Oleh: St. Niken
Sijabat boru Nababan
Kematian Kristus dapat dianggap sebagai karya yang dilakukan-Nya karena kematian itu bukan suatu kebetulan yang menimpa diri-Nya atau terjadi tanpa disadari-Nya, melainkan merupakan akibat dari sebuah keputusan yang tegas, suatu pilihan yang diambil-Nya, ketika Ia sebenarnya dapat menolaknya. Berbeda dengan kenyataan yang dialami manusia biasa, maka justru kematian Kristus -- bukan kehidupan-Nya -- yang sangat penting.[i] Maka kematian Kristus merupakan tema pokok Injil dan menjadi ajaran yang menonjol dalam Perjanjian Baru, bahkan sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Kematian Kristus bukan dialami dengan cara yang mudah dan cepat, melainkan melalui sebuah proses penderitaan, dan semua itu dijalani-Nya dengan sebuah tujuan yaitu keselamatan manusia.
1) Penderitaan
Kristus ditujukan untuk orang-orang lemah dan durhaka.
“Karena waktu kita
masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka…” (Roma 5:6).
Di dalam bagian ini,
Paulus langsung menunjukkan status dan kondisi kita yang berdosa. Pertama,
kondisi “lemah”, dalam Alkitab terjemahan King James diartikan: “For when we
were yet without strength…”; International Standard Version (ISV)
menerjemahkan sebagai powerless (=tidak ada kekuatan). Dengan kata lain,
“lemah” berarti tanpa kekuatan (strengthless bisa diterjemahkan sick/sakit,
impotent/tidak bertenaga, dll). Ini adalah kondisi manusia ketika jatuh
ke dalam dosa. Dosa mengakibatkan manusia lemah, tak bertenaga apapun untuk
berbuat sesuatu yang baik. Dengan kata lain, dosa mematikan keinginan manusia
untuk menyenangkan Allah. Karena dosa adalah ketidaktaatan terhadap
perintah-Nya atau menyelewengnya manusia dari jalan yang ditunjukkan Allah.
Kematian Kristus menunjukkan bahwa ada pengharapan dan jalan keluar dari status
dan kondisi manusia yang berdosa.
2) Penderitaan
Kristus ditentukan oleh Allah.
“… Kristus telah mati
untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah” (Roma 5:6b).
Kalimat ini tidak
dapat kita jumpai pada KJV yang hanya menyebut “in due time”. NIV juga
hanya menyebutkan, “at just the right time”. English Standard Version
menyebutkan hal yang sama, “at the right time”. Di sini, LAI menambahkan
kata “Allah” untuk menunjukkan bahwa kematian Kristus bukan ditentukan oleh
manusia, atau Kristus dapat disalib karena ulah Yudas yang menjual-Nya
(seolah-olah tanpa Yudas, Kristus tak mungkin disalib). Allah kita adalah Allah
yang berdaulat dan yang merencanakan segala sesuatu dengan tepat.
3) Penderitaan
Kristus adalah penggenapan dari nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama.
Dalam Kitab Lukas
4:21, Yesus berkata: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu
mendengarnya”.
Itulah penggenapan
dari nubuat nabi Yesaya mengenai tujuan kedatangan Yesus untuk menyelamatkan
manusia (Yes 61:1-2). Ketika Yesus akan ditangkap, Simon Petrus bertindak
membela Dia, namun Yesus berkata: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku
harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku” (Yoh. 18:11). Ucapan ini
mempunyai maksud yang sama dengan pernyataan-Nya dalam Kitab Matius 26:53-54, “Kausangka
bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih
dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan
digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi
demikian?”
4) Penderitaan
Kristus terjadi untuk menggantikan manusia.
“Ia sendiri telah
memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24).
Dalam Kitab Imamat dan
Bilangan, berulangkali ditulis mengenai “menanggung dosa” atau “menanggung
kesalahan”. “Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal
yang dilarang Tuhan tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung
kesalahannya sendiri” (Im 5:17). Tapi kadang-kadang disebut juga bahwa
seseorang dapat mengambil alih tanggung jawab atas dosa orang lain.[ii]
Itulah makna Kristus “memikul dosa kita”. Kristus rela berkorban untuk
menggantikan posisi manusia yang seharusnya menanggung dosanya sendiri.
5) Penderitaan
Kristus adalah bukti cinta kasih Allah kepada dunia yang jauh melampaui konsep
keadilan manusia (Yohanes 3:16).
“Akan tetapi
Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk
kita, ketika kita masih berdosa”. (Roma 5:8)
Di dalam struktur
bahasa Yunani, terdapat perbedaan waktu dalam peristiwa ini. Pernyataan “kita
masih berdosa” menggunakan keterangan waktu Present; dapat
diterjemahkan: ketika kita sedang berdosa. Sedangkan pernyataan “Kristus telah
mati” menggunakan keterangan waktu Aorist; berarti sesuatu yang sudah
terjadi dan tidak terulang lagi (identik dengan keterangan waktu Past
Perfect di dalam bahasa Inggris; dapat diterjemahkan: “Kristus telah satu kali
mati untuk selama-lamanya”). Itulah kasih Allah yang jauh melampaui rasio
manusia berdosa yang terbatas.
6) Penderitaan
Kristus menjadi pengharapan bagi kita yang berada di dalam penderitaan.
Alkitab mengajarkan
kepada kita bahwa penderitaan yang terjadi, bukan saja dalam kedaulatan Allah,
tetapi itu terjadi di dalam kasih-Nya.[iii]
Kita dapat meyakini penegasan Tuhan Yesus dalam Yohanes 10:10, “Pencuri
datang hanya untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Tetapi Aku datang supaya
mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. Penebusan
manusia oleh Kristus tidak berarti manusia tidak mengalami penderitan, namun
ada pengharapan bahwa dibalik penderitaan itu ada janji hidup dalam segala
kelimpahan.
7) Penderitaan
Kristus menjadi teladan bagi manusia untuk ikut menderita demi Injil.
“Jadi, karena
Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai
dirimu dengan pikiran yang demikian, — karena barangsiapa telah
menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa — ,”
(1 Petrus 4:1)
“Sebab kepada kamu
dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk
menderita untuk Dia,” (Filipi 1:29)
Petrus dan Paulus
dengan jelas menyatakan persyaratan untuk menjadi seorang Kristen, selain dari
percaya pada Kristus, adalah juga untuk turut menderita demi Dia. Percaya dan
menderita itu beriringan, saling berkaitan. Semua orang Kristen sejati harus
mau menderita demi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan di sini adalah
penderitaan yang kita alami karena berjuang untuk hidup benar menurut firman
Allah dan karena berbagai tantangan serta kesulitan yang dihadapi saat kita
memberitakan Injil. Jadi bukan penderitaan yang disebabkan oleh dosa-dosa kita,
misalnya menderita karena narkoba, mencuri, menipu, dan berbagai pelanggaran
lainnya.
8) Penderitaan
Kristus memperdamaikan kita dengan Allah.
“Sebab jikalau kita,
ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya,
lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan
oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10)
“sebab dengan mati-Nya
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam
diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan
keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan
perseteruan pada salib itu.” (Efesus 2:15-16)
Kematian Kristus
mendamaikan kita dengan Allah. Kata “diperdamaikan” dalam KJV adalah reconcile
(=direkonsiliasikan/diperdamaikan). Di bagian ini kita belajar tentang status
kita dahulu sebagai musuh/seteru Allah yang melawan ketetapan-Nya. Bagi seorang
musuh, kita sudah seharusnya dimurkai oleh Allah, tetapi karena kasih-Nya yang
begitu besar, kita diberi anugerah-Nya untuk diterima kembali oleh Allah di
dalam iman kepada Kristus. Kini kita dapat tetap bersukacita menghadap Allah.
9) Penderitaan
Kristus membuat kita berbangga di dalam-Nya.
“Dan bukan hanya itu
saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa
kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,” (Roma 5:3)
“Dan bukan hanya itu
saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab
oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.” (Roma 5:11)
Kata “bermegah” bisa
berarti bersukacita (joy/rejoice) atau berbangga (boast).
Penderitaan Kristus memberikan pengharapan kepada kita bahwa meskipun kita
mengalami penganiayaan, Roh-Nya yang Kudus membuat kita terus-menerus
bersukacita atau bangga di dalam Allah. Mengapa kita bisa bersukacita atau
bangga meskipun penderitaan mengancam kita? Karena kita memiliki pengharapan
yang kokoh di dalam Kristus yang telah mengalami penderitaan dan menang
mengalahkan segala pencobaan, sehingga Ia dinobatkan sebagai Imam Besar Agung
(Ibrani 4:14-15).
Penderitaan Kristus
yang sedemikian rupa bagi kita apakah akan kita sia-siakan? Sebagai orang yang
telah percaya dan menerima Kristus sebagai penyelamat hidup, kita seharusnya
menyikapi pengorbanan Kristus dengan berjalan menurut kehendak-Nya.Mari kita memohon kepada Allah agar kita dikuatkan dan dimampukan menjalani proses kehidupan sebagai murid Kristus.
[ii]
Stott John R. W., Kedaulatan dan Karya Kristus: Basic Christianity,
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, Ed. 5, 2008, 117.
[iii]
Sagala Mangapul, Mengapa Ada Penderitaan: Kisah Nyata Anak-anak Tuhan,
Persekutuan Kristen Antar Universitas, Jakarta, 2011, 37.