat dan berjuang untuk memulihkan
hidupnya sendiri dengan pertolongan Tuhan.
Tuhan
itu baik bahkan terhadap orang yang tidak bersyukur (Luk. 6:35), dan kebaikan
Tuhan memimpin orang kepada pertobatan (Roma 2:4), tetapi pada umumnya Tuhan
membiarkan kita mengupayakannya sendiri. Bagi Tuhan tidaklah sulit untuk
mengangkat beban dari kita ketika kita sangat tertekan, menciptakan uang di
dalam tabungan kita ketika kita terlalu boros, memberi kekuatan pada tubuh kita
ketika kita menonton tv hingga larut malam, dsb. Sebaliknya, Tuhan membiarkan
kita memerangi keinginan kita dan mengendalikan pola makan kita, cara belanja
kita, kebiasaan tidur kita, dsb.
Yesus
Kristus berkata bahwa kuk-Nya “tidak berat” (bukan ”mudah” seperti yang banyak
diterjemahkan), karena tidak ada yang kasar, tajam, atau ejekan tentang itu
(Mat. 11:30). Anda dapat memikul kuk Kristus tanpa mengkhawatirkan akan
mendapat luka lecet yang menyakitkan atau serpihan dari Tuhan. Siapa saja yang
sudah bekerja keras dalam pelayanan Kristen dapat membuktikan fakta bahwa kuk
Kristus tidak selalu “mudah,” tetapi selalu “tidak berat.”
Kebaikan
Kebaikan
(Yun. agathosune) adalah kejujuran
dalam hati dan kehidupan, kecermelangan moral. Biasanya kebaikan diiikuti
dengan kegiatan daripada sifat di dalam, meskipun tindakan yang baik memancar
dari hati yang baik: “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari
perbendaharaan hatinya yang baik…” (Luk. 6:45). Kebaikan bukanlah memahami diri
atau berorientasi pada penghiburan. Banyak tugas “yang baik” tidak nyaman
dilakukan, seperti yang diperlihatkan Yesus kepada kita ketika Dia mati di kayu
salib.
Kebaikan
memiliki banyak kesamaan dengan kemurahan. Jika tidak ada “kebaikan” dalam
hidup Kristen atau dalam masyarakat kita, kejahatan berlanjut tanpa takut
terhadap konsekuensi. Roma 15:14 berkata, “Saudara-saudaraku, aku sendiri
memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh dengan kebaikan dan
dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati.” Kita orang
Kristen seharusnya saling menasihati, yang melibatkan teguran dan perbaikan,
karena kita sekalian “penuh dengan kebaikan.”
Ini
mengangkat satu pokok yang sangat penting berkenaan dengan buah roh. Masing-masing
dapat diterapkan dalam kehidupan seorang Kristen, tidak semuanya pada saat yang
sama, seperti yang kita lihat ketika kita membandingkan ”kemurahan” dan
”kebaikan.” Keduanya baik dan bermurah hati untuk memberikan makanan kepada
seorang yang lapar. Akan tetapi, itu baik (dan pantas) untuk menghukum mati
seorang pembunuh berantai, namun itu tidak ”murah hati” kepada dia. Sama halnya
juga, adalah baik bagi Tuhan untuk membakar orang-orang yang jahat di dalam
Gehenna (Why. 20:15), tetapi itu tidak ”murah hati” kepada mereka.
Kesetiaan
Kesetiaan
(Yun. pistis) dapat juga berarti
”iman”. Iman adalah mempercayai Tuhan dan janji-janji-Nya; kesetiaan adalah
iman yang berlanjut atau ketekunan. Itu adalah kesetiaan yang teguh kepada
Tuhan dan kehendak-Nya. Kita mempercayai Tuhan karena Tuhan dapat diandalkan,
bahkan lebih lagi dari itu, kita harus terus tinggal dalam iman itu hari demi
hari, dengan demikian kita ”setia” kepada Dia. Sebagai tambahan, kita harus
setia juga dalam hal-hal duniawi. Orang Kristen harus menjadi orang yang setia:
sahabat yang setia, tetangga yang setia, orangtua yang setia, anak yang setia,
dan setia dalam doa, memberi, dan kebajikan Kristen yang lain. Banyak orang
memiliki iman untuk waktu yang singkat, atau hanya memiliki sedikit iman.
Kelemahlembutan
Kelemahlembutan
(Yun. praotes) adalah kualitas
kerendahan hati yang mengakui ketidaksempurnaan diri sendiri dan kekurangannya
sehingga menghasilkan kesediaan untuk mendengarkan teguran dan perbaikan,
demikian juga menolong orang lain tanpa terlalu menonjolkan otoritas seseorang
atau terlalu menguasai mereka.
Kelemahlembutan
adalah sikap tunduk terhadap kehendak Tuhan. Secara alkitabiah, kelemahlembutan
adalah kemampuan untuk menerima pelatihan, pengajaran atau bahkan teguran dari
orang lain tanpa perlawanan, marah, atau mencoba mendendam dan membalas, dan
juga hal itu mencakup menjadi lembut ketika memimpin orang lain.
Kelemahlembutan orang Kristen pertama-tama dan terutama adalah terhadap Tuhan.
Itu adalah sifat roh di mana kita menerima penanganan-Nya terhadap kita sebagai
sesuatu yang baik, dan oleh karena itu tanpa menimbulkan perbantahan atau
penolakan.
Kelemahlembutan
ilahi adalah sikap mental dari kuasa, bukan kelemahan. Asumsi yang umum adalah
kelemahlembutan sama dengan menjadi ”pemalu” atau ”penakut,” dan itu berasal
dari perasaan yang lemah, tetapi dalam hal ini kelemahlembutan kebalikan dari
itu. Tuhan Yesus adalah ”lemah lembut dan rendah hati” (Mat. 11:29), sama
sekali bukan sosok yang lemah. Dia dapat membimbing, dan mengambil pengarahan
dari Tuhan dan orang lain di saat yang tepat. Seseorang yang lembut dapat
sanggup berbuat itu karena kekuatan dan keyakinannya membuat dia rela
mendengarkan orang lain. Musa adalah manusia yang terlembut di dunia dalam
masanya, tetapi hidupnya dipenuhi dengan tanda-tanda ajaib dan mukjizat yang
penuh kuasa (Bil. 12:3).
Penguasaan diri
Penguasaan
diri (Yun. egkrateia, akar kata: kratos = kuasa dalam tindakan;
mengerahkan kekuatan) adalah menjadi tuan atas diri sendiri. Seperti yang
dipakai oleh orang-orang Yunani, egkrateia
adalah kebajikan seseorang yang memiliki kuasa atas dirinya sendiri sehingga
menguasai keinginan dan hasratnya, terutama nafsu sensualnya. Tuhan merancang
kita agar kita tidak diperbudak oleh daging atau pikiran kita, tetapi sebaliknya
kita dapat memakai kehendak kita untuk memutuskan apa yang kita pikirkan dan
perbuat.
Seluruh
konsep penguasaan diri menyiratkan bahwa terdapat sebuah standar penyesuaian.
Jika tidak ada standar, maka tidak alasan untuk mengendalikan. Firman Tuhan adalah
standar menurut apa yang Tuhan harapkan agar orang-orang mempraktikkan
pengendalian diri, dan melecehkan Firman Tuhan dalam masyarakat kita sekarang
ini adalah alasan terbesar mengapa orang begitu sangat kehilangan kendali dalam
pikiran mereka, perasaan dan tindakan. Orang-orang tidak memiliki standar, jadi
tidak ada alasan untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Lebih jauh lagi,
sementara budaya kita menjadi semakin tidak kudus, kita orang Kristen harus
mengenali bahwa apa yang sah tidak selalu kudus. Orang-orang Kristen tidak
boleh hidup seperti orang yang tidak percaya yang menuruti keinginan daging
(Ef. 2:3). Kita harus menghindari dosa, termasuk secara budaya menerima
kegemaran dan sensualitas yang sah. Kita harus menguasai diri kita sendiri, meskipun
membutuhkan upaya yang sangat keras (1 Kor. 9:24-27).
Penguasaan
diri adalah mengendalikan situasi demi situasi dan keinginan daging kita. Sama
halnya juga, penguasaan diri bukanlah mengalahkan kecenderungan dosa melalui
praktik agamawi secara lahiriah, meskipun melakukan praktik kudus dalam
kehidupan seseorang dapat menambah kemampuan seseorang untuk mengendalikan pikiran
dan keinginannya. Penguasaan diri sejati berasal dari perpaduan antara
keputusan kehendak bebas, hati yang benar di hadapan Tuhan, dan sifat rohani
kita yang baru di dalam Kristus.
Seseorang dengan penguasaan diri yang luar
biasa dapat mencapai banyak hal untuk dirinya sendiri. Penguasaan diri dapat menimbulkan
ambisi kesombongan dan peninggian diri jika itu tidak dipadukan dengan buah roh
yang lain, dan hasrat untuk melayani Tuhan dan sesama. Oleh karena itu,
tampaknya sangat cocok bahwa penguasaan diri adalah buah terakhir dalam daftar,
karena hal tersebut menunjukkan bahwa kita orang Kristen memerlukan semua itu
untuk menjalani hidup Kristen yang produktif dan kudus.
Hanya bagi kemuliaan-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar