Kekeluargaan
dalam KTB
(Oleh: Niken Nababan, disampaikan pada Pertemuan PKTB
PMKT – 19 Nopember 2011)
KTB adalah pelayanan pemuridan yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus
sendiri. KTB merupakan metode yang paling efektif dan masih relevan sampai saat
ini dalam dunia pelayanan mahasiswa, untuk membentuk dan menghasilkan alumni
yang takut akan Tuhan dan menjadi berkat bagi keluarga, gereja, masyarakat dan negara.
KTB tidak hanya efektif bagi pembinaan mahasiswa, tetapi juga efektif untuk
bagi pelayanan alumni. Semuanya berawal dari pertobatan individu, lalu
berproses menjadikan Kristus sebagai pusat hidup, dan kesediaan menjalani hidup
yang diperbarui. Diperlukan perjuangan dan ketekunan dari setiap anggota KTB
untuk bertumbuh dengan baik, karena KTB bukanlah sekedar sarana beraktivitas ataupun
bersosialisasi.
Setiap murid Kristus mengalami fase pertumbuhan sebagaimana yang
digambarkan Petrus dalam 1 Petrus 2:1-17. Petrus memakai lima metafora untuk
menggambarkan fase pertumbuhan seorang murid.
1.
Sebagai bayi yang baru lahir kita diberi tanggung jawab pribadi
untuk bertumbuh secara individual dan datang mempersembahkan diri kepada
Kristus. (ay. 2, 4, 5)
2.
Sebagai batu hidup kita dipanggil untuk bersekutu dengan saudara
seiman dan memiliki tanggung jawab bersama-sama dalam pembangunan rumah Tuhan. (ay.
5)
3.
Sebagai umat Allah kita dipanggil untuk bersaksi memberitakan
Injil kepada dunia. (ay. 10)
4.
Sebagai pendatang kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. (ay.
11, 12)
5.
Sebagai hamba Allah kita dipanggil untuk tunduk dan takut kepada
Allah. (ay. 15-17)
KTB menjadi sarana pembinaan yang sangat efektif untuk menolong
setiap murid Kristus dalam proses melalui fase-fase pertumbuhan tersebut. KTB
sendiri merupakan fase kedua dalam pertumbuhan murid.
KTB
sebagai ‘keluarga’
Mengenai “keluarga”, secara Alkitabiah terdapat dua
pengertian. Yang pertama adalah keluarga dalam pengertian sekelompok orang yang
terdiri dari ayah, ibu, anak, dan hambanya, sebagaimana yang tertulis dalam
kitab Efesus 6:1-9. Yang kedua adalah keluarga Allah, yaitu sekelompok orang
percaya yang bersekutu atau hidup bersama yang diikat oleh Roh Kudus.
Demikianlah
kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari
orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah
(Efesus 2:19).
Kesatuan
dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus disebut persekutuan. Kata
yang dipakai untuk persekutuan dalam bahasa Yunani adalah Koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti ‘lazim’ atau ‘umum’. Artinya berkaitan dengan
kebersamaan.
Kedua
pengertian keluarga tersebut memang jelas berbeda dalam hal wujud fisiknya,
namun dalam hal perwujudan kasih Kristus, segala sesuatu yang ada di dalamnya
memiliki kesamaan prinsip. Keduanya dapat diwujudkan dalam sebuah KTB, menjadi
prinsip yang seharusnya dipertahankan untuk menjaga kehidupannya.
Kata
lainnya yang seringkali dikaitkan dengan koinonia
adalah allelous (berarti satu
terhadap yang lain) . Kata ini dipakai dengan pengertian hubungan yang timbal
balik. Yesus berkata:
Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu,
supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian
semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi. (Yohanes
13:34-35)
Keluarga
Allah, menurut Paulus, adalah persekutuan orang-orang percaya karena mereka
dipersatukan oleh Kristus.
(19) Demikianlah kamu bukan lagi
orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan
anggota-anggota keluarga Allah, (20) yang dibangun di atas dasar para rasul dan
para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. (21) Di dalam Dia tumbuh
seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam
Tuhan. (22) Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman
Allah, di dalam Roh. (Ef. 2:19-22)
Paulus
memberikan gambaran kepada jemaat di Efesus mengenai keluarga Allah sebagai suatu
bangunan yang indah dengan Kristus sebagai batu penjuru, yaitu batu yang
menjadi fondasi, yang menyangga seluruh beban dalam bangunan. Prinsip ini
seharusnya tertanam dalam hati semua anggota KTB di mana setiap orang memiliki
iman yang sama sehingga semua mengalami pertumbuhan rohani menurut bagiannya
masing-masing.
Dari pada-Nyalah seluruh tubuh,
--yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya,
sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan
membangun dirinya dalam kasih. (Ef. 4:16)
Seorang
pemimpin KTB harus menanamkan dasar ini kepada semua anggotanya. KTB sebagai keluarga
Allah adalah satu bangunan yang menjadikan Kristus dasar dari kehidupannya.
Setiap anggota merupakan bagian yang berhubungan dan terikat dengan yang
lainnya. Jika salah satu hilang atau rusak, dapat menyebabkan runtuhnya
bangunan itu. Jika visi Paulus ini terpelihara dalam KTB, maka akan tercipta
sebuah KTB yang mencerminkan sebuah keluarga di mana masing-masing anggotanya saling
berhubungan, bergantung dan mendukung satu sama lain demi terciptanya pertumbuhan,
kedamaian, kesejahteraan, dan suka cita dalam KTB.
Cara membangun kekeluargaan KTB
1.
Membangun
kebersamaan kelompok
- · Menekankan bahwa Kristus adalah dasar KTB dan Roh Kudus pengikatnya
- · Melatih berkomunikasi yang baik
- · Memotivasi keterbukaan dalam KTB
- · Mau berkorban membagi hidup (menjadi gembala)
- · Membuat perencanaan program KTB bersama
2.
Mendukung pengembangan
potensi diri
- · Mendukung pengembangan diri tiap anggota KTB dengan mengenali karunia dan menggunakannya
- · Menjadi teladan bagi adik-adik KTB
3.
Menciptakan
pengalaman-pengalaman bersama
- · Mengerjakan suatu proyek bersama
- · Rekreasi
- · Belajar bersama
Hal-hal
yang dapat merusak kelanggengan KTB
1.
Hati yang tidak
sungguh-sungguh
Anggota
KTB yang hatinya tidak sungguh-sungguh menginginkan ber-KTB akan terlihat dari
ada atau tidaknya perubahan/pertumbuhan dalam dirinya. Jika ada anggota yang
tidak sungguh-sungguh dan tulus ber-KTB suatu hari akan mundur karena tidak
akan tahan berpura-pura terus.
2.
Mengingkari janji
Mengingkari
janji terhadap kesepakatan bersama dalam hal waktu (menyangkut masalah memberi
prioritas) dan menyimpan rahasia (menyangkut kepercayaan) merupakan perbuatan yang
dapat melukai anggota KTB. Jika ada seorang yang selalu datang terlambat atau
sering membatalkan waktu pertemuan akan menimbulkan rasa jengkel dan
lama-kelamaan akan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan. Hal ini tentu mempengaruhi
suasana ber-KTB dan kasih di antara anggota. Terlebih jika ada anggota yang
membocorkan rahasia pribadi saudara KTBnya, dapat menimbulkan luka yang teramat
dalam.
3.
Melanggar batas
etika hubungan keluarga
Betapapun
dekatnya hubungan antar anggota KTB, tetap ada batas-batas kesopanan yang harus
dijaga. Jika seseorang selalu melanggar batas hak pribadi yang dimiliki saudara
KTBnya, tentu akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan lama-kelamaan akan
terjadi penolakan dari saudara KTBnya. Suasana ber-KTB akan menjadi rusak dan
lambat laun mungkin akan ada yang mundur.
4.
Egois
Setiap
anggota KTB dapat memiliki sifat/karakter, prinsip, dan pandangan yang berbeda-beda.
Jika masing-masing egois, tidak mau menerima yang lain, maka akan menimbulkan konflik
yang mengakibatkan perpecahan KTB.
Kekuatan dari sebuah KTB untuk bertahan hidup
1.
Discipline
Tidak ada pertumbuhan tanpa disiplin.
Disiplin adalah kunci kekuatan bagi pribadi, kelompok, maupun bangsa. Ada harga
yang harus dibayar untuk menjadi orang yang disiplin. Disiplin yang kuat akan
memberikan dampak positif yang luar biasa bagi seseorang, yaitu keseimbangan
hidup, mampu mengontrol diri, konsisten, dan ada tujuan yang jelas dalam
hidupnya. Untuk menjadi seorang yang disiplin perlu proses berlatih dengan
tekun setiap hari tanpa batas waktu.
2. Priority
Anggota
harus mau memberikan prioritas dalam hal waktu dan focus/concern. Jika hanya waktu saja yang diberikan namun tidak focus/concern, maka KTB hanya berjalan
seadanya, tanpa kesungguhan, tanpa persiapan, dan tanpa makna. Jika hanya focus
saja tapi tidak memberikan waktu, perjalanan KTB juga akan tersendat-sendat,
lambat, dan memungkinkan terjadi kekecewaan dan ketidakpercayaan.
3. Belonging
Harus
ada rasa memiliki sehingga merasa rugi jika KTB batal, apalagi sampai mati.
4. Objectivity
Anggota
harus memiliki kasih yang sama, tidak memihak atau lebih mengasihi yang satu dibanding
lainnya.
5. Acceptance
Anggota
bisa menerima satu sama lain sebagaimana adanya, termasuk bisa menerima
perbedaan suku, pendapat, social ekonomi, dll.
6. Support
Anggota
mau saling mendukung untuk pertumbuhan rohani masing-masing.
7. Trust
Anggota
saling mempercayai dan dapat dipercayai
8. Reality
Anggota
melakukan hal-hal yang real, masuk akal, dan sesuai kebenaran firman Tuhan.
Bukan melakukan hal-hal yang tidak dapat dijangkau atau di luar kapasitasnya.
9. Leaven
"Hal
Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan
ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." (Matius 13:33).
Selain
orang Yahudi, kebanyakan orang tidak mengenal kata leaven (adonan asam), dan karena alasan ini maka diterjemahkan
sebagai yeast (ragi), dari bahasa Yunani zume. Ragi adalah makanan yang bersih, segar, bermanfaat, dan
bahkan lezat. Ragi dibuat dari pengolahan larutan mineral gula-garam yang
ditambahi zat tepung. Sedangkan adonan asam diproduksi dengan menyimpan
sejumlah adonan selama satu minggu dan ditambahkan sari buah untuk mempercepat proses
fermentasi.
Yesus
menggunakan konsep leaven atau yeast karena kekuatannya yang
tersembunyi. Ragi dan adonan asam meresap ke dalam seluruh adonan sehingga
menyebabkan adonan mengembang. Sesudah ragi atau adonan asam dicampur dengan
tepung, ragi atau adonan asam tersebut tidak dapat diketemukan lagi, tersembunyi
dan tidak terlihat. Ragi dan adonan asam tidak terlihat, tetapi pengaruhnya
dapat dilihat oleh semuanya.
Penutup
Belajar
dari orang lain dapat memperlengkapi dan memotivasi seorang pemimpin dalam
mempertahankan KTB yang dipimpinnya. Salah satunya kita dapat belajar dari
Billy Graham, pengkhotbah terkenal dan pemimpin handal, yang membentuk sebuah
tim dalam membangun pelayanannya. Tim ini dikenal sangat solid dan langgeng.
Kelanggengan ini tentu harus melewati medan yang sulit. Namun perlu kita simak
kata-katanya berikut ini. “Pelayanan kami
mengalir begitu saja, sepertinya bukan kami yang mengatur. Kami hanya bagian
dari gerakan Roh Allah yang bekerja dengan luar biasa.” Suatu sikap rendah
hati yang luar biasa ditunjukkan dengan pengakuannya terhadap kuasa Tuhan dan
penghargaannya kepada anggota-anggotanya.
Dikatakannya
juga bahwa hubungan antara orang-orang menjadi semakin kental kalau mereka
melewati masa krisis atau menghadapi tantangan besar bersama-sama. Suatu
komitmen luar biasapun diucapkan Billy, “Kita
akan bersama-sama melayani Tuhan sampai Ia datang lagi atau sampai salah satu
di antara kita dipanggil pulang ke surga”.
Satu kunci
penting dalam kepemimpinan Billy adalah Billy selalu memimpin dengan kasih dan
rendah hati. Kasih Tuhan yang ada pada Billy jelas terlihat, menyinari
rekan-rekannya, juga menyinari dunia yang sedang mengamatinya. Demikianlah
kesaksian dari banyak orang yang pernah dekat dengan Billy. Mengutip kalimat
Mother Teresa, “Bukan berapa banyak yang
kita lakukan, tetapi berapa banyak kasih yang kita sertakan dalam perbuatan
kita”.
Mengandalkan
Roh Kudus menjadi dasar utama dan pertama dari kelanggengan tim pelayanan
Billy. Selanjutnya adalah memperlakukan anggota-anggota tim sebagai keluarga
dan menumbuhkan nilai-nilai kasih di dalamnya. Tim pelayanan Billy memang bukan
KTB, namun prinsip kepemimpinannya dapat menjadi contoh bagi setiap pemimpin
KTB untuk menjaga agar KTB mampu bertahan hidup dengan menonjolkan nilai-nilai kasih
sebagai sebuah keluarga.
Pertanyaan
Diskusi
1. Pikirkan
apa saja yang dapat menghambat jalannya KTB, atau bahkan membuat KTB itu mati.
2. Apakah
membuat prioritas untuk ber-KTB itu perlu? Berikan alasannya.
3. Kesulitan
apa saja yang pernah saudara dihadapi dan bagaimana saudara mengatasinya?
Referensi
Dan
William, Membangun dan Memelihara
Kelompok Kecil, Literatur Perkantas, Jakarta, 2009.
G. Byron Deshler, The Power of the Personal Group, Tidings, Nashville, Tennessee,
1960.
Harold Myra, The Leadership Secret of Billy Graham (Rahasia Kepemimpinan Billy
Graham), Yayasan Baptis Indonesia, Bandung, 2007.
J.
Alex Kirk, Komunitas yang Diubahkan: Buku
Pegangan Pemimpin Kelompok Kecil, Perkantas – Divisi Literatur, Jakarta,
2010.
John Stott, The Radical Disciples (Murid yang Radikal), Literatur Perkantas
Jawa Timur, Surabaya, 2011.
Richard Shelley Taylor, The Disciplined Life: Studies in the Fine Art
of Christian Disciplelsip, Beacon Hill Press, Kansas City, Missouri, 1962.